Share

Bab 2

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2021-12-10 21:59:46

Bab 2

Mas Irfan melirikku sejenak. Mungkin keheranan dengan sikapku yang tiba-tiba ngerengek minta ke toko bayi yang sama persis dengan Karin.

"Mas, lapar, Dek," ucapnya. Aku mengecap kesal dan berpaling darinya, pandangan aku fokuskan ke depan dengan kedua tangan dilipat di atas dada.

Sebentar lagi kami melewati Toko Baby Shop Michael, pasti mobil Karin masih berada di sana. Tidak lama kemudian, Mas Irfan memarkirkan mobilnya ke depan toko baby yang kumaksud. Aku melirik ke arahnya dengan mata menyipit.

"Katanya mau beli kado, sana!" suruhnya membuatku terkejut.

"Kirain nggak jadi, Mas, kamu nggak ikut turun?" tanyaku lagi.

"Kamu saja, aku tunggu di sini, jangan lama-lama, perutku sudah bunyi," pesan Mas Irfan beruntun.

Aku menghela napas, pasti ia takut ketemu dengan Karin yang sedang bersama ibunya. Pastinya akan kupertanyakan jika kami berpapasan.

"Mas, sebentar saja, ya, temani aku, please," lirihku memohon.

Mas Irfan terlihat fokus pada ponselnya. Tak menanggapi permintaanku. Akhirnya, aku coba jurus merajuk padanya agar ia menuruti keinginanku.

Bruk!

Pintu mobil kubanting seraya merajuk. Ya, cara ini pasti berhasil membuat Mas Irfan turun dari mobil. Sebab, ia paling takut aku ngambek.

Kulipat kedua tangan tepat di atas dada. Kemudian berdiri di samping mobil, lalu kulirik ke arah kaca mobilnya.

Tidak lama kemudian, Mas Irfan pun turun dari mobilnya. Lalu ia menghampiriku dan menarik pergelangan tangan ini.

"Ayo!" ajaknya. Kemudian, aku tersenyum tipis di hadapannya.

"Gitu dong, Mas. Seumur-umur kita nggak pernah belanja bareng setelah menikah, ya kan?" sindirku.

"Jangan lama-lama, ya, Sayang, lapar banget nih perutku," sahut Mas Irfan.

Kemudian, aku dan Mas Irfan melangkah ke arah pintu masuk toko yang termasuk besar itu. Kulihat mobil Karin masih berada di parkiran, beratiia masih berada di sini.

"Mas, ini bukannya mobil sekretaris kamu?" sindirku. Mata Mas Irfan beralih ke mobil Honda jazz berwarna merah.

"Sepertinya iya," jawabnya pura-pura tak mengenali mobil Karin. Santai sekali jawabannya, apa ia sudah siap dipertemukan di dalam nanti?

Kami pun segera masuk untuk mencari kado. Padahal, tidak ada satu teman pun yang melahirkan, ini hanya alasanku saja untuk bertemu dengan Karin.

Mata Mas Irfan tampak gentayangan ke mana-mana. Aku yakin ia sedang berusaha mengalihkan perhatianku agar tidak berpapasan dengan Karin. Namun, apes sedang berada di pihaknya. Ketika aku memilih baby walker, Karin pun sedang meraih baby walker.

"Anggi," sapanya dengan mata membulat.

"Karin, kamu di sini?" tanyaku pura-pura terkejut.

"Iya, lagi beli perlengkapan bayi," jawabnya sambil menyorot Mas Irfan. "Kamu beli perlengkapan bayi, memang lagi hamil, Nggi?" sindir Karin padaku. Hal ini sering kali kudengar dari segelintir orang, jadi sudah tidak kaget lagi dengan sindiran ini.

"Memang kalau beli perlengkapan bayi, harus hamil ya? Lalu kalau kamu melahirkan nanti, tak perlu bawa kado untuk anakmu kelak?" sindirku balik. 

"Yah, gitu aja baper, jawab saja beli kado teman, nggak usah baper segala, Anggi," jawabnya. Bicara padaku, tapi mata sebentar-sebentar menyoroti Mas Irfan. 'Memang dasar perempuan gatel,' gumamku dalam hati.

Aku celingukan mencari keberadaan Mama Gita, ke mana dia? Padahal tujuanku ke sini untuk memergoki mereka jalan berdua.

"Kamu sudah dapet kadonya? Ayo bungkus! Aku sudah lapar," celetuk Mas Irfan. Aku belum lihat batang hidung mamanya, sepertinya Mas Irfan telah menghubungi mamanya. Sepertinya aku telah kecolongan.

