Seorang perempuan muda terbangun dari tidurnya dengan susah payah sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Perempuan muda dengan usia dua puluh lima tahunan itu kaget saat matanya memindai sekitar.
Dirinya kini berada di sebuah kamar yang begitu asing baginya.
“Amanda! Kamu sudah bangun sayang?” Tampak ibu paruh baya berusia sekitar lima puluh tahunan berjalan mendekat dengan perlahan.
Tangannya membawa nampan yang berisikan segelas teh panas yang masih terlihat kepulan asapnya.
“Kamu sudah bangun sayang?” Ibu tersebut kembali bersuara.
Sang ibu mengulang kembali pertanyaannya yang tidak mendapatkan jawaban. Sambil tangannya meletakkan apa yang dirinya bawa di atas meja. Mengambil isinya dan menyodorkannya kepada perempuan muda bernama Amanda yang menggelengkan kepalanya sebagai bentuk penolakan..
“Ini dimana, Mah?” Perempuan yang lebih muda itu mengedarkan matanya ke penjuru kamar yang memang asing untuknya.
“Di mana? Ya di rumah dong sayang. Kamu ada di kamarmu sekarang. Masa kamu lupa dengan kamar mu sendiri sih, Nak?”
“Di rumah? Kamar?” Dahi Amanda berkerut.
Perempuan muda tersebut merasa aneh mendengar jawaban dari wanita yang telah melahirkannya tersebut. Pasalnya, ingatannya hanya tentang dirinya yang tengah mengendarai mobilnya untuk menuju ke rumahnya. Perempuan muda itu teringat jika tadi dia harus menembus sebuah hutan karena ingin cepat sampai rumah. Dia mengikuti petunjuk G****e map demi bisa mencapai jalur tercepat agar sampai ke rumah.
Suaminya pasti sudah menunggu kepulangannya. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang pertama dan perempuan muda itu sudah menyiapkan kado spesial. Tapi kenapa saat ini dirinya malah terbaring di rumahnya.
“Maaf Mah, Manda harus pulang sekarang. Pasti sekarang Mas Bimo sudah menunggu Manda di rumah. Tak seharusnya Manda disini.” Amanda berusaha bangun dari ranjang tempatnya berbaring. Namun tubuhnya bergegas ditahan oleh tangan sang ibu yang berada disampingnya.
“Kamu kok jadi linglung sih Manda? Apa gara-gara kamu demam tiga hari ya? Kamu jadi aneh begini.” Wanita yang dipanggil mamah oleh Amanda nampak khawatir dengan kondisi Amanda.
“Kamu mau kemana sih, Nak? Terus, siapa itu Bimo?” Wanita paruh baya tersebut bergegas mendaratkan telapak tangannya di dahi sang anak karena sang anak tak kunjung memberikan respon kepadanya.
“Tidak panas kok. Normal, tapi kok kamu jadi linglung begini sih? Lebih baik Mamah telpon dia saja deh. Kamu istirahat lagi saja, Manda”
“Dia? Dia siapa Mah? Maksudnya Mamah mau telpon Mas Bimo kan Mah?” Dahi Amanda berkerut mendengar sang mamah menyebut kata dia.
Namun, tanpa menjawab pertanyaan dari putrinya. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik tersebut mengambil ponsel dari kantong bajunya. Tangannya mulai sibuk mengutak-atik ponsel keluaran terbaru tersebut. Sementara itu Amanda yang masih pusing tak mempedulikan tingkah ibunya lagi. Kepala disandarkan di tepi ranjang sambil memejamkan matanya. Jemari lentiknya sesekali memijat pangkal hidungnya dengan pelan.
Amanda berusaha mengingat sesuatu. Tapi dirinya tak ingat banyak hal. Perempuan muda itu hanya ingat jika sang suami tengah menunggunya di rumah saat ini. Hanya itu yang dia ingat, selebihnya dirinya tak ingat apapun. Termasuk alasan kenapa dirinya tiba-tiba terbaring di rumah sang mama.
“Mah, tolong telepon Mas Bimo. Tolong kabari dia kalau Manda ada di sini. Manda takut kalau Mas Bimo khawatir dan mencari Manda.” Amanda meminta tolong karena kini dirinya tidak menemukan tas miliknya yang berisi dompet, ponsel dan lain sebagainya.
