Leo dan Tessa masih asyik berdansa. Para tamu mulai membicarakan mereka. Banyak yang mengatakan, jika Tessa dan Leo pasangan yang amat sempurna dari segi fisik maupun finansial.
Bahkan kemesraan mereka itu membuat banyak orang merasa iri karenanya. Arnold menenggak gelasnya sampai tandas. Ocehan para tamu tentang Tessa dan Leo sungguh membuatnya sangat muak. Ingin rasanya dia menghantam wajah-wajah mereka dengan botol wine yang berbaris pada meja di hadapannya. Leonil Stratan Scoth! Apa hebatnya dia? Bahkan istrinya itu sering bermain solo di kamarnya. Sudah pasti pria tampan berpostur tinggi itu tak punya kemampuan di atas ranjang. Payah! Arnold kembali menenggak gelas winenya. "Tuan Scoth, maaf mengganggu. Tuan Willbowrn ingin bicara dengan Anda." seorang pelayan laki-laki tiba-tiba menghampiri Leo dan Tessa yang sedang asyik berdansa. "Oh, iya? Aku akan menemuinya." Leo tersenyum ramah pada pelayan itu. Si pelayan sedikit membungkuk lantas pergi. "Leo, apa ini? Kita baru saja berdansa dan kamu mau pergi begitu saja?" Tessa menatap kesal pada pria di hadapannya. Leo tersenyum gemas menanggapi, "Darling, jangan marah-marah begitu. Aku dan Tuan Willbowrn sedang ada proyek besar. Baiklah, aku akan membawa Daddy Arnold untuk menemanimu berdansa. Bagaimana?" Tessa baru saja ingin menahan Leo agar tidak menemui Arnold. Namun Leo tak mendengarkan Tessa, dia hanya tersenyum dan segera menuju pada Arnold yang sedang mengobrol dengan para tamu. "Leo, astaga?" Tessa mengerang kesal melihat Leo datang kembali bersama Arnold. Dia tak ingin berdansa dengan Arnold. Yang benar saja! Tessa melipat kedua tangannya di bawah dada. Tatapan dingin ia lontarkan pada pria yang datang bersama Leo. "Tessa, Daddy akan menemanimu berdansa. Bersenang-senanglah!" Leo tersenyum pada Arnold lalu menoleh pada Tessa yang berdiri di hadapannya. Tessa hanya memalingkan wajahnya dari tatapan Arnold akan dirinya. Leo menepuk bahu Arnold, dia tersenyum lantas berlalu. "Aku sudah pegal menunggu kesempatan ini," bisik Arnold sembari mencondongkan wajahnya pada Tessa. "Berdansa dengan baik, Dad! Jangan membuatku kesal." Tessa menepis tangan Arnold yang asyik menggelitik pinggulnya. Gila! Mesum sekali pria tua ini! Tessa segera memalingkan wajahnya dari tatapan liar Arnold. "Dad?!" Tessa memekik kaget saat Arnold merengkuh pinggang rampingnya. Kini tubuhnya menempel sempurna pada Arnold. "Bagaimana, apakah kamu tetap akan menolakku, Tessa?" bisik Arnold. Bibirnya menyeringai tipis saat Tessa menatap. "Kamu sudah gila, Dad!" Tessa segera mendorong tubuh Arnold darinya, lantas segera berlalu meninggalkan lantai dansa. "Oh wangi sekali." Arnold mengendus telapak tangannya sendiri. Telapak tangan yang telah lancang memegang bokong Tessa barusan. "Dasar pria tidak waras! Aku heran, kenapa Mommy Clara menikahi pria bejat macam itu? Dia bahkan meremas bokong ku di depan banyak orang. Dasar sinting!" Tessa terus menggerutu sembari duduk pada sofa yang ada di sudut ruangan. Di sana cukup sepi, karena kebanyakan tamu berkumpul di tengah ruangan di mana pesta dansa diadakan. "Maaf, kalau aku membuatmu kesal, Nona Willson." Tessa hampir tersedak winenya saat melihat Arnold dengan santai duduk di sampingnya. Matanya segera memindai tempat itu guna menemukan Leo. Shit! Dimana suaminya itu? Leo tak nampak di mana pun. Tessa mulai ketakutan karena Arnold semakin mendekat padanya. "Kamu pasti mencari Leo? Sayang sekali, suamimu itu telah pergi bersama Tuan Charlie. Katanya mereka ada urusan bisnis di luar." Ucapan Arnold membuat Tessa