Share

GARIS DARAH WARISAN
GARIS DARAH WARISAN
Penulis: UMMA LAILA

BAB-1 AMANDA

Seorang perempuan muda  terbangun dari tidurnya dengan susah payah sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Perempuan muda dengan usia dua puluh lima tahunan itu kaget saat matanya memindai sekitar.

Dirinya kini berada di sebuah kamar yang begitu asing baginya.

“Amanda! Kamu sudah bangun sayang?” Tampak ibu paruh baya berusia sekitar lima puluh tahunan berjalan mendekat dengan perlahan.

 Tangannya membawa nampan yang berisikan segelas teh panas yang masih terlihat kepulan asapnya.

“Kamu sudah bangun sayang?” Ibu tersebut kembali bersuara.

Sang ibu mengulang kembali pertanyaannya yang tidak mendapatkan jawaban. Sambil tangannya meletakkan apa yang dirinya bawa di atas meja. Mengambil isinya dan menyodorkannya kepada perempuan muda bernama Amanda yang menggelengkan kepalanya sebagai bentuk penolakan..

“Ini dimana, Mah?” Perempuan yang lebih muda itu mengedarkan matanya ke penjuru kamar yang memang asing untuknya.

“Di mana? Ya di rumah dong sayang. Kamu ada di kamarmu sekarang. Masa kamu lupa dengan kamar mu sendiri sih, Nak?” 

“Di rumah? Kamar?” Dahi Amanda berkerut.

Perempuan muda tersebut merasa aneh mendengar jawaban dari wanita yang telah melahirkannya tersebut. Pasalnya, ingatannya hanya tentang dirinya yang tengah mengendarai mobilnya untuk menuju ke rumahnya. Perempuan muda itu teringat jika tadi dia harus menembus sebuah hutan karena ingin cepat sampai rumah. Dia mengikuti petunjuk G****e map demi bisa mencapai jalur tercepat agar sampai ke rumah.

Suaminya pasti sudah menunggu kepulangannya. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang pertama dan perempuan muda itu sudah menyiapkan kado spesial. Tapi kenapa saat ini dirinya malah terbaring di rumahnya.

“Maaf Mah, Manda harus pulang sekarang. Pasti sekarang Mas Bimo sudah menunggu Manda di rumah. Tak seharusnya Manda disini.” Amanda berusaha bangun dari ranjang tempatnya berbaring. Namun tubuhnya bergegas ditahan oleh tangan sang ibu yang berada disampingnya.

 “Kamu kok jadi linglung sih Manda? Apa gara-gara kamu demam tiga hari ya? Kamu jadi aneh begini.” Wanita yang dipanggil mamah oleh Amanda nampak khawatir dengan kondisi Amanda.

“Kamu mau kemana sih, Nak? Terus, siapa itu Bimo?” Wanita paruh baya tersebut bergegas mendaratkan telapak tangannya di dahi sang anak karena sang anak tak kunjung memberikan respon kepadanya. 

“Tidak panas kok. Normal, tapi kok kamu jadi linglung begini sih? Lebih baik Mamah telpon dia saja deh. Kamu istirahat lagi saja, Manda” 

“Dia? Dia siapa Mah? Maksudnya Mamah mau telpon Mas Bimo kan Mah?” Dahi Amanda berkerut mendengar sang mamah menyebut kata dia.

Namun, tanpa menjawab pertanyaan dari putrinya. Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik tersebut mengambil ponsel dari kantong bajunya. Tangannya mulai sibuk mengutak-atik ponsel keluaran terbaru tersebut. Sementara itu Amanda yang masih pusing tak mempedulikan tingkah ibunya lagi. Kepala disandarkan di tepi ranjang sambil memejamkan matanya. Jemari lentiknya sesekali memijat pangkal hidungnya dengan pelan. 

Amanda berusaha mengingat sesuatu. Tapi dirinya tak ingat banyak hal. Perempuan muda itu hanya ingat jika sang suami tengah menunggunya di rumah saat ini. Hanya itu yang dia ingat, selebihnya dirinya tak ingat apapun. Termasuk alasan kenapa dirinya tiba-tiba terbaring di rumah sang mama. 

