"Siapa itu Nastiti Pak?" Amanda bertanya yang disambut dengan keheningan dari yang lainnya. Lagi Amanda pun mengeluarkan suaranya.
Namun diantara keempat orang yang duduk di sekitar Amanda, tak ada satupun yang menjawab pertanyaan dari perempuan muda tersebut. Hal itu membuat Amanda tersinggung. Baru saja mulut perempuan muda itu akan terbuka untuk mengajukan protes. Namun suara berat pak Baskoro langsung membanting nyali Amanda.
"Pak Agus! Kenapa dia sangat tidak sopan! Berbicara sebelum disuruh. Apa kau tidak mengajari dia sopan santun! Apa kau belum memberinya pendidikan tentang sopan santun dan adat istiadat keluarga Ningrat Nitis Sukma, Pak Agus!"
"Maaf Kanjeng Romo. Kemarin Amanda demam parah, jadi anak saya sedikit linglung. Sementara tanggal pernikahan sudah ditentukan dan tak bisa diubah. Mohon di maklumi pak." Pak Agus berbicara dengan gemetaran dihadapan besannya tersebut. Berdoa agar sang besan mau menerima alasan yang memang tidak dibuat-buat olehnya tersebut.
Keadaan Amanda alias Nastiti memang agak mengkhawatirkan karena Amanda demam selama tiga hari dan demamnya itu sangat parah. Bahkan membuat Pak Agus dan sang istri kebingungan.
"Hmmm....!"
Pak Baskoro geram, wajahnya merah padam. Wajah dengan kulit sawo matang itu bercampur dengan warna merah kehitaman. Terlihat sekali jika lelaki tersebut tengah menahan amarah yang begitu besar.
"Maaf Romo, saat itu Nastiti kondisi badannya benar-benar tak memungkinkan Kanjeng Romo.
Maafkan saya. Sayalah yang salah atas kejadian ini." Suara lembut Arjuna terdengar.
"Hmmm.....!" Kali ini Pak Baskoro mengalihkan wajahnya untuk menatap kearah sang anak.
"Kaulah yang harus menanggung akibatnya karena kecerobohan mu ini! Istrimu ini akan menjadi pembangkang jika tidak kau ajari sopan santun. Tak tahukah kau Arjuna, kecerobohan mu ini akan menyengsarakan mu suatu saat nanti!" Suara Pak Baskoro terdengar runtut dan berat. Nampak dengan jelas kecewa di setiap kata-kata yang dia lontarkan.
"Nggih Kanjeng Romo. Maafkan saya. Saya akan menuntun dan mengajarkan tentang sopan santun untuk Amanda agar dia layak menyandang gelar Nastiti Nitis Sukma." Arjuna masih bersuara lembut.
Berharap Romonya luluh.
"Ingat Arjuna, Karena kecerobohan mu ini, sebagai gantinya kau sendirilah yang harus melakukannya.
Sampai istrimu itu layak menyandang nama Nastiti, calon ibu dari penerus trah Ningrat Nitis Sukma!"
"Nggih Kanjeng Romo."
"dan kau Pak Agus!" Pak Baskoro menatap tajam ke arah besannya, yaitu Papah Amanda.
"Kau harus dihukum Pak Agus! Tak ku izinkan kau datang ke Griya Utami untuk menemui anakmu.
Sampai dia layak menyandang gelar Nastiti Nitis Sukma, kau mengerti Pak Agus! "
"Nggih Kanjeng Romo."
"dan kau, aku tidak akan memanggilmu Nastiti Sampai kau layak menyandang gelar tersebut. Aku akan memanggilmu dengan gelar kehormatan tersebut saat kau sudah selesai belajar tentang sopan santun keluarga Nitis Sukma. Sementara itu aku akan memanggilmu cah ayu!" Pak Baskoro suaranya melunak saat memanggil dan menatap Amanda. Namun tetap saja membuat Gadis itu menggigil ketakutan.
Amanda hanya mampu menunduk tak berani menatap pandangan dari mertuanya yang sangat tajam.
"Nggih Kanjeng Romo." Amanda menjawab dengan suara yang sangat pelan karena ketakutan.
