Share

Bab 5

Bab 5

"Pah, aku nggak mungkin macam-macam pada Anggi sesuai dengan pesan Papa," sambung Mas Irfan masih berkelit. Pasti ia takut pada papanya, semua hak perusahaan masih dikendalikan oleh papa mertua.

"Ya, semoga kamu tak mengkhianati Anggi, awas saja kalau itu terjadi. Kamu tahu kan, Anggi adalah menantu pilihan Papa," ujar papa mertuaku.

Entahlah, apa yang membuat Papa Anggara begitu sangat menyayangiku. Perlakuannya padaku melebihi ayahku.

"Ya sudah, Pah. Aku dan Anggi sedang menikmati makan malam nih, ada yang dibicarakan lagi, nggak?" tanya Mas Irfan.

"Baiklah, selamat senang-senang, ya. Jaga Anggi, jangan sakiti dia," pesannya sekali lagi. 

"Baik, Papa. Assalamualaikum," tutupnya.

"Waalaikumsalam," jawab papa. Telepon pun terputus.

Kami pun melanjutkan makan malam, ada rona kebingungan terpancar di wajah Mas Irfan. Bagaimana tidak, ia pasti bingung telah menyimpan benih di rahim sekretarisnya, sementara papanya tetap mempertahankan bahwa akulah yang pantas mendampinginya.

Aku perhatikan selera makan Mas Irfan tiba-tiba memburuk, sedari tadi ia memutar sedotan pada minumannya. Makanan yang ia pesan terlihat masih setengah, padahal dari toko tadi ia sudah mengeluh lapar.

"Mas, cepat habiskan makanannya, sudah jam setengah sembilan nih," suruhku sambil melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan.

"Kita pulang sekarang, yuk!" ajaknya. Padahal makanan yang ia pesan belum habis. 

Aku pun bangkit dan segera pulang, tapi ponselku tiba-tiba berdering. Nada alarm berbunyi, aku segera membacanya. Ternyata jadwal aku dengan dokter kandungan tiap bulan, untuk kegiatan program kehamilanku. Tiap bulan aku konsultasi pada dokter kandungan untuk sekadar ikhtiar agar bisa hamil.

"Mas, besok jadwal kontrol, aku belum daftar ke Dokter Sonia," ucapku sambil melangkah ke parkiran. Mas Irfan pun menoleh sejenak.

"Besok aku ada meeting dengan klien, kamu sendiri saja ya ke Dokter Sonia," jawabnya. Aku pun mengangguk, aneh sekali biasanya ia tak pernah melewatkan pertemuan ini, kenapa sekarang menolaknya?

Aku hanya terdiam sambil berpikir, apa kira-kira ucapan Mas Irfan itu benar? Apa ia hanya alasan saja?

Setibanya di rumah, kami berdua segera memejamkan mata untuk menyiapkan hari esok. Rasanya cukup lelah malam ini, tapi aku cukup puas dengan apa yang kudapatkan, yaitu ATM yang sempat dikuasai oleh Karin.

***

Pagi ini cuaca agak sendu, langit tampak gelap seraya ikut sedih dengan apa yang menimpaku. Namun, hidup ini harus tetap kujalani, meskipun perih dan luka yang telah Mas Irfan torehkan.

"Aku berangkat dulu, ya, oh ya salam untuk Dokter Sonia," ucapnya sambil mengelus rambutku. Rasanya sudah hilang rasa ini melihat perlakuan munafik Mas Irfan padaku.

"Ya, Mas. Semoga meetingnya sukses dengan klien, ya," sindirku sambil meraih punggung tangannya lalu mengecup seperti biasa.

Setelah Mas Irfan berangkat, aku pun membuat jadwal pada dokter kandungan. Namun, tidak dengan Dokter Sonia.

"Halo, dengan Rumah Sakit Citra Kencana?" jawab operator teleponnya ketika mengangkat telepon.

"Iya, Mbak, saya mau daftar ke Dokter Wulan SpOG. Masih bisa?" tanyaku.

