“Untungnya memar di wajah kamu enggak terlalu serius, orang ini pasti tidak semarah itu ketika mengayunkan tangan kepada kamu.” Alisha memilih tetap diam dan membiarkan dokter yang di panggil Arjuna melakukan tugasnya.
Sebelumnya, Alisha yang memang menjadi lebih pendiam setelah kembali dari pesta perayaan di keluarga Erlang tidak menyadari bahwa Arjuna mengikutinya hingga ke paviliun kanan.
“Saya enggak suka mainan yang jelek, karena itu saya harus di sini untuk memastikan kamu mendapatkan perawatan yang semestinya.” Jelas Arjuna kepada Alisha yang terang-terangan ingin mengusir laki-laki tersebut, “Sebastian sedang memanggil Ruben, dia dokter yang akan memeriksa kamu.” Arjuna dengan santai memasuki kamar Alisha dan duduk di sofa di dekat jendela besar, “Saya akan tetap di sini sampai Ruben datang.”
Di dalam kamar Alisha, Arjuna bertingkah menyebalkan. Laki-laki itu terus saja mengomentari hasil kerja dokter pilih
“Bangun.”Alisha yang sudah akan terlelap kembali membuka matanya begitu mendengar sentakan bernada kasar dari Arjuna. laki-laki berhidung bangir itu duduk di sisi ranjang dengan wajah masam.“Eng, tuan Arjuna belum kembali ke rumah utama?” Alisha sedikit meringis ketika Ajuna menekan memarnya dengan handuk hangat.“Biar saya sendiri aja tuan.”Arjuna berdecak, laki-laki itu dengan kesal menekan memar Alisha dengan sedikit bertenaga. Hal itu membuat Alisha mengaduh, tapi bukannya merasa iba, Arjuna justru sibuk menggerutu.“Jangan manja!”“Tadi itu sakit. Kalau tuan Arjuna memang enggak bisa, biar saya sendiri aja yang melakukannya.” Alisha menahan tangan Arjuna yang akan kembali menempelkan handuk hangat di memarnya, “Atau saya akan minta bantuan Sebastian aja nanti.”‘plung!’Alisha berjengkit karena Arjuna tiba-tiba saja bangkit dari duduknya
“Tuan menyukainya?”Arjuna memejamkan mata, bibirnya sejak tadi tidak bisa berhenti mendesis. Sedangkan di bawah sana Alisha dengan nakal memutar lidahnya dengan lambat.“Eng, saya.. boleh melakukan ini?”Tubuh Arjuna berkedut begitu Alisha menggunakan giginya dengan main-main, rasa geli yang samar menyeruak bersamaan dengan hasrat yang menggulung. Kepala Arjuna benar-benar dibuat pening karenanya.“Tuan..”‘Sialan! Ini benar-benar nikmat.’ Arjuna membatin, matanya terpejam kian rapat begitu juga kepalanya yang semakin menengadah sedangkan pinggulnya bergerak mengikuti mulut Alisha yang sedang memanjakannya.“Tuan..”Kening Arjuna berkerut, laki-laki itu tiba-tiba saja merasakan sesuatu yang janggal.“Tuan.. anda baik-baik saja?”“A..Alisha?” Arjuna mulai meracau, sosok Alisha tiba-tiba saja menjadi samar di matanya, “Enggak, kamu e
“Semalam saya melihat tuan Arjuna keluar dari kamar anda dengan wajah merah padam, langkah kakinya cepat seperti sedang marah. Eng.. apa anda dan tuan Arjuna bertengkar nona?.” pelayan perempuan yang di tugaskan untuk melayani Alisha bertanya, “Oh, saya bukan bermaskud untuk tidak sopan, hanya saja saya perlu memastikan keadaan anda baik-baik saja setelahnya.”Alisha meringis, perempuan itu bingung sendiri bagaimana cara menjelaskan kejadian semalam. Alisha tidak mengingat apapun selalin rasa kantuk yang teramat sangat hingga akhirnya begitu ia kembali membuka mata, pelayannya sudah berdiri tegak di samping ranjangnya dan bertanya menu sarapan apa yang ingin ia makan hari ini.“Ah itu.. saya..”‘Brak!’Alisha dan sang pelayan sama-sama terkejut, tapi ke duanya tidak bisa melakukan apapun untuk mengur seseorang yang sudah dengan tidak sopan menerobos masuk ke dalam kamar Alisha.“Selamat malam tu
Anggela menerima cangkir teh dari salah satu perempuan penghuni paviliun kanan, perempuan berambut seikal boneka itu duduk di ranjangnya dan mengelusi kaki Anggela yang di tutupi selimut dengan penuh perhatian. Sedangkan ke dua perempuan lainnya duduk di sofa sembari meremas bantal dengan gemas.“Kurang ajar!” Perempuan dengan mata besar khas Timur Tengah membuang bantal kecil di pangkuannya dengan penuh emosi, “Kalau di biarkan seperti ini, lama-lama anak baru itu pasti betulan ngelunjak.”“Benar kak, berani sekali dia mempermainkan tuan Arjuna. Membuat tuan kelabakan kemudian mengorbankan harga diri kak Anggela.” Perempuan berkulit pucat kahas penduduk Eropa ikut menimpali, “Kali ini, kita benar-benar harus melakukan sesuatu.”Anggela menatap cangkir tehnya dengan tatapan tak terbaca, wajahnya mengeras begitu melihat bayangan wajah Alisha di dalam tehnya.“Kita harus menyingkirkan perempuan itu.&rdqu