Sungguh, Pak Baskoro Nitis Sukmo sang mertua memancarkan aura kewibawaan yang begitu besar. Tak hanya aura kewibawaan dan kebijaksanaan saja yang terpancar. Namun entah mengapa ada aura tersembunyi yang begitu mengerikan. Aura tersebut sama persis dengan yang dimiliki oleh Arjuna. Tapi Amanda sendiri tak paham dengan apa yang dia rasakan tersebut. Aura yang terasa bukan terlihat menyenangkan namun justru seperti memiliki kekuatan yang begitu dahsyat dan mengerikan. "Bersiaplah Cah Ayu, kau harus ikut ke Griya Utami sekarang juga. Tak perlu kau membawa apapun. Tetaplah kau memakai kebaya itu. Sebagai bukti kau telah menikah dengan cucu tertua keluarga Nitis Sukma. Kau paham kan Cah Ayu! "
"Nggih Kanjeng Romo. Saya paham." Amanda menjawab dengan kepala menunduk dan jari yang saling meremas karena rasa takut yang luar biasa.
Tak menunggu lama, setelah percakapan menegangkan itu berakhir. Amanda diboyong ke Griya Utami keluarga Nitis Sukma.
Amanda hatinya teramat sedih karena dirinya tak diperbolehkan memeluk kedua orang tuanya untuk yang terakhir kalinya.
Kanjeng Romo Baskoro bilang, sekarang kedua orang tuanya tak lagi berhak menyentuh tubuh Amanda alias Nastiti. Dirinya tak boleh disentuh siapapun kecuali Arjuna yang telah menjadi suaminya. Itupun Arjuna hanya boleh menyentuh Nastiti saat mereka melakukan ritual malam pengantin. Sebelum ritual tersebut dilakukan Arjuna pun tak boleh menyentuh Nastiti kecuali untuk urusan yang sangat mendesak, itupun harus diawasi oleh sesepuh keluarga ningrat Nitis Sukma.
Kanjeng Romo Baskoro pergi sendiri dengan mobil dan supir. Sementara itu Arjuna dan Amanda menggunakan mobil yang lain. Arjuna tahu Amanda tak nyaman jika harus satu mobil dengan ayahnya. Jadi Arjuna menggunakan berbagai alasan agar Amanda hanya berdua saja dengan dirinya, dan akhirnya sang Romo pun mengijinkan dengan wanti-wanti bahwa Arjuna tidak boleh menyentuh sang istri sampai ritual malam pengantin dilaksanakan.
Di dalam mobil Amanda hanya diam. Pandangannya sengaja diarahkan ke luar jendela. Sungguh perasaannya kali ini campur aduk. Antara takut, benci dan rindu.
Amanda memegangi kepalanya yang tiba-tiba merasa sakit seperti dihantam benda berat. Entah mengapa saat hatinya merindukan sesuatu, kepalanya menjadi teramat sangat sakit.
"Kau tak apa Amanda?" Arjuna bertanya kepada Amanda. Namun hanya suaranya saja yang terdengar khawatir. Wajahnya justru datar dan dingin dengan pandangannya masih tetap fokus ke depan.
"Kau masih pusing?" Lagi Arjuna bertanya.
Amanda tak menjawab, dirinya sibuk mengedipkan matanya dengan cepat dan tangan kanan yang sibuk menekan pangkal hidungnya. Sementara itu kepala dia sandarkan ke jok mobil. Berharap rasa sakit kepala yang tiba-tiba menderanya dapat berkurang dan hilang.
"Minumlah!" Arjuna menyodorkan sebuah botol kaca sebesar ibu jari. Bentuk botol kaca yang begitu kuno dengan cairan kehijauan seperti air sirup di dalamnya.
"Tak bisakah kau memberiku Paracetamol saja Pak Dokter? Kenapa kau justru memberikanku sebuah ramuan aneh ini!" Amanda mengomel, namun tangannya tetap saja terulur menerima botol pemberian sang suami.
"Minumlah, itu akan membuatmu rileks dan tertidur." Amanda tak menyahuti perkataan Arjuna.
Pandangannya sibuk dengan botol kaca digenggamnya saat ini.
"Boleh aku bertanya? Siapa itu Nastiti? Apa dia mantanmu? "
Entah darimana Amanda berani bertanya begitu dengan sang suami. Namun yang diberikan pertanyaan hanya diam tak menjawab. Hal itu membuat Amanda cemberut karena jengkel.
"Minumlah! Aku tak ingin Kanjeng Romo kembali murka karena melihatmu terus melawan Manda! Tak bisakah kau diam dan menurut saja. Karena kau sering melawan dan berkata sebelum disuruh, itulah yang menyebabkan Kanjeng Romo tahu kalau kau belum mempelajari adat istiadat kelurga Nitis Sukma. Seorang perempuan ningrat harusnya tak berbicara sebelum mereka disuruh berbicara. Perkataan yang keluar dari perempuan ningrat juga harus penuh kelembutan dan tidak ada nada yang tinggi, apalagi sampai keluar kata-kata yang menunjukkan perlawanan."