Wanita yang bernama Bu Linda langsung menghentikan kegiatan jemarinya yang tengah sibuk di layar smartphone miliknya. Matanya menatap sang anak dengan dahi berkerut. Kemudian perlahan menggelengkan kepalanya.
“Tunggulah sebentar, Manda. Juna akan segera datang kemari. Sepertinya demam mu kemarin tidak main-main. Ini buktinya kamu jadi linglung begini.” Bu Linda membuang nafas kasar.
“Juna siapa sih, Mah? Suamiku kan Mas Bimo?” Amanda bingung karena sang ibu sejak tadi menyebut nama yang asing di telinganya.
“Dari tadi kamu sebut-sebut nama Bimo sih, Manda? Bimo itu siapa? Kok kamu bilang suami sih? Calon suami kamu itu Juna, bukan Bimo. Kamu itu masih lajang. Belum menikah.”
“Juna? Juna siapa, Mah? Amanda nggak kenal Juna, Mah!” Kini giliran Amanda yang keheranan.
Tentu saja perempuan muda tersebut merasa heran ketika sang ibu menyebut nama Juna, bukan nama Bimo suaminya. Terlebih nama Juna begitu asing baginya. Sementara itu, Bu Linda meremas jemari lentik milik Amanda, menatap wajah sang anak dengan penuh cinta.
“Juna itu calon suamimu, Manda! Masa kamu lupa sih? Dia adalah keturunan ningrat dari keluarga Nitis Sukma. Calon suamimu itu bernama Arjuna, Arjuna Nitis Sukma.”
Mata Amanda terbuka lebar. Bagaimana mungkin dirinya akan menikah dengan lelaki asing yang baru saja dia dengar namanya dari mulut sang ibu. Terlebih dirinya juga telah menikah dengan seorang pria yang teramat dirinya cinta, yaitu Bimo Prakoso, seorang pengusaha sukses.
“Jangan bercanda deh Mah! Nggak lucu deh! Manda sudah menikah Mah. Suami Manda bernama Bimo Prakoso. Hari ini hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Bercanda Mama keterlaluan ah!”
Amanda berbicara sambil tertawa lirih. Berharap apa yang dikatakan oleh sang ibu hanya sebuah candaan. Namun saat Amanda melihat sorot mata ibunya. Amanda tahu, jika saat ini sang ibu tidak main-main dengan perkataannya.
Wajah Amanda yang tadi sempat meremehkan ucapan sang ibu perlahan memudar berganti dengan wajah takut dan panik.
“Mah, Mamah lagi bercanda kan? Mamah nggak serius kan? Mas Bimo itu suami Manda, menantu kesayangan Mamah loh. Mamah nggak mungkin lupa kan?”
Amanda berbalik meremas jemari sang ibu agar mencabut semua perkataannya. Namun sia-sia, tatapan bu Linda tak berubah. Jemari Amanda terlepas dari genggaman tangan sang ibu karena lemas.
Tok tok tok tok
Suara pintu kamar diketuk dengan pelan.
“Masuklah Nak!” Suara lembut Bu Linda terdengar.
Sementara itu Amanda refleks menolehkan wajahnya ke arah pintu kamar.
Pintu kamar terbuka perlahan. Diikuti dengan masuknya lelaki yang begitu rupawan.
“Manda, ini Juna. Arjuna Nitis Sukma, calon suamimu!”
CATATAN TAMBAHAN: Tempat kejadian, tanggal, dan cerita hanya fiksi. Tak ada nilai sejarah di dalamnya.