“Oke, udah bagus kok ini. Memarnya juga sudah hilang, enggak ada tanda-tanda yang fatal juga.” Ruben menyentuh wajah Alisha dengan hati-hati, secara teliti memperhatikan pipi Alisha yang sekarang sudah kembali berwarna kemerahan. “Kamu sudah bisa berhenti mengoleskan salap ya Al.”“Baik dok.”“Sebastian, antarkan dokter Ruben ke depan, sekarang!”Ruben memutar mata, Arjuna benar-benar tidak memberi celah. Lelaki itu dengan kurang ajar mengharuskannya menggunakan sarung tangan latex jika ingin memeriksa Alisha, Arjuna bahkan menetapkan jarak aman sebelum akhirnya Alisha yang polos bertanya.“Memangnya kalau dari jarak sejauh itu, dokter Ruben bisa melakukan pemeriksaan?”Arjuna benar-benar merepotkan!“Ngomong-ngomong Al, saya juga bisa jadi tempat konsultasi kalau kamu mau.”“Ya?”Ruben menunjuk tulang selangka Alisha dengan wajah datar
Alisha memperhatikan sekelilingnya, para pelayan sibuk menurunkan barang bawaan sedangkan para nona sibuk terkikik membicarakan sesuatu yag tidak ia mengerti.“Ini nona,” Alisha terkejut begitu seorang pelayan menyodorkan topi lebar untuknya, “Cuacanya berangin, rambut nona bisa berantakan nanti.”Sejujurnya, Alisha tidak mempermasalahkan hal tersebut, tapi karena rasanya tidak sopan menolak kebaikan orang lain mau tidak mau Alisha menerima dan mengenakannya di kepala.“Al, kamu mau berdiri di sana sampai kapan?” Perempuan dengan mata besar melambaikan tangan dari kejauhan, “Kemari, bergabung bersama kami.”Alisha lebih dulu menghela napas, menyiapkan diri untuk pertempuran yang bisa kapan saja terjadi.“Alisha!” Teriak salah satu nona sekali lagi, sepertinya mereka mulai kesal karena perempuan itu tidak juga kunjung mendekat. “Astaga, apa sih yang kamu pikirkan. Bukannya langsung ke
Arjuna jelas tidak berfikir dua kali, ketika berlari dan melompat begitu saja ke dalam air setelah melepas jas mahalnya. Lelaki itu berusaha berenang secepat mungkin demi meraih tubuh Alisha yang secara perlahan mulai tenggelam.“Juna!” Ruben berteriak dari pinggiran danau, wajahnya juga pias. Tidak menyangka akan melihat pemandangan seperti itu di depan matanya, “Sialan!” desisnya dengan rasa bersalah, ketika tubuh Arjuna ataupun Alisha belum juga muncul kepermukaan.Beberapa saat lalu, Arjuna langsung menyeretnya memasuki mobil. Lelaki itu merasa tidak tenang karena Ruben merasa ada sesuatu yang janggal dari ucapan Anggela ketika berpamitan. Ruben hanya tidak menyangka, kalau kecurigaannya benar-benar akan terjadi sefatal ini.“Juna!” Ruben bergegas mendekat, membantu temannya itu mengeluarkan tubuh Alisha yang sudah tidak sadarkan diri dari dalam air. “Baringkan Alisha di atas rerumputan.”Arjuna menurut,
Alisha tertawa mendengar lelucuan dokter Ruben, lelaki periang itu selalu memiliki cerita lucu untuk ia bagi setiap kali waktu kunjungan. Alisha bahkan harus berkali-kali mendapati pelototan tajam dari Arjuna setiap kali ia terbatuk karena tertawa terlalu kencang. Dokter ruben bilang, ada terlalu banyak air yang masuk ke tubunya dan menumpuk di paru-paru. Karena itu Alisha akan mengalami kesulitan bernapas selama beberapa hari kedepan.“Pakai oksigen kamu dulu,” Arjuna bergegas memasangkan alat bantu pernapasan begitu Alisha mulai kepayahan, jika sudah begitu Ruben juga akan berhenti bercerita.“Sakit.”“Makanya jangan banyak tingakah.” Ucap Arjuna tanpa perasaan.Ruben yang melihat intiraksi antara kedua orang itu hanya bisa mengulum senyum, ke dua pasangan itu benar-benar lucu di matanya.“Sabar ya Al, semoga enggak lama lagi kamu enggak perlu menggunakan alat bantu pernapasan lagi.”Alisha m