“Tidak! tolong, saya perlu berbicara dengan tuang Arjuna. Tolong jangan usir saya.”
Si penjaga yang geram langsung menurunkan tubuh Alisha dengan kasar, “Kamu benar-benar pembawa bencana! Tuan Arjuna pasti akan menghukum kami dan itu semua karena pengemis sialan seperti kamu!”
“Saya bukan pengemis, tolong. Tuan Arjuna pasti mau menemui saya kalau dia tau saya salah satu putri Galahan Erlang.”
Si penjaga tertawa, “Jangan bercanda, Galahan Erlang itu bukan orang sembarangan. Mereka keluarga terpandang! Mana mungkin mereka memiliki putri seorang pengemis.” Laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun itu menunduk, menatap mata bulat Alisha dengan tajam, “Saya tau apa yang kamu rencanakan, kamu pasti ingin mencoba menggoda tuan Arjuna dengan harapan bisa menjadi salah satu koleksinya kan?”
Mata laki-laki itu menyusuri tubuh Alisha dengan pandangan kurang ajar, “Jangan bermimpi nona, selera tuan Arjuna itu enggak sembarangan!”
“Saya belum mau pergi sebelum berhasil mendapat kesepakatan dengan tuan Arjuna.”
Si penjaga menulikan telinga, laki-laki itu terus menyeret tubuh Alisha dengan kasar hingga ke pintu gerbang, “Pergi dan jangan pernah kembali.”
‘brak’
Pintu ditutup kasar, Alisha yang jatuh tersungkur hanya bisa memandangi gerbang mansion Arjuna dengan mata berkaca-kaca.
“Enggak, Alisha. Kamu enggak boleh menyerah, kamu harus membalas kematian Ibu.” Perempuan berusia dua puluh lima tahun itu menggumam sembari mengusap air matanya dengan kasar, “Kamu sudah sejauh ini, jangan sia-siakan kesempatan ini Alisha.”
Alisha menarik napas dalam, setelah beberapa saat perempuan itu bangkit. Langkah kakiknya tertatih ketika berusaha mendekati pintu gerbang.
“Saya putri Galahan Erlang, tuan Arjuna. Saya salah satu putri musuh terbesar anda!” Alisha berteriak, perempuan itu sama sekali tidak peduli pada kemungkinan pita suaranya akan putus.
“Tuan bisa memanfaatkan saya untuk menjatuhkan keluarga Erlang!” Alisha masih belum menyerah, “Tolong dengarkan dulu penawaran dari saya tuan, saya mohon.” Lirih Alisha di ujung kalimatnya.
‘brak’
Alisha terkejut, karena pintu gerbang tiba-tiba saja terbuka. Tubuhnya yang menyandari gerbang limbung dan jatuh menghantam paving block.
“Apa yang kamu lakukan di sana?”
Alisha yang mengenali Arjuna langsung bangkit, meski ia harus mengaduh karena kakinya ternyata terluka.
“Ck, kamu benar-benar merepotkan.” Arjuna mengedikan dagu, meminta salah satu penjaga memapah Alisha. “Patikan kamu benar-benar berguna untuk saya, karena kalau enggak. Saya sendiri yang akan menemani kamu mengucapkan selamat tinggal kepada matahari besok pagi.”
***
Alisha duduk dengan gugup, lukanya sudah di obati. Laki-laki berusia empat puluh tahun yang memperkenalkan diri sebagai kepala pelayan sudah merawat lukanya dan memberikannya perban, Alisha juga di minta membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Arjuna.
“Nona benar-benar salah satu putri keluarga Erlang?”
Alisha mengangguk cepat, “Memang tidak banyak yang tau jika Galahan Erlang memiliki putri selain yang sekarang cukup sering wara wiri di televisi. Tetapi saya bersumpah, saya benar-benar putri keluarga Erlang.”
“Tuan Arjuna sudah lama ingin menjatuhkan keluarga Erlang, anda tidak menghawatirkan keluarga anda?” kepala pelayan bertanya penasaran.
“Di dalam darah saya memang mengalir darah Erlang, tapi itu sama sekali tidak membuat saya menjadi bagian dari mereka.” Alisah mengepalkan tangganya kuat. “Mereka bukan keluarga saya, jadi kenapa saya harus khawatir?”
Kepala pelayan mengangguk, laki-laki tua itu enggan mengusik Alisha lebih jauh setelah melehat wajah perempuan itu mengeras.
“Tuan Arjuna mungkin akan datang sebentar lagi, jadi saya permisi dulu nona.” Laki-laki itu menunduk sekilas sebelum menghilang di balik pintu.