membulatkan matanya. Apa? Leo telah pergi? Pergi meninggalkan dirinya? Ya Tuhan, kenapa Leo tidak mengatakan apa pun padanya? Tessa sangat kesal saat ini. "Hei, jangan marah begitu. Aku akan mengemudikan mobil mu menuju pulang. Jangan cemas, Sayang." Tessa menepis tangan Arnold yang hendak mengusap pipinya. Sial! Kenapa perasaannya sangat tak enak saat ini? Di mana Leo? Tessa segera menghubungi suaminya itu dengan ponselnya. Sial! Hanya suara operator yang terdengar. "Ayo Tessa, kita pulang. Daddy akan mengemudikan mobilmu." Arnold tersenyum smirk seraya merangkul bahu Tessa. "Jangan menyentuh ku!" Tessa menepis tangan Arnold darinya dan memberinya wajah kesal. Dia segera masuk mobil tanpa memadamkan rasa kesalnya. "Hm, kasar sekali. Lihat saja selanjutnya, kamu pasti akan kecanduan pada sentuhanku, Tessa." Arnold tersenyum miring, lantas mengendus telapak tangannya. Wangi parfum Tessa. Arnold memejamkan mata menikmati harumnya vanilla. Tidak! Dia tak boleh melewatkan kesempatan ini. Arnold segera berjalan menyusul Tessa. Tessa segera mengenakan seat belt saat Arnold memasuki mobil. Pria itu menoleh padanya, tapi Tessa segera memalingkan wajah dari tatapan Arnold. Sinting! Tessa mengumpat dalam hati. Arnold tersenyum tipis dan segera melajukan mobil Tessa. Dia tahu jika malam ini rencananya akan berhasil. Perjalanan terasa hampa karena Tessa dan Arnold tidak terlibat obrolan. Tiba-tiba ponsel Tessa berdering. Pasti Leo yang menghubungi. Tessa segera meraih ponsel dari dalam tas kecilnya. Benar, Leo yang meneleponnya, ia sangat lega. ["Darling, apa kamu baik-baik saja? Aku minta maaf tak sempat mengabari mu tadi. Tuan Charlie sangat terburu-buru."] Suara bass Leo dari ponsel Tessa. "Kamu di mana sekarang? Aku akan segera pulang. Kita bisa bertemu di rumah, kan?" tanya Tessa mengabaikan ucapan Leo tadi. ["Darling, aku sepertinya tak bisa pulang malam ini. Tuan Charlie mengajakku ke Manhattan sekarang juga. Kamu akan baik-baik saja, jangan cemas. Daddy Arnold akan mengantarmu pulang."] Arnold lagi! Tessa menghela napas berat mendengar penuturan Leo. Suaminya tidak tahu ayah tirinya itu seekor serigala yang lapar. Bahkan sekarang pun Tessa sangat takut pada pria di sampingnya itu. ["Darling? Kamu baik-baik saja, kan?"] Leo kembali berkata, karena suara Tessa tak terdengar lagi olehnya. "Hm, aku baik-baik saja. Jangan cemas, matikan ponselnya," jawab Tessa berusaha mengerti akan suaminya yang sibuk. ["Baiklah, aku matikan ponselnya. Aku mencintaimu, Tessa!"] Suara Leo pun menghilang seiring jemari Tessa melipat ponselnya. Crazy! Bagaimana sekarang? Leo tak ada di sampingnya. Tessa mulai ketakutan. Ekor matanya melirik ke arah Arnold. Pria itu tampak fokus mengemudi. Perjalanan menuju mansion Leo masih cukup jauh. Namun, tiba-tiba saja Arnold menepi di pinggiran jalan yang sepi. Tessa mulai cemas dan curiga. Kenapa Arnold menepi di tempat seperti ini? "Kenapa berhenti di sini? Cepat kemudikan mobilnya. Aku ingin segera pulang!" Tessa menatap geram pada Arnold. Pria itu masih memegang kemudi. Arnold tersenyum penuh arti pada Tessa. "Kenapa kamu galak sekali? Bisakah kita melakukannya di sini? Aku rasa di dalam mobil lebih asyik," jawab Arnold sembari menoleh pada Tessa. Bibirnya tersenyum seringai, lantas segera membuka seat belt yang melingkar di tubuhnya. "Mau apa kamu, Dad? Jangan kurang ajar! Aku menantu mu!" Tessa segera mundur saat Arnold mendekat padanya. Bahkan pria itu melepaskan tukedo hitamnya dengan santai. "Jangan takut, Tessa. Aku akan pelan-pelan melakukannya. Kamu pasti