“Mah, tolong telepon Mas Bimo. Tolong kabari dia kalau Manda ada di sini. Manda takut kalau Mas Bimo khawatir dan mencari Manda.” Amanda meminta tolong karena kini dirinya tidak menemukan tas miliknya yang berisi dompet, ponsel dan lain sebagainya.

Wanita yang bernama Bu Linda langsung menghentikan kegiatan jemarinya yang tengah sibuk di layar smartphone miliknya. Matanya menatap sang anak dengan dahi berkerut. Kemudian perlahan menggelengkan kepalanya. 

“Tunggulah sebentar, Manda. Juna akan segera datang kemari. Sepertinya demam mu kemarin tidak main-main. Ini buktinya kamu jadi linglung begini.” Bu Linda membuang nafas kasar.

“Juna siapa sih, Mah? Suamiku kan Mas Bimo?” Amanda bingung karena sang ibu sejak tadi menyebut nama yang asing di telinganya.

“Dari tadi kamu sebut-sebut nama Bimo sih, Manda? Bimo itu siapa? Kok kamu bilang suami sih? Calon suami kamu itu Juna, bukan Bimo. Kamu itu masih lajang. Belum menikah.”

“Juna? Juna siapa, Mah? Amanda nggak kenal Juna, Mah!” Kini giliran Amanda yang keheranan. 

Tentu saja perempuan muda tersebut merasa heran ketika sang ibu menyebut nama Juna, bukan nama Bimo suaminya. Terlebih nama Juna begitu asing baginya. Sementara itu, Bu Linda meremas jemari lentik milik Amanda, menatap wajah sang anak dengan penuh cinta. 

 “Juna itu calon suamimu, Manda! Masa kamu lupa sih? Dia adalah keturunan ningrat dari keluarga Nitis Sukma. Calon suamimu itu bernama Arjuna, Arjuna Nitis Sukma.”   

Mata Amanda terbuka lebar. Bagaimana mungkin dirinya akan menikah dengan lelaki asing yang baru saja dia dengar namanya dari mulut sang ibu. Terlebih dirinya juga telah menikah dengan seorang pria yang teramat dirinya cinta, yaitu Bimo Prakoso, seorang pengusaha sukses. 

“Jangan bercanda deh Mah! Nggak lucu deh! Manda sudah menikah Mah. Suami Manda bernama Bimo Prakoso. Hari ini hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Bercanda Mama keterlaluan ah!” 

Amanda berbicara sambil tertawa lirih. Berharap apa yang dikatakan oleh sang ibu hanya sebuah candaan. Namun saat Amanda melihat sorot mata ibunya. Amanda tahu, jika saat ini sang ibu tidak main-main dengan perkataannya. 

Wajah Amanda yang tadi sempat meremehkan ucapan sang ibu perlahan memudar berganti dengan wajah takut dan panik. 

“Mah, Mamah lagi bercanda kan? Mamah nggak serius kan? Mas Bimo itu suami Manda, menantu kesayangan Mamah loh. Mamah nggak mungkin lupa kan?” 

Amanda berbalik meremas jemari sang ibu agar mencabut semua perkataannya. Namun sia-sia, tatapan bu Linda tak berubah. Jemari Amanda terlepas dari genggaman tangan sang ibu karena lemas.   

Tok tok tok tok   

 Suara pintu kamar diketuk dengan pelan. 

 “Masuklah Nak!” Suara lembut Bu Linda terdengar.   

Sementara itu Amanda refleks menolehkan wajahnya ke arah pintu kamar.

 Pintu kamar terbuka perlahan. Diikuti dengan masuknya lelaki yang begitu rupawan. 

 “Manda, ini Juna. Arjuna Nitis Sukma, calon suamimu!”

CATATAN TAMBAHAN: Tempat kejadian, tanggal, dan cerita hanya fiksi. Tak ada nilai sejarah di dalamnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status