“Perempuan itu sudah menunggu di ruang tamu, tuan.”
Arjuna melirik Sebastian dengan dingin, laki-laki itu dengan santai menarik kaus dari lemari dan mengenakannya.
“Tuan yakin dia putri Galahan Erlang?”
“Kita akan pastikan nanti, perempuan itu jelas sama sekali tidak menyayangi nyawanya jika berani membohongi Arjuna Adhiyaksa.”
Sebastian menunduk, tidak lagi bertanya dan membiarkan tuan yang sudah di layaninya selama dua puluh tiga tahun itu melewatinya.
***
Arjuna melipat tangan di depan dada, memandangi perempuan kumuh yang beberapa saat lalu mengusik kesenangannya. Di matanya Alisha tidak banyak berubah meski Sebastian sudah meminjamkan salah satu gaun lama Anggela kepadanya.
“Jadi apa yang membuktikan kalau kamu adalah putri Galahan Erlang?”
Alisha gugup dengan pertanyaan yang tiba-tiba di ajukan oleh Arjuna, perempuan itu sedikit gelagapan dan hal tersebut membuat Arjuna naik pitam.
“Kamu menipu saya?!” sentak laki-laki itu berang.
“En- enggak, saya enggak menipu siapapun. Saya memang putri Galahan Erlang, lebih tepatnya putri yang tidak ingin Galahan akui.”
Arjuna menipiskan bibir, laki-laki itu masih tidak bisa percaya begitu saja pada ucapan perempuan berdada rata di hadapannya. Iya, perempuan yang duduk di hadapannya itu berdada rata. Arjuna bahakan bisa menebak ukurannya tidak akan melebihi 32C.
“Kalau begitu buktikan.” Arjuna kembali memfokuskan pandangannya kepada Alisha setelah sebelumnya mencuri-curi pandang pada belahan dada lawan bicaranya.
“Keluarga Erlang punya rahasia besar, ini tentang kasusus penyelundupan aset negara yang sempat menjadi berita besar beberapa tahun yang lalu." Alisha membulatkan tekad, "Galahan Erlang adalah orang yang seharusnya bertanggung jawab atas kasus tersebut.”
Arjuna langsung menegakan bahu begitu Alisha menyelesaikan kalimatnya, “Lanjutkan.”
“Dulu keluarga Erlang memiliki partner bisnis sekaligus rekan dalam dunia politik yang cukup dekat, Ganindra Tarumanegara. Bersama-sama mereka bersinar dalam dunia politik di negeri ini. Sayangnya, proyek yang sedang mereka jalani tersandung kasus korupsi. Galahan dan Ganindra di tuduh melakukan penyelundupan ilegal pada salah satu asset negara.”
Arjuna sebisa mungkin menahan ekspresinya meski tangannya sudah terkepal kencang, laki-laki itu mengingat dengan jelas kisah yang sedang di ceritakan oleh Alisha. Karena saat itu, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Ganindra Tarumanegara frustasi dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
“Galahan di bebaskan dari tuntutan karena di anggap tidak bersalah, di dalam dukumen hanya ada cap milik keluarga Tarumanegara. Di tambah lagi, Ganindra Tarumanegara melakukan tindakan bunuh diri. Hal itu memperkuat dugaan publik bahwa Galahan hanya terjebak pada situasi yang salah.” Alisha menelan ludahnya dengan susah payah.
“Publik sama sekali tidak mengetahui kebenarannya, bahwa Galahan adalah pelaku utama dalam kejahatan tersebut. Sedangkan Ganindra adalah korban, laki-laki tidak bersalah itu bahkan mati tanpa mengatahui bahwa ia telah di khianati oleh sahabat baiknya sendiri.”
Arjuna menatap Alisha dengan pandangan tidak terbaca, “Semua itu tidak ada hubungannya dengan saya.”
