Amanda melongo mendengar ucapan dari sang ibu. Sementara itu matanya tak berkedip menatap ke arah lelaki yang disebut oleh ibunya sebagai calon suaminya itu. Menatapnya dari atas kepala sampai ujung kaki.
Saat Amanda sibuk dengan pikirannya sendiri, Juna yang tahu jika dirinya tengah diperhatikan oleh Amanda lantas menyunggingkan senyum manisnya. Senyuman yang justru menyadarkan Amanda. Perempuan muda tersebut bergegas membuang muka. Dirinya tak ingin bermanis- manis dengan lelaki yang baginya begitu asing tersebut.
“Juna, tolong kamu periksa Manda. Kenapa dia jadi linglung begini sih? Apa karena dia demam kemarin ya?” Nampak suara Bu Linda terdengar begitu khawatir.
Bu Linda bergegas meminta calon menantunya itu untuk memeriksa kesehatan anak semata wayangnya itu.
Arjuna yang ternyata seorang dokter bergegas mengeluarkan peralatan medisnya. Amanda sedikit memicingkan mata saat melihat Arjuna yang tengah bersiap memeriksa keadaannya. Amanda baru menyadari jika pria berkemeja garis-garis dihadapannya itu membawa tas yang berisi perlengkapan bagi seorang dokter.
“Maaf, aku akan memeriksa kondisi tubuh mu.” Arjuna bersuara ketika tangannya akan menyentuh pergelangan tangan Amanda untuk dicek tekanan darah perempuan muda tersebut.
Amanda yang diperlakukan dengan lembut bukannya tersipu namun justru tersenyum sinis. Lelaki di hadapannya ini terlalu sopan bagi seorang dokter. Kalau tidak menyentuhnya, bagaimana dia akan memeriksa keadaan pasien.
“Dasar dokter aneh!” Amanda bergumam sangat lirih.
Sepertinya ucapan Amanda hanya didengar oleh dirinya sendiri. Itu terbukti dari sang ibu yang sibuk mengamati kinerja calon menantunya. Sementara sang dokter sibuk memeriksa keadaan dirinya.
“Tidak apa-apa, Bu. Amanda hanya terlalu lelah saja. Tekanan darahnya memang agak rendah. Namun untuk yang lainnya, keadaan Amanda sangat normal.” Arjuna menjelaskan dengan lembut, sambil tangannya sibuk memasukkan kembali perlengkapan miliknya.
“Lalu kenapa dia linglung Juna? Dia bahkan lupa kamu loh. Tapi malah menyebut-nyebut nama Bimo!”
“Bimo?” Arjuna mengulangi kata-kata yang dilontarkan oleh Bu Linda. Dahinya bahkan berkerut mendengar cerita dari calon mertuanya itu.
“Bimo itu suamiku! Kami sudah menikah dan hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang pertama. Aku tidak kenal kamu!”
Amanda memotong percakapan sang ibu dan Arjuna dengan ketus. Sementara itu Arjuna yang mendapat perlakuan tersebut hanya tersenyum.
“Juna, bisa kamu jaga Manda sebentar, Nak! Mamah mau buatkan minuman dulu untuk kamu.”
“Mah! Jangan tinggalin Manda mah!” Amanda bergegas memegang erat tangan bu Linda agar tidak meninggalkannya. Namun tangannya justru ditepis oleh sang ibu.
“Aduh, kamu jangan membuat Mamah dong, Manda!” Bu Linda tersenyum kembali ke arah Arjuna dan menghiraukan tatapan memelas dari Amanda.
“Tolong jaga Amanda ya, Juna.” Lagi Bu Linda bersuara.
Arjuna menanggapinya dengan senyuman dan anggukan kepala.
“Mah!” Amanda berteriak.
Mendengar teriakan Amanda. Bu Linda tetap saja beranjak Pergi. Meninggalkan putrinya dengan Arjuna.
Arjuna mengambil kursi yang berada di depan meja rias, menariknya, hingga dirinya bisa duduk di samping ranjang tempat Amanda terbaring. Badannya sedikit membungkuk, dengan kedua siku bertopang di paha dan jemarinya bertautan menutupi mulutnya. Mata elang lelaki tersebut menatap lurus Amanda. Amanda yang diperlakukan seperti itu pun menjadi salah tingkah.
“Apa!” Amanda berkata ketus.
Sengaja Amanda matanya melotot demi bisa menutupi rasa gugupnya. Bagaimanapun juga Arjuna adalah sosok lelaki yang begitu tampan paripurna, tanpa cacat sedikitpun. Bahkan Bimo suaminya kalah jauh. Terlebih seolah Arjuna juga memiliki karismanya sendiri dan memancarkan aura tertentu. Aura yang membuat bulu roma Amanda berdiri.