Amanda melongo mendengar ucapan dari sang ibu. Sementara itu matanya tak berkedip menatap ke arah lelaki yang disebut oleh ibunya sebagai calon suaminya itu. Menatapnya dari atas kepala sampai ujung kaki.Saat Amanda sibuk dengan pikirannya sendiri, Juna yang tahu jika dirinya tengah diperhatikan oleh Amanda lantas menyunggingkan senyum manisnya. Senyuman yang justru menyadarkan Amanda. Perempuan muda tersebut bergegas membuang muka. Dirinya tak ingin bermanis- manis dengan lelaki yang baginya begitu asing tersebut.“Juna, tolong kamu periksa Manda. Kenapa dia jadi linglung begini sih? Apa karena dia demam kemarin ya?” Nampak suara Bu Linda terdengar begitu khawatir.Bu Linda bergegas meminta calon menantunya itu untuk memeriksa kesehatan anak semata wayangnya itu.Arjuna yang ternyata seorang dokter bergegas mengeluarkan peralatan medisnya. Amanda sedikit memicingkan mata saat melihat Arjuna yang tengah bersiap memeriksa keadaannya. Amanda baru menyadari jika pria berkemeja garis-gar
Hari ini Amanda tengah menjalani prosesi ijab kabul di rumah orang tuanya. Dirinya tak lagi mampu menolak pernikahan ini.Entah mengapa tiba-tiba hatinya menjadi luluh. Menuruti semua keinginan dari keluarganya untuk menikah dengan lelaki yang sama sekali tak pernah dia kenal sebelumnya.Mereka bilang, Arjuna adalah calon suaminya, mereka berdua telah dijodohkan sejak mereka masih dalam kandungan. Namun nyatanya di ingatan Amanda tak ada kenangan tentang Arjuna sama sekali.Anehnya lagi, ingatan perempuan muda itu tentang Bimo suaminya juga perlahan memudar. Jika nekat mengingat kembali tentang wajah sang suami. Tiba-tiba kepalanya terasa menjadi berat dan sangat sakit.Hal ini terjadi semenjak dirinya meminum obat yang diberikan oleh Arjuna tempo hari setelah memeriksanya. Lebih tepatnya bukan obat, melainkan ramuan herbal karena bentuk dan rasanya menyerupai jamu beras kencur.Waktu itu, setelah Arjuna pergi dari rumah. Bu Linda bergegas memberikan ramuan yang ditinggalkan oleh Arju
"Siapa itu Nastiti Pak?" Amanda bertanya yang disambut dengan keheningan dari yang lainnya. Lagi Amanda pun mengeluarkan suaranya.Namun diantara keempat orang yang duduk di sekitar Amanda, tak ada satupun yang menjawab pertanyaan dari perempuan muda tersebut. Hal itu membuat Amanda tersinggung. Baru saja mulut perempuan muda itu akan terbuka untuk mengajukan protes. Namun suara berat pak Baskoro langsung membanting nyali Amanda."Pak Agus! Kenapa dia sangat tidak sopan! Berbicara sebelum disuruh. Apa kau tidak mengajari dia sopan santun! Apa kau belum memberinya pendidikan tentang sopan santun dan adat istiadat keluarga Ningrat Nitis Sukma, Pak Agus!""Maaf Kanjeng Romo. Kemarin Amanda demam parah, jadi anak saya sedikit linglung. Sementara tanggal pernikahan sudah ditentukan dan tak bisa diubah. Mohon di maklumi pak." Pak Agus berbicara dengan gemetaran dihadapan besannya tersebut. Berdoa agar sang besan mau menerima alasan yang memang tidak dibuat-buat olehnya tersebut.Keadaan Ama
Pria muda nan rupawan yang bernama Arjuna Nitis Sukma tersebut menghembuskan nafasnya perlahan. Kedua telapak tangannya mencengkram kemudi dengan erat. Seolah ada beban berat yang tengah dia pikirkan.“Aku akan melindungi mu, Nastiti! Apapun yang terjadi.” Lagi Arjuna bergumamKini, sebuah senyuman tulus dia persembahkan kepada sang istri yang tengah tertidur pulas tersebut.Di tengah perjalanan, Pak Baskoro menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. Mau tak mau Arjuna yang di belakangnya pun harus berhenti.Nampak supir pribadi keluarga Nitis Sukma keluar dari dalam mobil yang ditumpangi Pak Baskoro. Lelaki tersebut melangkahkan kakinya perlahan kearah mobil Arjuna dan tangannya mengetuk kaca mobil dengan perlahan. Arjuna yang paham langsung menurunkan kaca jendela mobilnya.“Ngapunten (Maaf) Den Bagus, Kanjeng Romo menyuruh saya untuk memberikan ini kepada Den Bagus Arjuna.” Sang sopir berbicara lembut sambil menyerahkan secarik kertas.Arjuna bergegas mengambil kertas tersebut. Saat s
