Share

BAB-4  NASTITI

"Siapa itu Nastiti Pak?" Amanda bertanya yang disambut dengan keheningan dari yang lainnya. Lagi Amanda pun mengeluarkan suaranya.

Namun diantara keempat orang yang duduk di sekitar Amanda, tak ada satupun yang menjawab pertanyaan dari perempuan muda tersebut. Hal itu membuat Amanda tersinggung. Baru saja mulut perempuan muda itu akan terbuka untuk mengajukan protes. Namun suara berat pak Baskoro langsung membanting nyali Amanda.

"Pak Agus! Kenapa dia sangat tidak sopan! Berbicara sebelum disuruh. Apa kau tidak mengajari dia sopan santun! Apa kau belum memberinya pendidikan tentang sopan santun dan adat istiadat keluarga Ningrat Nitis Sukma, Pak Agus!"

"Maaf Kanjeng Romo. Kemarin Amanda demam parah, jadi anak saya sedikit linglung. Sementara tanggal pernikahan sudah ditentukan dan tak bisa diubah. Mohon di maklumi pak." Pak Agus berbicara dengan gemetaran dihadapan besannya tersebut. Berdoa agar sang besan mau menerima alasan yang memang tidak dibuat-buat olehnya tersebut.

Keadaan Amanda alias Nastiti memang agak mengkhawatirkan  karena Amanda demam selama tiga hari dan demamnya itu sangat parah. Bahkan membuat Pak Agus dan sang istri kebingungan.

"Hmmm....!"

Pak Baskoro geram, wajahnya merah padam. Wajah dengan kulit sawo matang itu bercampur dengan warna merah kehitaman. Terlihat sekali jika lelaki tersebut tengah menahan amarah yang begitu besar.

"Maaf Romo, saat itu Nastiti kondisi badannya benar-benar tak memungkinkan Kanjeng Romo.

Maafkan saya. Sayalah yang salah atas kejadian ini." Suara lembut Arjuna terdengar.

"Hmmm.....!" Kali ini Pak Baskoro mengalihkan wajahnya untuk menatap kearah sang anak.

"Kaulah yang harus menanggung akibatnya karena kecerobohan mu ini! Istrimu ini akan menjadi pembangkang jika tidak kau ajari sopan santun. Tak tahukah kau Arjuna, kecerobohan mu ini akan menyengsarakan mu suatu saat nanti!" Suara Pak Baskoro terdengar runtut dan berat. Nampak dengan jelas kecewa di setiap kata-kata yang dia lontarkan.

"Nggih Kanjeng Romo. Maafkan saya. Saya akan menuntun dan mengajarkan tentang sopan santun untuk Amanda agar dia layak menyandang gelar Nastiti Nitis Sukma." Arjuna masih bersuara lembut.

Berharap Romonya luluh.

"Ingat Arjuna, Karena kecerobohan mu ini, sebagai gantinya kau sendirilah yang harus melakukannya.

Sampai istrimu itu layak menyandang nama Nastiti, calon ibu dari penerus trah Ningrat Nitis Sukma!"

"Nggih Kanjeng Romo."

"dan kau Pak Agus!" Pak Baskoro menatap tajam ke arah besannya, yaitu Papah Amanda.

"Kau harus dihukum Pak Agus! Tak ku izinkan kau datang ke Griya Utami untuk menemui anakmu.

Sampai dia layak menyandang gelar Nastiti Nitis Sukma, kau mengerti Pak Agus! "

"Nggih Kanjeng Romo."

"dan kau, aku tidak akan memanggilmu Nastiti Sampai kau layak menyandang gelar tersebut. Aku akan memanggilmu dengan gelar kehormatan tersebut saat kau sudah selesai belajar tentang sopan santun keluarga Nitis Sukma. Sementara itu aku akan memanggilmu cah ayu!" Pak Baskoro suaranya melunak saat memanggil dan menatap Amanda. Namun tetap saja membuat Gadis itu menggigil ketakutan.

Amanda hanya mampu menunduk tak berani menatap pandangan dari mertuanya yang sangat tajam.

"Nggih Kanjeng Romo." Amanda menjawab dengan suara yang sangat pelan karena ketakutan.

Sungguh, Pak Baskoro Nitis Sukmo sang mertua memancarkan aura kewibawaan yang begitu besar. Tak hanya aura kewibawaan dan kebijaksanaan saja yang terpancar. Namun entah mengapa ada aura tersembunyi yang begitu mengerikan. Aura tersebut sama persis dengan yang dimiliki oleh Arjuna. Tapi Amanda sendiri tak paham dengan apa yang dia rasakan tersebut. Aura yang terasa bukan terlihat menyenangkan namun justru seperti memiliki kekuatan yang begitu dahsyat dan mengerikan. "Bersiaplah Cah Ayu, kau harus ikut ke Griya Utami sekarang juga. Tak perlu kau membawa apapun. Tetaplah kau memakai kebaya itu. Sebagai bukti kau telah menikah dengan cucu tertua keluarga Nitis Sukma. Kau paham kan Cah Ayu! "

"Nggih Kanjeng Romo. Saya paham." Amanda menjawab dengan kepala menunduk dan jari yang saling meremas karena rasa takut yang luar biasa.