“Lupakan dia!” Arjuna bersuara lirih.
“Hah?” Amanda yang tak paham hanya melongo mendengar perkataan lelaki dihadapannya.
“Lupakan dia!” Arjuna bersuara kembali.
Kini Amanda tak menjawab, namun dirinya justru fokus dengan bola mata Arjuna. Entah mengapa sorot mata lelaki itu terlihat begitu misterius dan mengeluarkan aura yang begitu aneh. Pancaran mata itu terlihat begitu mempesona namun juga mengerikan di waktu yang sama. Amanda seolah dipaksa untuk menatap iris mata yang berwarna kecoklatan tersebut.
Tanpa sadar Amanda memeluk lengannya sendiri karena suasana di kamar yang tiba-tiba terasa dingin dan mencekam. Bahkan giginya saling beradu karena rasa dingin yang menyebar ke seluruh persendian tubuhnya.
Pintu kamar terbuka perlahan. Bu Linda masuk dengan membawa nampan berisi kan segelas teh hangat. Entah kenapa, atmosfer kamar yang tadinya dingin perlahan mencair dan menghangat. Pandangan Amanda yang tadinya terkunci juga gini terlepas dari mata Arjuna.
Amanda terbatuk-batuk karena akhirnya dirinya merasa bisa bernafas dengan lega. Dirinya tadi merasa seolah tercekik oleh suasana yang begitu mengerikan dan mencekam. Suasana yang begitu dingin hingga merasuk ke sumsum tulang seluruh tubuhnya.
Amanda diliputi oleh beribu pertanyaan di kepalanya. Tentang lelaki yang ibunya sebut sebagai calon suaminya tersebut.
Juna....
Arjuna Nitis Sukma....
Siapakah dia sebenarnya?
Kenapa lelaki ini bisa menjadi calon suaminya?
Kenapa sorot matanya begitu mengerikan?
Namun pancaran matanya juga seolah memberikan perlindungan yang begitu mendalam.
Siapakah lelaki ini sebenarnya?
“Jadi, bagaimana keadaan Manda, Juna? Apa pernikahan kalian harus dibatalkan?” Bu Linda berkata sambil menyodorkan teh hangat kepada Arjuna.
Suara Bu Linda membuyarkan lamunan Amanda tentang siapa sosok Arjuna Nitis Sukma sebenarnya.
Pertanyaan yang sekaligus juga membuat Amanda menjadi takut.
“Menikah? Maksudnya apa, Mah?” Amanda bicara dengan terbata-bata.
“Pernikahan, Manda! Kamu dua hari lagi akan menikah dengan Juna. Semua sudah siap. Tapi entah kenapa kamu malah demam selama 3 hari, lalu jadi linglung seperti ini. Bahkan kamu sampai lupa sama calon suami kamu sendiri.”
“Tapi, Mah! Manda sudah menikah dan tak boleh dalam hukum dan agama seorang perempuan mempunyai dua suami. Jadi tak mungkin Amanda untuk menikah dengan Arjuna.” Amanda berbicara dengan gemetar. Suaranya pun bergetar.
Bu Linda menggelengkan kepalanya frustasi karena melihat tingkah putrinya yang aneh tersebut. Detik kemudian Bu Linda menatap kearah Juna yang sedari tadi diam tak bersuara, nampak lelaki muda tersebut sibuk meminum teh buatan Bu Linda.
“Kamu masih perawan Manda! Itu bukti kalau kamu belum menikah.” Akhirnya Arjuna bersuara.
“Dari mana kamu tahu kalau aku masih perawan? Menyentuhku saja tadi kau meminta izin!”
“Aku tahu dari nadi di tanganmu, Manda. Bersiaplah, lusa kita akan menikah. Aku akan menerima keadaanmu saat ini dengan ikhlas, karena tak mungkin pernikahan Ini dibatalkan.”
Kali ini ini Amanda tidak bisa menjawab balik perkataan lelaki yang bernama Arjuna tersebut.
Lidahnya mendadak kelu.
“Bersiaplah! Bersiaplah menjadi bagian dari keluarga Nitis Sukma, Amanda!”