Suara serak namun begitu berwibawa terdengar dari mulut seorang wanita tua yang disebut Eyang Putri.Masih dengan tampilan yang begitu apik. Baju kebaya Kupu Tarung warna hijau tua, dengan jarik batik motif isi mentimun warna coklat keemasan.Wajah bertabur bedak dan make up tipis- tipis. Membuat wajah sepuhnya selalu terlihat segar.Rambut disanggul, dan tertancap tusuk konde emas yang berkilau saat kepala si empunya bergerak. Tak lupa sepasang giwang yang begitu cocok dengan kalung juga bros yang bertengger di bajunya. Sungguh wanita ningrat dengan aura begitu besar dan mengagumkan.Nastiti alias Amanda yang jiwanya kosong hanya diam dengan ekspresi datar. Arjuna yang melihat sang istri menjadi sedikit khawatir. Takut jika Eyang Putri tersinggung karena tak ada jawaban dari Nastiti alias Amanda.“Diajeng Nastiti, tersenyumlah. Sapa Eyang Putri.” Arjuna bersisik.Amanda kemudian menganggukkan kepalanya perlahan, memberikan senyum kaku ke arah Eyang Putri. Senyum yang bagai senyuman s
Terdengar suara Amanda yang berteriak lirih sambil mencengkram erat kepalanya seolah menahan sakit yang teramat. Suara rintihan itu bisa menggambarkan dengan jelas jika keadaan wanita tersebut tidaklah baik-baik saja.Mata perempuan yang telah sah menjadi istri Arjuna kini nampak lagi sinarnya. Wajahnya kembali menunjukkan ekspresi. Walaupun kini yang terpancar dari wajah cantiknya justru raut wajah yang menahan rasa sakit.“Diajeng Nastiti, kau merasa sakit lagi?” Arjuna terdengar begitu khawatir.Dia tahu jika efek dari ramuan yang diminum oleh istrinya itu telah mulai memudar khasiatnya. Jika efeknya benar-benar menghilang, maka Amanda akan menjadi seperti sifat aslinya. Dia akan menjadi wanita yang pembangkang dan tidak lemah lembut. Bisa-bisa Eyang Putri curiga kalau Amanda alias Nastiti belum menjalani pendidikan tata krama dan adat istiadat keluarga Nitis Sukma. Jika sampai hal itu terjadi, maka Eyang Putri dapat dipastikan akan marah besar. Arjuna bingung harus bersikap bagaim
“Aduh! Hati-hati donk pak dokter, eh maksudnya, hati-hati Kang Mas. Sakit!” Amanda menjerit saat Arjuna menusukkan jarum suntik ke urat nadinya dengan agak kasar. Mata Amanda membulat sempurna. “Maafkan aku, aku tak sengaja, Diajeng.” Arjuna yang merasa bersalah pun meminta maaf. Ucapan Sekar Ayu barusan sukses membuat lelaki tampan itu kehilangan konsentrasi miliknya. Hingga tanpa sengaja membuat Amanda kesakitan. Arjuna berusaha bersikap setenang mungkin, dan terus melanjutkan aktivitasnya, yaitu memasang infus ke tubuh sang istri. Walau tak dipungkiri jika perkataan adiknya barusan telah membuka luka lama. Arjuna hanya diam, sama sekali tak menanggapi perkataan sang adik. Namun lain halnya dengan Amanda. Dia sangat penasaran dengan perkataan adik iparnya, Sekar Ayu. “Dulu? Kejadian apa memangnya, Sekar?” Amanda begitu penasaran, namun tangannya digenggam erat oleh Arjuna. Amanda menggigit bibir bawahnya. Agaknya dirinya membuat sebuah kesalahan dengan bertanya hal tersebut ke
“Aku adalah Nastiti!” Wanita yang berparas bak pinang dibelah dua dengan Amanda itu berucap.Gadis ayu di hadapan Amanda itu tersenyum begitu manis. Amanda bagai melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Bingkai wajah gadis ayu yang mengaku bernama Nastiti itu tersenyum lagi.Angin laut kembali bertiup membelai tubuh para perempuan ayu yang berpakaian pengantin itu. Ronce kembang melati tibo dodo berayun-ayun di tubuh mereka.Amanda yang melihat seseorang dengan wajah begitu mirip dengannya itu berlaku mengedipkan matanya untuk meyakinkan apakah dirinya salah lihat atau bagaimana. Akan tetapi, walaupun Amanda berkedip berkali-kali nyatanya sosok di hadapan Amanda itu tak kunjung menghilang yang menandakan jika dia memang ada dan nyata.Amanda sampai membuka mulutnya agar bisa bernafas karena dadanya berdetak dengan kencang. Pikirannya masih belum bisa menerima dengan apa yang dirinya hadapi saat ini. bagaimana mungkin ada sosok lain yang wajahnya benar-benar mirip dengan dirin