“Tentu saja ada.” Jawab Alisha dengan tegas, perempuan itu sama sekali tidak ragu ketika melanjutkan kalimatnya, “Karena tuan Arjuna adalah putra tunggal Ganindra Tarumanegara, meski sekarang tuan memilih untuk menggunakan nama belakang keluarga ibu anda.”
Tangan Arjuna terkepal, laki-laki itu tidak menyangka kalau pengemis yang menyelinap masuk ke dalam mansionnya itu mengetahui banyak hal tentangnya.
“Galahan juga sudah mengetahuinya tuan. Bisa jadi saat ini dia sedang menyusun rencana untuk menyingkirkan anda.” Alisha semakin percaya diri begitu mendapati raut wajah Arjuna yang tidak lagi terlihat datar, laki-laki itu jelas sudah terpengaruh dengan kata-katanya.
“Di dunia ini enggak ada luka yang paling menyakitkan di banding di khianati oleh keluarga sendiri tuan, bersama saya tuan Arjuna enggak hanya akan membuat keluarga Erlang runtuh. kita bisa membuat keluarga angkuh itu enggak akan berani mengangkat wajah mereka lagi untuk selamanya.”
Warung dagangan Alisha tampak ramai, Ruben berdiri sembari berkacak pinggang. Memperhatikan satu persatu pelanggan yang datang.“Mas, ini uangnya.”“Ah, iya. Berapa total belanjaannya, Bu?”“Lima puluh ribu.”Ruben mengabaikan tawa perempuan paruh baya di hadapannya dan fokus menghitung uang kembalian.“Mas, pacarnya Mbak Alisha?”Ruben mengulas senyum dan membiarkan para pelanggan Alisha berpikir sesuka mereka. Bagi Ruben, lebih baik di kenal sebagai kekasih Alisha dibandingkan harus menerima banyak tawaran tidak masuk akal para pelanggan Alisha yang terlihat sangat semangat menjodohkannya dengan salah satu putri mereka.“Ini Mas, tolong kembaliannya.”Ruben memperhatikan lelaki yang terlihat aneh di matanya, pelanggan Alisha yang satu ini mengenakan topi dan juga jaket kulit di tengah hari yang panas.“Mas,” panggil lelaki itu lagi. “Kembalia
Ruben tertawa senang karena berhasil menjahili Alisha, tetapi raut kesenangan di wajah Ruben menghilang begitu melihat wajah Alisha yang benar-benar seputih kapas.”Astaga, ada apa?””Ada apa?!” Alisha mengepalkan tangannya dengan erat, dengan emosi yang tidak lagi dapat perempuan itu tahan, Alisha menghujani Ruben dengan banyak pukulan. ”Aku kira aku akan mati hari ini!””Oh ayolah, jangan berlebihan.” Ruben mengunci leher Alisha dengan lengannya kemudian memaksa perempuan itu berjalan bersamanya. ”Ayo aku antar kamu pulang.”“Enggak perlu! Aku bisa pulang sendiri.””Serius, Al? Kamu merajuk?” Ruben mengikuti Alisha dengan seringai yang menyebalkan, bagi lelaki itu Alisha memang hiburan yang menarik di sela-sela kesibukannya bekerja. ”Kamu merajuk?””Enggak!”“Benar kamu merajuk.” Ruben menganggukkan kepala seolah i
Galahan tidak bisa diam saja, Brama pasti sudah bergerak dan membuat rencana di luar sana. Ia juga harus melakukan hal yang sama, membangun kekuatannya meski dibatasi dinding penjara. Tekadnya membuat lelaki itu dapat beradaptasi dengan kehidupan penjara yang keras, Galahan memiliki kelompoknya sendiri sekarang.“Ini, aku berhasil mendapatkannya.”Galahan menepuk-nepuk kepala pesuruhnya dengan bangga, entah bagaimana Galahan merasa jika beberapa penjaga mengawasinya. Hal itu membuat lelaki itu lebih berhati-hati dalam bergerak dan mau tidak mau memanfaatkan anggota kelompoknya untuk meraih apa yang ia mau.“Ambillah.” Galahan melempar tiga puntung rokok yang langsung menjadi rebutan, lelaki itu tidak peduli. Galahan memilih beranjak ke sudut ruangan dan menekan sebaris nomor pada ponsel yang berhasil bawahannya pinjam. “Ayolah, kenapa mereka sulit sekali mengangkat telepon dari orang asing!” geramnya karena lagi-lagi Ruben men