Hari ini Amanda tengah menjalani prosesi ijab kabul di rumah orang tuanya. Dirinya tak lagi mampu menolak pernikahan ini.Entah mengapa tiba-tiba hatinya menjadi luluh. Menuruti semua keinginan dari keluarganya untuk menikah dengan lelaki yang sama sekali tak pernah dia kenal sebelumnya.Mereka bilang, Arjuna adalah calon suaminya, mereka berdua telah dijodohkan sejak mereka masih dalam kandungan. Namun nyatanya di ingatan Amanda tak ada kenangan tentang Arjuna sama sekali.Anehnya lagi, ingatan perempuan muda itu tentang Bimo suaminya juga perlahan memudar. Jika nekat mengingat kembali tentang wajah sang suami. Tiba-tiba kepalanya terasa menjadi berat dan sangat sakit.Hal ini terjadi semenjak dirinya meminum obat yang diberikan oleh Arjuna tempo hari setelah memeriksanya. Lebih tepatnya bukan obat, melainkan ramuan herbal karena bentuk dan rasanya menyerupai jamu beras kencur.Waktu itu, setelah Arjuna pergi dari rumah. Bu Linda bergegas memberikan ramuan yang ditinggalkan oleh Arju
"Siapa itu Nastiti Pak?" Amanda bertanya yang disambut dengan keheningan dari yang lainnya. Lagi Amanda pun mengeluarkan suaranya.Namun diantara keempat orang yang duduk di sekitar Amanda, tak ada satupun yang menjawab pertanyaan dari perempuan muda tersebut. Hal itu membuat Amanda tersinggung. Baru saja mulut perempuan muda itu akan terbuka untuk mengajukan protes. Namun suara berat pak Baskoro langsung membanting nyali Amanda."Pak Agus! Kenapa dia sangat tidak sopan! Berbicara sebelum disuruh. Apa kau tidak mengajari dia sopan santun! Apa kau belum memberinya pendidikan tentang sopan santun dan adat istiadat keluarga Ningrat Nitis Sukma, Pak Agus!""Maaf Kanjeng Romo. Kemarin Amanda demam parah, jadi anak saya sedikit linglung. Sementara tanggal pernikahan sudah ditentukan dan tak bisa diubah. Mohon di maklumi pak." Pak Agus berbicara dengan gemetaran dihadapan besannya tersebut. Berdoa agar sang besan mau menerima alasan yang memang tidak dibuat-buat olehnya tersebut.Keadaan Ama
Pria muda nan rupawan yang bernama Arjuna Nitis Sukma tersebut menghembuskan nafasnya perlahan. Kedua telapak tangannya mencengkram kemudi dengan erat. Seolah ada beban berat yang tengah dia pikirkan.“Aku akan melindungi mu, Nastiti! Apapun yang terjadi.” Lagi Arjuna bergumamKini, sebuah senyuman tulus dia persembahkan kepada sang istri yang tengah tertidur pulas tersebut.Di tengah perjalanan, Pak Baskoro menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. Mau tak mau Arjuna yang di belakangnya pun harus berhenti.Nampak supir pribadi keluarga Nitis Sukma keluar dari dalam mobil yang ditumpangi Pak Baskoro. Lelaki tersebut melangkahkan kakinya perlahan kearah mobil Arjuna dan tangannya mengetuk kaca mobil dengan perlahan. Arjuna yang paham langsung menurunkan kaca jendela mobilnya.“Ngapunten (Maaf) Den Bagus, Kanjeng Romo menyuruh saya untuk memberikan ini kepada Den Bagus Arjuna.” Sang sopir berbicara lembut sambil menyerahkan secarik kertas.Arjuna bergegas mengambil kertas tersebut. Saat s
Suara serak namun begitu berwibawa terdengar dari mulut seorang wanita tua yang disebut Eyang Putri.Masih dengan tampilan yang begitu apik. Baju kebaya Kupu Tarung warna hijau tua, dengan jarik batik motif isi mentimun warna coklat keemasan.Wajah bertabur bedak dan make up tipis- tipis. Membuat wajah sepuhnya selalu terlihat segar.Rambut disanggul, dan tertancap tusuk konde emas yang berkilau saat kepala si empunya bergerak. Tak lupa sepasang giwang yang begitu cocok dengan kalung juga bros yang bertengger di bajunya. Sungguh wanita ningrat dengan aura begitu besar dan mengagumkan.Nastiti alias Amanda yang jiwanya kosong hanya diam dengan ekspresi datar. Arjuna yang melihat sang istri menjadi sedikit khawatir. Takut jika Eyang Putri tersinggung karena tak ada jawaban dari Nastiti alias Amanda.“Diajeng Nastiti, tersenyumlah. Sapa Eyang Putri.” Arjuna bersisik.Amanda kemudian menganggukkan kepalanya perlahan, memberikan senyum kaku ke arah Eyang Putri. Senyum yang bagai senyuman s