Tak menunggu lama, setelah percakapan menegangkan itu berakhir. Amanda diboyong ke Griya Utami keluarga Nitis Sukma.

Amanda hatinya teramat sedih karena dirinya tak diperbolehkan memeluk kedua orang tuanya untuk yang terakhir kalinya.

Kanjeng Romo Baskoro bilang, sekarang kedua orang tuanya tak lagi berhak menyentuh tubuh Amanda alias Nastiti. Dirinya tak boleh disentuh siapapun kecuali Arjuna yang telah menjadi suaminya. Itupun Arjuna hanya boleh menyentuh Nastiti saat mereka melakukan ritual malam pengantin. Sebelum ritual tersebut dilakukan Arjuna pun tak boleh menyentuh Nastiti kecuali untuk urusan yang sangat mendesak, itupun harus diawasi oleh sesepuh keluarga ningrat Nitis Sukma.

Kanjeng Romo Baskoro pergi sendiri dengan mobil dan supir. Sementara itu Arjuna dan Amanda menggunakan mobil yang lain. Arjuna tahu Amanda tak nyaman jika harus satu mobil dengan ayahnya. Jadi Arjuna menggunakan berbagai alasan agar Amanda hanya berdua saja dengan dirinya, dan akhirnya sang Romo pun mengijinkan dengan wanti-wanti bahwa Arjuna tidak boleh menyentuh sang istri sampai ritual malam pengantin dilaksanakan.

Di dalam mobil Amanda hanya diam. Pandangannya sengaja diarahkan ke luar jendela. Sungguh perasaannya kali ini campur aduk. Antara takut, benci dan rindu.

Amanda memegangi kepalanya yang tiba-tiba merasa sakit seperti dihantam benda berat. Entah mengapa saat hatinya merindukan sesuatu, kepalanya menjadi teramat sangat sakit.

"Kau tak apa Amanda?" Arjuna bertanya kepada Amanda. Namun hanya suaranya saja yang terdengar khawatir. Wajahnya justru datar dan dingin dengan pandangannya masih tetap fokus ke depan.

"Kau masih pusing?" Lagi Arjuna bertanya.

Amanda tak menjawab, dirinya sibuk mengedipkan matanya dengan cepat dan tangan kanan yang sibuk menekan pangkal hidungnya. Sementara itu kepala dia sandarkan ke jok mobil. Berharap rasa sakit kepala yang tiba-tiba menderanya dapat berkurang dan hilang.

"Minumlah!" Arjuna menyodorkan sebuah botol kaca sebesar ibu jari. Bentuk botol kaca yang begitu kuno dengan cairan kehijauan seperti air sirup di dalamnya.

"Tak bisakah kau memberiku Paracetamol saja Pak Dokter? Kenapa kau justru memberikanku sebuah ramuan aneh ini!" Amanda mengomel, namun tangannya tetap saja terulur menerima botol pemberian sang suami.

"Minumlah, itu akan membuatmu rileks dan tertidur." Amanda tak menyahuti perkataan Arjuna.

Pandangannya sibuk dengan botol kaca digenggamnya saat ini.

"Boleh aku bertanya? Siapa itu Nastiti? Apa dia mantanmu? "

Entah darimana Amanda berani bertanya begitu dengan sang suami. Namun yang diberikan pertanyaan hanya diam tak menjawab. Hal itu membuat Amanda cemberut karena jengkel.

"Minumlah! Aku tak ingin Kanjeng Romo kembali murka karena melihatmu terus melawan Manda! Tak bisakah kau diam dan menurut saja. Karena kau sering melawan dan berkata sebelum disuruh, itulah yang menyebabkan Kanjeng Romo tahu kalau kau belum mempelajari adat istiadat kelurga Nitis Sukma. Seorang perempuan ningrat harusnya tak berbicara sebelum mereka disuruh berbicara. Perkataan yang keluar dari perempuan ningrat juga harus penuh kelembutan dan tidak ada nada yang tinggi, apalagi sampai keluar kata-kata yang menunjukkan perlawanan."

Amanda terdiam, berpikir sejenak. Kalau Arjuna mungkin saja ingin meracuninya. Namun Amanda seolah tak peduli jika benar dia akan di racun juga. 

Dirinya saat ini  merasa tengah merindukan seseorang. Seolah ada seseorang yang menunggunya. Tapi entah itu siapa Amanda tak ingat. Lebih tepatnya tak bisa mengingatnya.

Tanpa sadar Amanda meremas dadanya yang terasa sesak karena merindukan sesuatu yang tak dapat dia ingat.

Amanda berteriak karena kembali kepalanya terasa sangat sakit.

"Minumlah obatnya, Manda! Aku mohon. Jangan siksa dirimu!" Arjuna kembali menyuruh Amanda untuk meminum ramuan tersebut.

Karena rasa sakit yang teramat sangat. Tanpa ragu lagi Amanda menenggak cairan yang ada di dalam botol kecil tersebut.

Tak perlu menunggu lama rasa kantuk menghampiri Amanda.  Matanya terasa begitu berat. Pada detik terakhir sebelum Amanda benar-benar terlelap, perempuan itu melihat raut sedih dari wajah tampan suaminya. Amanda juga mendengar bisikan pelan dari mulut sang suami.

"Tidurlah, dengan begitu kau akan selamat, Nastiti!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status