“Perempuan itu sudah menunggu di ruang tamu, tuan.” Arjuna melirik Sebastian dengan dingin, laki-laki itu dengan santai menarik kaus dari lemari dan mengenakannya. “Tuan yakin dia putri Galahan Erlang?” “Kita akan pastikan nanti, perempuan itu jelas sama sekali tidak menyayangi nyawanya jika berani membohongi Arjuna Adhiyaksa.” Sebastian menunduk, tidak lagi bertanya dan membiarkan tuan yang sudah di layaninya selama dua puluh tiga tahun itu melewatinya. *** Arjuna melipat tangan di depan dada, memandangi perempuan kumuh yang beberapa saat lalu mengusik kesenangannya. Di matanya Alisha tidak banyak berubah meski Sebastian sudah meminjamkan salah satu gaun lama Anggela kepadanya. “Jadi apa yang membuktikan kalau kamu adalah putri Galahan Erlang?” Alisha gugup dengan pertanyaan yang tiba-tiba di ajukan oleh Arjuna, perempuan itu sedikit gelagapan dan hal tersebut membuat Arjuna naik pitam. “Kamu menipu saya?!” sen
Arjuna tersenyum miring, rupanya perempuan kumuh itu benar-benar tidak mengenal siapa Arjuna Adhiyaksa atau yang dulu di kenal sebagai Arjuna Tarumanegara. Laki-laki itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk menjatuhkan keluarga Erlang, tapi begitu melihat keteguhan di mata Alisha, Arjuna menjadi penasaran. Hal apa yang membuat perempuan kurus kerempeng itu bertekad menghancurkan keluarganya sendiri. “Kamu tau artinya jika saya menerima penawaran kamu ini?” tanya Arjuna sembari mengusap bibirnya yang penuh, laki-laki itu menyeringai begitu Alisha mengerutkan kening. “Saya tidak melakukan penawaran dengan tangan kosong..” “Alisha, tuan Arjuna bisa memanggil saya Alisha.” Arjuna mengangguk, laki-laki itu memajukan tubuhnya agar bisa memandang Alisha dengan lekat, “Saya enggak pernah melakukan penawaran dengan tangan kosong, Alisha.” Arjuna tersenyum lebar, entah kenapa laki-laki itu menyukai bagaimana mulutnya melafalkan nama tersebut. “M
“Kalian udah liat orangnya?” Tanya seorang perempuan berambut ikal sembari mengaduk tehnya. “Yang waktu itu nerobos keamanan di depan kan?” “He’em, perempuan kumal yang dengan enggak tau dirinya ngajuin penawaran ke tuan Arjuna.” Sambung perempuan lain yang saat ini sedang sibuk dengan semangkuk salad dan satu iris dada ayam. “Dia masih tinggal di rumah utama semalam, mungkin lusa baru di tempatkan di paviliun ini.” “Apa kita harus buat semacam pesta penyambutan? Perempuan dengan rambut ikal kembali bertanya sembari terkikik. “Boleh juga, gimana kak?” si perempuan yang sejak tadi sibuk dengan mangkuk saladnya menoleh, bertanya kepada perempuan anggun yang mendengarkan pembicaraan mereka tentang koleksi baru tuan Arjuna Adhiyaksa. “Boleh aja, sebagi senior kita memang harus mendisiplinkan anak itu kan? Supaya dia tau batasan-batasan apa aja yang harus dia perhatikan di sini.” Anggela tersenyum simpul sembari memakan buah apel sabagai sa
Alisha menatap meja makan yang penuh dengan berbagai macam jenis sayuran, perempuan itu tidak dapat menahan diri untuk tidak meringis. Alisha bisa membayangkan akan selapar apa perutnya sampai waktu makan siang nanti jika hanya di isi dengan berbagai jenis sayuran tanpa sesuap nasi. “Jadi nama kamu Alisha?” Alisha mengalihkan pandangan kepada Anggela yang duduk di ujung meja, perempuan dengan lipstick semerah darah itu menunjukan kuasanya dengan baik. Alisha bahkan tidak perlu bertanya untuk menyadari bahwa Anggela adalah orang yang paling menguasai paviliun kanan. “Kamu benar-benar putri Galahan Erlang?” perempuan dengan rambut ikal bertanya. “Iya.” Jawab Alisha sembari memindahkan beberapa lembar selada ke mangkuknya, perempuan itu sama sekali tidak habis pikir bagaimana nona-nona muda ini bisa sangat menikmati sarapan mereka. “Kamu enggak suka makanannya?” tanya perempuan bermata bundar. “Ah, kamu pasti enggak terbiasa dengan salad.” Ucap p