"Masih, Bu. Apakah sudah pernah ke sini sebelumnya?"

"Sudah pernah dulu, Mbak."

"Baik, sebentar saya cek, dengan ibu siapa dan tanggal lahirnya? Oh ya, karena Ibu baru janji hari ini tidak seperti pasien yang sudah janji dari bulan lalu, harap datang ke rumah sakit jam 08;30 WIB ya, untuk pendaftaran ulang, jadwal praktek jam sembilan," jawabnya lagi.

"Baik, Mbak. Kalau begitu, saya daftar atas nama Anggita Rayhana, tanggal lahir 11 Januari 1990," timpalku.

"Baik, sebentar saya proses." Setelah beberapa detik. "Sudah didaftarkan, antrian ke 12 ya, Bu."

"Terima kasih banyak, Mbak," tutupku. Telepon pun terputus.

Aku segera bersiap untuk berangkat, jam delapan aku harus daftar ulang ke rumah sakit tersebut. Tidak apalah hanya untuk bulan ini aku tidak kontrol ke Dokter Sonia.

***

Setibanya di rumah sakit, aku daftarkan diri ke pendaftaran. Menunggu kontrol setengah jam, itu pun juga harus menunggu antrian ke 12. Jadi, aku putuskan untuk menunggu di kantin saja.

Jam di tangan telah menunjukkan pukul 09;00 WIB. Aku segera meluncur ke tempat Dokter Wulan SpOG. Aku langkahkan kaki ini dengan selamat, berharap apa yang kurencanakan berjalan dengan baik.

Setibanya di sana, aku sudah tidak terkejut lagi melihat Karin juga sedang duduk  antri menunggu Dokter Wulan SpOG.

"Hai, Karin," sapaku dengan kedua alis terangkat.

"Anggi, kamu?" sahutnya dengan mulut menganga.

"Ya, aku, kenapa?" tanyaku dengan senyuman mengembang. Seketika Karin pun terlihat bergeming, matanya membulat seraya tak mampu berkedip.

***

Flashback malam harinya sebelum tidur

Aku belum bisa tertidur pulas, tapi mendengar ponsel Mas Irfan berisik mendapatkan pesan. Sepertinya ia sedang chatting dengan Karin. Ini membuatku sangat penasaran. Akhirnya aku memutuskan untuk tidak tidur lebih dulu, rasa penasaran semakin menggebu ingin membaca pesannya.

[Jangan lupa besok jemput aku untuk periksa kandungan.]

[Ya, tadi juga Anggi minta antar ke dokter kandungan, tapi aku ingat besok jadwal kamu kontrol.]

[Untungnya aku dan Anggi kamu pilihkan dokter kandungan yang berbeda rumah sakit.]

[Sudahlah, kamu tidur, ada yang ingin aku bicarakan juga besok, tentang Papaku.]

[Selamat tidur, Sayang.]

[Kamu juga. I love you, jaga bayi kita.]

Sakit rasanya membaca isi chatnya. Namun, aku tak boleh lemah, ada Papa Angga yang mendukungku. Sebaiknya aku cari saja dokter kandungan yang biasa ia kunjungi, pasti ada di histori chatting mereka.

Aku memang lancang, membuka ponsel suami ketika ia tertidur pulas. Namun, ini semua kulakukan demi mendapatkan informasi mengenai dokter kandungan yang biasa dikunjungi oleh Karin.

Setelah membaca pesan beberapa bulan ke belakang. Akhirnya aku mendapatkan informasi akurat. Beberapa bulan lalu.

[Jika benar kamu positif, periksakan kehamilanmu, tapi jangan ke Dokter Sonia Rumah Sakit Ibu Ananda. Periksa saja ke Rumah Sakit Citra Kencana, dengan Dokter Wulan SpOG, ia juga bagus.] 

Kulihat tanggal dan bulannya tertera tanggal 19 Agustus 2021. Astaga, berati usia kandungannya baru menginjak kisaran empat bulan, tapi sudah repot beli perlengkapan bayi. 

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status