kecanduan, Sayang." Arnold tersenyum seringai dan segera meraih kedua pipi Tessa, lantas menempelkan bibirnya pada bibir ranum wanita itu. "Umh!" Tessa berusaha berontak. Namun, Arnold mengunci kedua tangan wanita itu dan segera menindih tubuhnya. "Dad ..." Tessa melenguh kala Arnold mengecup di sekitar tulang selangkanya. Kecupan dan gigitan itu sungguh sangat nikmat. Tessa hampir terbuai karenanya. "Tidak, Dad!" racau Tessa tak karuan. Arnold berhasil membuka ritsleting kecil pada punggung gaun Tessa, lantas menurunkan bagian atas gaunnya hingga berkumpul di pinggang. Dengan bersemangat Arnold segera menyerang kedua bongkahan besar di bagian depan tubuh wanita itu. Tessa mengerang hingga meracau tak karuan. Sentuhan Arnold telah memantik api gairah yang telah lama padam. Mengisi bagian yang lama dikosongkan pada dirinya, dan membentuknya kembali utuh. Perlahan dia pun melepaskan cengkeraman tangannya dari punggung Arnold. Matanya terpejam tak menentu. "Kamu menyukainya, Tessa?" bisik Arnold. Hilang sudah kewarasannya, Tessa mengangguk tak terkendali. Arnold pun merengkuh tubuh Tessa dengan penuh gairah. "Ayo kita lakukan, Sayang."Paginya Leo segera terbang ke Toronto - Kanada. Dia juga mengajak William, Mia dan Alex untuk menemaninya. Pikirannya sangat kacau karena mencemaskan Tessa.Semalaman dirinya tak bisa tertidur. Kenapa Nyonya Willson menangis saat menghubunginya? Apa yang sebenarnya terjadi? Leo mengusap wajahnya lalu menoleh pada William yang sudah terlelap di sampingnya. Mereka sedang duduk di dalam pesawat saat ini.Pukul empat sore akhirnya jet pribadi pun mendarat di bandara utama Toronto - Kanada.Leo berjalan sembari menggendong William. Dia sangat senang melihat putranya tampak menikmati perjalanan jauh pertamanya itu. Sementara Mia dan Alex berjalan di belakang Leo. Keduanya juga sangat mencemaskan Tessa.Mobil Limousine putih menjemput Leo di bandara. Nyonya Willson yang mengirim mobil itu untuk menjemput menantu dan juga cucunya. Mobil mewah itu akan membuat perjalanan mereka nyaman menuju kediaman Nyonya Willson di daerah puncak.Sepanjang perjalanan Leo tak banyak bicara. Sementara Mia
Hari berikutnya Nyonya Willson membawa Tessa ke Toronto, Kanada. Leo berusaha mati-matian agar Nyonya Willson tidak membawa Tessa. Namun apalah daya, sang ibu mertua sudah bulat pada keputusannya. Bahkan Nyonya Willson melarang Leo untuk ikut ke Kanada.Hari-hari pun terus berjalan. Sudah hampir enam bulan Tessa koma. Dengan kondisinya tak juga berangsur membaik, akhirnya Nyonya Willson membawanya pulang ke mansion miliknya. Di sana Tessa tetap mendapatkan perawatan medis yang intens.Sementara Leo sedang menikmati hidupnya yang sudah seperti di dalam neraka. Dimana penyesalan selalu membuatnya terpuruk dalam sisi gelap hidupnya tanpa Tessa. Nyonya Willson melarang dirinya untuk melihat kondisi Tessa selama enam bulan terakhir.Hanya William yang membuat Leo tetap kuat untuk bertahan dan terus menjalani hidup yang terasa hampa. Dia selalu mendoakan Tessa dalam kepedihan yang sedang mendera jiwanya. Leo berharap Tessa segera bangun dari koma."Bagaimana dengan kondisi Tessa?"Alex