Brama memperhatikan penampilannya terbarunya dengan perasaan bangga, lelaki paruh baya itu baru saja memangkas rambutnya menjadi lebih rapi. Brama juga bercukur dengan bersih hari ini, ia juga mengenakan setelan rumahan yang nyaman.”Aku benar-benar merindukan kehidupan ini.””Ini memang kehidupan yang seharusnya Pak Brama miliki.” Yuda datang dengan sekantung belanjaan di tangannya. “Bersiaplah, Nona Anggela mungkin sebentar lagi akan tiba.”“Apa tidak masalah jika aku hanya berpakaian seadanya seperti ini?”Yuda memperhatikan pakaian Brama kemudian mengangguk. ”Ini bukan pertemuan bisnis, santai saja.” Lelaki itu kemudian sibuk dengan berbagai macam bahan masakan dan menatanya di atas meja. ”Anda bisa mengambil wine di gudang, Nona Anggela sangat menyukainya.””Oh, tentu. Biar aku ambilkan.”Begitu kembali, Brama melihat sosok Anggela duduk dengan nyaman di
Sebastian menyambut Ruben dengan langkah memburu, kepala pelayan itu memang menghubungi Ruben begitu menemukan Arjuna terkapar di ruang kerjanya di antara belasan botol wine.“Tuan Arjuna ada di kamarnya.”Ruben mengangguk, tanpa kata lelaki itu membuka pintu lebar yang cukup sering ia masuki. Ruben mendengus, melihat Arjuna dengan wajah pucatnya di kelilingi oleh Anggela dan Regina yang hanya mengenakan pakaian tidur tipis dan kekurangan bahan.”Pergi! aku harus memeriksanya,” usir Ruben tanpa takut.”Kami hanya khawatir, Tuan Arjuna tiba-tiba saja menghilang dan di temukan pingsan di ruang kerja. Padahal sebelumnya kami sedang bersenang-senang.” Regina mengusap dada Arjuna dengan pelan. “Aku enggak mau pergi sebelum memastikan Tuan Arjuna baik-baik saja.”Ruben mendengus. “Jangan khawatir, ini hanya masalah usia.”“Ya!” protes Arjuna tidak terima. ”Pergilah, aku
Sebastian berdiri diam, kepala pelayan itu sama sekali tidak dapat melakukan apa pun saat ini. Arjuna sedang gelap mata, lelaki itu sejak tadi tidak bisa berhenti meneguk winenya sembari berkeliling menghampiri para koleganya. Bukan untuk membicarakan pekerjaan, malainkan memamerkan mainan barunya.”Benar-benar luar biasa, Pak Arjuna. Anda bahkan bisa mendapatkan Regina.”Arjuna memberikan senyum kecil, lelaki berperut buncit di hadapannya ini sama sekali tidak menutupi kekagumannya pada Regina yang memang terlihat menawan dengan gaun malamnya.“Anda harus menghubungi saja jika ingin mengirim Regina ke area pelelangan.”Arjuna terlihat berpikir. ”Entah lah, Pak Rudi. Sepertinya kali ini Anda harus menunggu cukup lama karena aku ternyata merasa sangat puas dengan apa yang sanggup Regina berikan kepadaku.” Arjuna mendekatkan wajah ke telinga koleganya yang sudah berusia tujuh puluh tahun lebih. ”Saya takut Anda tida