"Iya, aku sudah dapet, Mas. Kita minta bungkus dulu," ucapku. "Karin, aku duluan ya, kapan-kapan kita dinner bareng, ajak suamimu untuk dinner bareng," usulku membuat mata Karin melirik lagi ke arah Mas Irfan.

"Iya, next time kita dinner bareng," sahutnya dengan senyum terpaksa.

Kemudian, aku menyerahkan barang ke kasir untuk dibungkus. Tiba-tiba kepikiran toilet, apa Mama Gita bersembunyi di toilet?

"Mbak, di sini ada toilet?" tanyaku pada kasir yang melayani.

"Ada, Bu," jawabnya. Tiba-tiba saja mata Mas Irfan menyorotku.

"Kamu ngapain nanyain toilet, kebelet?" tanyanya.

"Iya, Mas, aku kebelet, nggak apa-apa kan ke toilet dulu?" tanyaku dengan alis terangkat.

Aku sengaja lakukan ini, pasti Mama Gita bersembunyi di toilet setelah Mas Irfan memberitahukan tadi saat ia ngotot tak mau turun dari mobil.

"Tahan sajalah, buang air di restoran nanti kan bisa," sahut Mas Irfan. Miris sekali, ia menyuruhku untuk menahan buang air kecil, hanya karena cemas ketahuan rahasianya terbongkar.

"Mas, aku kebelet," tegasku. Tanpa basa-basi dan mendengarkan larangan Mas Irfan, aku pun beranjak ke kamar mandi toko. Rasanya tak sabar bertemu dengan mama mertuaku di sini.

Aku pun ke toilet sendiri, karena toiletnya ada dua, khusus wanita dan lelaki, jadi Mas Irfan tidak bisa nerobos ke toilet wanita. Di depannya pun juga ada wastafel untuk sekadar cuci tangan.

Kemudian, aku sengaja menunggu mereka di depan pintu, tidak masuk ke toilet. Aku yakin Karin dan Mama Gita sudah berada di dalam.

Benar dugaanku, kulihat Mama Gita dan Karin sedang berada di wastafel mondar-mandir. Setelah beberapa detik, aku pun coba menghampiri mereka yang sedang terlihat bingung.

"Mama," sapaku pelan.

"Anggi!" Mama tampak terkejut melihat kedatanganku ke toilet.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • GARA-GARA NOTIFIKASI SMS BANKING SUAMIKU   Bab 72

    Bab 72Tidak lama kemudian, berselang beberapa jam kemudian, Sherina dan Satrio datang. Mereka langsung bertemu dengan Anggi dan Irfan di kantor yang nyaris hancur.Sherina mengejutkan sesuatu, ia memberikan informasi yang membuat Satrio terbelalak."Pak, saya tahu pelaku pembakaran kantor Irgi Pratama," jelas Sherina.Anggi dan Irfan tertegun, ia nyaris tak berkedip menatap wajah wanita yang sempat dituduh sebagai penerornya. Kaki Anggi melangkah ke arah Sherina, meskipun berat Sherina hanya menghela napas di hadapan Anggi."Saya tahu, pasti kamu mau menuduh saya lagi, iya kan?" sindir Sherina. Sebelum ditanya ia sudah menebak apa yang akan Anggi lakukan.Kemudian, Irfan menggandeng erat tangan istrinya. Ia tidak ingin Anggi melakukan kesalahan yang kedua kalinya.&nbs

  • GARA-GARA NOTIFIKASI SMS BANKING SUAMIKU   Bab 71

    Bab 71Angga langsung menghubungi Rendi. Namun, ia ragu-ragu sebab orang kepercayaannya itu sedang berada di rumah sakit menemani Arya.Tangan Angga dihentak-hentakkan, seraya kebingungan harus menghubungi siapa untuk menugaskan ke Jogja. Sebab, ia sudah amat kelelahan mengurusi urusan di sini.Angga menghela napas panjang. Sedangkan Anggi dan Irfan saling beradu pandangan, mereka berdua tiba-tiba mengangguk."Pah, kami berdua yang ke Jogja, besok pagi berangkat," ucap Irfan membuat mata Angga seketika berair."Apa kalian tidak lelah? Aku khawatir dengan kesehatan kalian," tutur Angga belum mengizinkan mereka berdua."Pah, kami berdua masih muda, sedangkan Papa usianya sudah tidak memungkinkan lagi untuk kecapean, jadi biarkan saja ya, kami belajar mengurus hal yang ekstrim seperti ini," rayu Anggi.Kemudian, Gita merangkul pundak lelaki yang sangat setia padanya, dilingkarkan tangan di leher Angga.