Arjuna mengetuk-ngetukan jarinya ke pinggiran meja, di hadapannya sudah berdiri lima orang Wanita dengan penampilan yang jauh dari kata Anggun. Untuk pertama kalinya, Arjuna melihat para mainan yang ia koleksi muncul dengan wajah penuh kotoran tanah dan tatanan rambut yang berantakan.“Alisha yang lebih dulu mencari gara-gara.” Adu Anggela cepat.Ke tiga perempuan lain ikut mendukung dengan menganggukan kepala secara bersamaan.“Benar tuan, kami semua sudah berbaik hati menyiapkan pesta penyambutan untuk Alisha. Ka Anggela bahkan dengan sangat murah hatinya meminta koki mencarikan menu makanan kesukaan Alisha.” Perempuan dengan mata bulat memandang Alisha dengan marah, “Tapi lihat apa balasan perempuan bar-bar itu kepada kami!”“Saya benar-benar enggak mengerti tuan, kenapa Alisha sampai tega melakukan hal ini terhadap saya.” Anggela bercerita dengan air mata mengalir deras di pipinya, “Memaksa saya me
Arjuna menggeram, laki-laki itu menarik tubuh Alisha semakin rapat ke tubuhnya. Perempuan dalam pelukannya ini sama sekali belum berpengalaman, gerakan bibirnya yang takut-takut dan kaku jelas membuktikannya. Anehnya, Alisha mampu memberikan sensasi yang berbeda kepada Arjuna. laki-laki itu bahkan tidak bisa berhenti menyesap meski bibirnya sudah terasa kebas.“Na..h, napas tuan. Tolong, kasih saya waktu..h untuk bernapas.” Ucap Alisha ketika lumatan Arjuna berganti menjadi kecupan-kecupan ringan.“Ini bukan waktunya kamu melakukan penarawan, kamu sedang di hukum sekarang.”“Tapi.. saya, nyaris kehabisan napas tuan.”“Saya memang enggak niat menjadikan ini mudah untuk kamu.” Arjuna kembali mengulum bibir Alisha, kali ini laki-laki itu menggunakan lidahnya untuk membelit lidah perempuan yang terasa sangat kenyal dan manis di cecapannya.“Haah.. haah, sa.. saya belum mau mati tuan, tolong jangan b
“Sialan!” Anggela melempar seluruh barang-barang yang ada di atas meja riasnya,Perempuan itu berang karena Arjuna sama sekali belum mengunjunginya hingga saat ini. Laki-laki itu bahkan mengikari janjinya untuk mengunjungi Anggela setelah dokter keluarga memeriksa keadaan perempuan itu satu minggu yang lalu.“Mungkin tuan Arjuna lupa nona, ada banyak pekerjaan yang harus beliau urus belakangan ini.” bujuk pelayan yang mengantarkan makanan dengan takut.“Justru itu masalahnya! Tuan Arjuna enggak boleh melupakan aku.” Anggela berjalan mondar mandir di kamarnya, perempuan itu menggigiti kuku dengan resah, “Tuan Arjuna belakangan ini sibuk menghabiskan waktu bersama Alisha, benar kan?”Si pelayan mengangguk, “Tuan Arjuna mengawasi nona Alisha yang sedang mendapatkan kelas kepribadian nona.”“Kenapa perempuan itu harus mendapat kelas ke pribadian?”Si pelayan menelan ludah de
Alisha menatap penampilan terbarunya di cermin, gaun hitam membungkus tubuhnya dengan ketat. Sejujurnya, simpul tali yang mengikat di sepanjang punggungnya membuat Alisha merasa tidak nyaman. Tapi pelayan bilang, Arjuna sendiri yang memilihkan gaun itu untuknya.“Eng, belahan gaun ini bukannya terlalu tinggi ya?” tanya Alisha sembari berbutar.Gaun malamnya memang memiliki belahan sepanjang mata kaki hingga paha, belum lagi tali spageti yang terasa sangat tipis di bahunya. Alisha merasa telanjang ketimbang mengenakan pakaian.“Saya benar-benar enggak boleh ganti baju?” tanya Alisha berusaha bernegosisasi.“Tuan Arjuna sendiri yang memilihkan gaun itu nona, kami bisa di marahi jika anda tidak memakainya.”Alisha menyerah, ia tidak ingin membuat para pelayan dalam masalah.“Baiklah, kalau begitu ayo turun dan kita temu tuan mesum satu itu.” gerutu Alisha sembari menerima uluran tangan pelayan yan