Siang itu sedang turun salju. Mobil ambulans melaju kencang membawa Tessa menuju rumah sakit. Leo duduk di dalam mobil ambulans. Wajah kuyu pria itu tampak memprihatinkan. Tangan Leo menggenggam jemari Tessa. Hati dan pikrannya diliputi rasa takut yang luar biasa.'Apakah Tessa akan baik-baik saja? Tidak, dia pasti akan baik-baik saja!' bathin Leo tak bisa tenang.Ini semua karena kesalahannya!Ya, Tessa seperti ini karena salahnya! Andaikan dirinya mau sedetik saja menahan emosi dan mendengar penjelasan Tessa malam itu, pasti semuanya tidak akan seperti ini.Leo menggelengkan kepalanya dengan air mata yang berderai. Wajah pucat Tessa yang dia pandangi. Dia sudah salah besar pada istrinya itu. Dia sangat menyesal telah mengusir Tessa dari rumahnya malam-malam, sampai akhirnya hal buruk ini menimpa istrinya."Aku tak pantas dimaafkan, Tessa. Semua ini karena salahku. Namun, aku mohon ... kamu harus bertahan. Paling tidak demi putra kita, William ..." Leo mengecup jemari Tessa dengan
Pesta besar-besaran sedang belangsung di kediaman Hisaki pagi itu. Para tamu dari dalam dan luar negeri tampak sudah memadati pesta. Hisaki Shimada memang seorang Bos Yakuza. Namun, dia juga dikenal sebagai pebisnis yang sukses.Pesta besar itu menghabiskan sampai ratusan juta yen. Persetan dengan semua itu. Baginya menikahi Tessa adalah suatu anugerah yang sangat indah dalam hidupnya. Dia sangat bahagia pagi ini.Tuxedo hitam dengan dasi kupu-kupu tampak begitu gagah membalut tubuh atletis Hisaki. Semua tamu tak henti memuji-muji ketampanan pria itu.Sebagai seorang bos besar dari komplotan para Yakuza, Hisaki memang terlalu tampan dan masih amat muda untuk menaklukan dunia hitam para gengster. Pun demikian dia begitu memesona di mata para wanita, entah kenapa Tessa tak juga jatuh hati padanya.Ah, sudahlah!Persetan dengan semua itu. Hisaki bersulang dengan para koleganya sambil tertawa bahagia. Dia tak ingin merusah mood yang baik di hari ini dengan memikirkan hal yang tidak pen
"Lepaskan aku, Hisaki! Aku tak mau! Hentikan!"Teriakan dan rintihan Tessa menyeruak seisi ruangan luas kamar utama di sebuah mansion mewah. Baru saja dirinya merasa tenang dan akan tertidur, tiba-tiba saja Hisaki datang dalam keadaan mabuk berat.Pria itu langsung menanggalkan pakaian dan memaksa Tessa untuk bercinta. Meski Tessa berusaha menolaknya, tapi dia tak bisa menahan tenaga Hisaki yang jauh lebih kuat darinya. Terpaksa dirinya melayani nafsu liar pria itu."Oh, Tessa ..."Hisaki berdesah puas setelah ledakkan kenikmatan yang baru saja dia rasakan. Sementara Tessa hanya memalingkan wajahnya dari senyum kepuasan Hisaki.Dengan tubuh ringkihnya Hisaki segera berguling ke kasur kosong di samping Tessa. Dia pun segera terlelap. Hisaki sudah tak sabar menunggu pagi tiba. Dia ingin segera menikahi Tessa. Kenikmatan itu sudah membuatnya kecanduan dan gila secara bersamaan.Tessa segera bangkit dari ranjang kusut itu. Ia mengusap kedua pipinya yang basah, lantas berjalan menuju ka
Siang itu di kantor Scoth Company Group.Leo dan Alex yang terlihat sedang duduk di sebuah mini bar yang berada di ruangan CEO. Keduanya sedang menikmati sebotol red wine. Wajah dua orang pria itu tampak sedang dilanda dilema yang rumit.Bagaimana tidak? Tessa telah hilang entah kemana. Leo dan Alex sudah mencarinya ke beberapa tempat. Bahkan mereka juga sudah menghubungi pihak kepolisian dan tim khusus untuk membantunya mencari Tessa.Namun, Tessa tak juga ditemukan dimana rimbanya. Wanita itu seolah hilang bak ditelan bumi.Leo sangat frustasi memikirkan Tessa. Dia juga tak henti menyalahkan dirinya yang sudah mengusir istrinya itu dari rumah. Kini yang ada di kepalanya, bagaimana jika sudah terjadi hal buruk pada Tessa? Dia tak akan bisa memaafkan dirinya sendiri kalau sampai hal itu yang terjadi."Aku sudah menemui Noah untuk melacak keberadaan Tessa. Namun, Noah berkata dia tak bisa melacak keberadaan Tessa. Noah mengatakan, jika ada kemungkinan besar Tessa tak ada di seluruh Am