  • GARA-GARA NOTIFIKASI SMS BANKING SUAMIKU   Bab 70

    Bab 70"Baiklah, kami bebaskan Sherina dan Satrio berdasarkan bukti yang Bapak berikan, tentunya kami juga akan segera mencari keberadaan saudara Dodi," ucap komandan membuat seketika suasana mencair. Semuanya mengelus dadanya masing-masing seraya lega dengan keputusan yang diambil oleh komandan.Kemudian, komandan memerintahkan petugas untuk membebaskan Sherina dan Satrio tanpa syarat apapun. Mereka berdua dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.Semuanya bangkit menyambut kedatangan Sherina dan Satrio. Kemudian, seketika itu juga Alex menyergap tubuh Satrio."Pah," sapa Satrio pada Alex. Meskipun ayah sambung, tapi Alex memperlakukan Satrio seperti anak kandungnya. Mereka berdua melepaskan rasa haru, air matanya pun tak terasa meleleh membasahi pipinya."Kamu sudah bebas, janji Papa sudah ditepati," timpal Alex kepada anaknya.Seisi ruangan berjabat tangan, namun senyum Sherina terlihat sangat terpaksa

  • GARA-GARA NOTIFIKASI SMS BANKING SUAMIKU   Bab 69

    Bab 69Setelah dibuka rekaman yang tersimpan. Terdengar suara di antara mereka yang berada di satu meja restoran berdebat."Kenapa kamu lakukan ini sampai terlalu jauh? Bukankah Pak Irgi telah memberikan pesangon cukup besar?" tanya istrinya Dodi. "Kamu tega melihat anak istrimu kini luntang-lantung tidak jelas?" tambahnya lagi dengan nada menekan."Sudahlah, tahu apa kamu urusan lelaki? Sekarang habiskan makanan, kita akan terbang ke Jawa Timur!" Dodi terdengar tambah marah.Kemudian, hening seketika. Setelah itu Dodi terdengar menghubungi seseorang."Candra, tolong kamu habiskan laki-laki yang bernama Arya, dia telah terlalu jauh ikut campur," suruh Dodi melalui sambungan telepon."Gila kamu, Mas! Sudah bersalah malah nyelakain orang! Bukankah janji kamu hanya menakut-nakuti keluarga Pratama? Kenapa sejauh ini?" sentak istrinya."Kamu mau ikut pergi atau di sini?" Pertanyaan terakhir y

  • GARA-GARA NOTIFIKASI SMS BANKING SUAMIKU   Bab 68

    Bab 68"Ada apa dengan Arya, Ren?" tanya Anggara. Posisinya yang tadi duduk setelah menyuruh Anggi dan Irfan masuk kini berdiri."Pah, tenang ya, duduk bicaranya biar tenang," pesan Irfan sambil mengelus-elus punggung mertuanya."Arya kecelakaan, Pak," terang Rendi memberikan informasi yang membuat keluarga Pratama kehilangan harapan."Astaga, lalu bagaimana kondisinya?" tanya Angga terkejut sekaligus panik. Lalu mulutnya komat-kamit memberikan informasi pada anak mantu dan sahabatnya yang berada di sebelah Angga."Kondisinya belum sadarkan diri, Pak. Sekarang ada di Rumah Sakit Sentosa," ucapnya membuat Angga tanpa pikir panjang mematikan sambungan teleponnya. Ia menghela napas berat seraya tidak mempercayai takdir."Yuk kita ke Rumah Sakit Sentosa!" ajaknya sambil meraih tas kecil yang ia bawa.Mereka berempat bersiap ke rumah sakit. Kali ini sepasang suami istri itu yang menenangkan p

  • GARA-GARA NOTIFIKASI SMS BANKING SUAMIKU   Bab 67

    Bab 67"Saya minta maaf atas tuduhan yang kemarin," ucap Anggi dengan kerendahan hati."Tidak salah dengar? Anggi yang bersikeras menahanku kini minta maaf?" sindir telak Sherina. Sepertinya ada dendam kesumat di dalam hati Sherina.Kemudian, Irfan membuka percakapan dengan memotong pembicaraan Sherina. Ini supaya tidak berlarut-larut dalam dendam."Ya, ini kesalahpahaman, mohon dimaklumi, Sherina. Maaf kami benar-benar baru mengetahui yang sebenarnya," tutur Irfan coba membela istrinya.Hening, seketika suasana hening, Satrio pun menatap lekat ke arah Anggi."Saya tahu, kamu seperti itu karena tuduhan anak buah peneror itu, saya paham betul," timpal Satrio."Saya janji akan membersihkan nama baik kalian nantinya," ucap Anggi.Sedangkan Sherina masih duduk terpaku bersandar dengan santai. Ia merasa menang atas ucapan maaf yang telah dilontarkan Anggi dan Irfan."Saya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status