Terdengar suara Amanda yang berteriak lirih sambil mencengkram erat kepalanya seolah menahan sakit yang teramat. Suara rintihan itu bisa menggambarkan dengan jelas jika keadaan wanita tersebut tidaklah baik-baik saja.Mata perempuan yang telah sah menjadi istri Arjuna kini nampak lagi sinarnya. Wajahnya kembali menunjukkan ekspresi. Walaupun kini yang terpancar dari wajah cantiknya justru raut wajah yang menahan rasa sakit.“Diajeng Nastiti, kau merasa sakit lagi?” Arjuna terdengar begitu khawatir.Dia tahu jika efek dari ramuan yang diminum oleh istrinya itu telah mulai memudar khasiatnya. Jika efeknya benar-benar menghilang, maka Amanda akan menjadi seperti sifat aslinya. Dia akan menjadi wanita yang pembangkang dan tidak lemah lembut. Bisa-bisa Eyang Putri curiga kalau Amanda alias Nastiti belum menjalani pendidikan tata krama dan adat istiadat keluarga Nitis Sukma. Jika sampai hal itu terjadi, maka Eyang Putri dapat dipastikan akan marah besar. Arjuna bingung harus bersikap bagaim
“Aduh! Hati-hati donk pak dokter, eh maksudnya, hati-hati Kang Mas. Sakit!” Amanda menjerit saat Arjuna menusukkan jarum suntik ke urat nadinya dengan agak kasar. Mata Amanda membulat sempurna. “Maafkan aku, aku tak sengaja, Diajeng.” Arjuna yang merasa bersalah pun meminta maaf. Ucapan Sekar Ayu barusan sukses membuat lelaki tampan itu kehilangan konsentrasi miliknya. Hingga tanpa sengaja membuat Amanda kesakitan. Arjuna berusaha bersikap setenang mungkin, dan terus melanjutkan aktivitasnya, yaitu memasang infus ke tubuh sang istri. Walau tak dipungkiri jika perkataan adiknya barusan telah membuka luka lama. Arjuna hanya diam, sama sekali tak menanggapi perkataan sang adik. Namun lain halnya dengan Amanda. Dia sangat penasaran dengan perkataan adik iparnya, Sekar Ayu. “Dulu? Kejadian apa memangnya, Sekar?” Amanda begitu penasaran, namun tangannya digenggam erat oleh Arjuna. Amanda menggigit bibir bawahnya. Agaknya dirinya membuat sebuah kesalahan dengan bertanya hal tersebut ke
“Aku adalah Nastiti!” Wanita yang berparas bak pinang dibelah dua dengan Amanda itu berucap.Gadis ayu di hadapan Amanda itu tersenyum begitu manis. Amanda bagai melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Bingkai wajah gadis ayu yang mengaku bernama Nastiti itu tersenyum lagi.Angin laut kembali bertiup membelai tubuh para perempuan ayu yang berpakaian pengantin itu. Ronce kembang melati tibo dodo berayun-ayun di tubuh mereka.Amanda yang melihat seseorang dengan wajah begitu mirip dengannya itu berlaku mengedipkan matanya untuk meyakinkan apakah dirinya salah lihat atau bagaimana. Akan tetapi, walaupun Amanda berkedip berkali-kali nyatanya sosok di hadapan Amanda itu tak kunjung menghilang yang menandakan jika dia memang ada dan nyata.Amanda sampai membuka mulutnya agar bisa bernafas karena dadanya berdetak dengan kencang. Pikirannya masih belum bisa menerima dengan apa yang dirinya hadapi saat ini. bagaimana mungkin ada sosok lain yang wajahnya benar-benar mirip dengan dirin
“Aku ingin pulang!” Arjuna tersentak mendengar perkataan Amanda, ditarik dengan cepat wajahnya dan menatap wajah Amanda yang telah kembali tertidur. Arjuna mengusap perlahan kepala sang istri, merapikan kembali untaian rambut yang berantakan karena perlawanan istrinya tadi. Selanjutnya, pria berhidung mancung itu menggenggam lengan Amanda yang berdarah akibat jarum infus yang terlepas paksa. Dengan sigap lelaki tampan tersebut membersihkan noda darah yang mulai mengering. Luka yang robek sudah berhenti mengeluarkan darah, tinggal membersihkannya dengan alkohol dan memberikan antiseptik agar tidak infeksi. “Arjuna! Apa yang sedang kamu lakukan?” Terdengar suara Eyang Putri menggema ke penjuru kamar. Ternyata beliau telah berdiri di depan pintu kamar. Agaknya perempuan berkharisma itu datang ke kamar istrinya karena mendengar suara gaduh yang timbul dari suara Amanda. Arjuna yang tengah sibuk mengobati Amanda hanya mendesah pelan tanpa memalingkan wajahnya ke arah sumber suara. “Se