Amanda terdiam, berpikir sejenak. Kalau Arjuna mungkin saja ingin meracuninya. Namun Amanda seolah tak peduli jika benar dia akan di racun juga.
Dirinya saat ini merasa tengah merindukan seseorang. Seolah ada seseorang yang menunggunya. Tapi entah itu siapa Amanda tak ingat. Lebih tepatnya tak bisa mengingatnya.
Tanpa sadar Amanda meremas dadanya yang terasa sesak karena merindukan sesuatu yang tak dapat dia ingat.
Amanda berteriak karena kembali kepalanya terasa sangat sakit.
"Minumlah obatnya, Manda! Aku mohon. Jangan siksa dirimu!" Arjuna kembali menyuruh Amanda untuk meminum ramuan tersebut.
Karena rasa sakit yang teramat sangat. Tanpa ragu lagi Amanda menenggak cairan yang ada di dalam botol kecil tersebut.
Tak perlu menunggu lama rasa kantuk menghampiri Amanda. Matanya terasa begitu berat. Pada detik terakhir sebelum Amanda benar-benar terlelap, perempuan itu melihat raut sedih dari wajah tampan suaminya. Amanda juga mendengar bisikan pelan dari mulut sang suami.
"Tidurlah, dengan begitu kau akan selamat, Nastiti!"
Semenjak kepulangan Amanda. Kini gadis ayu itu tinggal bersama kedua orangtuanya karena Amanda sering menangis dan menjerit ketakutan saat malam hari. Terlebih Bimo suaminya sering keluar kota untuk mengurus bisnis. Membuat Bu Linda dan Pak Agus selaku orang tua Amanda menjadi khawatir dengan keadaan anak mereka.Selama tiga bulan terakhir, Amanda sudah sepuluh kali dibawa ke Paranormal. Semuanya angkat tangan. Mereka bilang jika ada satu makhluk yang mengikuti Amanda. Seorang perempuan cantik berambut panjang yang dikepang satu dengan pakaian kebaya kuno warna hijau tua.Orang tua Amanda sampai bingung, bagaimana cara mereka agar bisa menyelamatkan Amanda. Mereka pikir dengan kembalinya Amanda dari jurang, maka anak mereka akan selamat. Namun kenyataannya anak perempuan mereka justru semakin buruk keadaannya.Amanda berteriak, lalu melamun, kemudian berteriak lagi. Seolah Amanda benar-benar ketakutan. Saat sang suami meminta haknya. Amanda menjadi sangat liar dan berkata jika Bimo bu
“Kakek!” Amanda berteriak histeris dengan posisi terduduk dan mata melotot“Alhamdulillah!” Terdengar suara serentak mengucap Hamdalah.Amanda yang masih pusing memegangi kepalanya. Pandangannya masih sedikit buram. Gadis ayu itu tersentak saat seseorang tiba-tiba memeluknya dengan erat sambil menangis. Ternyata itu adalah ibunya yaitu Bu Linda. Amanda dapat merasakan jika wanita yang telah melahirkannya itu sangat khawatir dengannya.“Alhamdulillah, Sayang. Kau sudah bangun. Alhamdulillah.” Amanda memeluk balik sang Ibu.Pandangannya yang sudah mulai jelas, kini memindai seluruh ruangan. Ternyata dirinya berada di ruang keluarga yang dikelilingi oleh bapak-bapak yang masing-masing di tangan merek
Bumi pun bergetar dengan hebatnya. Gelombang laut meninggi, siap menghantam pesisir. Angkasa seolah terbelah, siap menimpa siapapun yang ada di bawahnya. Suara guntur bergandengan tangan dengan sang angin yang sibuk menari berputar-putar siap menerbangkan apapun yang menghalanginya. Amanda yang mulai paham dengan situasinya pun terus-menerus mengucap nama Tuhan. Dia memanglah seorang hamba yang sering lalai dengan kewajibannya. Amanda sangat bersyukur mulutnya masih diijinkan untuk menyebut nama penguasa semesta alam.“Allahu Akbar. Ya Allah. Allahu Akbar!” Amanda terus bertakbir sambil menangis. Dia tak hafal doa apapun. Dia hanya mampu menyebut nama Tuhan dengan setulus hati, berharap kali ini Allah mau menolongnya.Amanda terus menangis karena menyesal. Selama tiga hari ini dirinya sama sekali tak ingat dengan Tuhan. Andai dirinya tak jauh dari Tuhan pasti dia takkan mengalami hal yang sangat mengerikan seperti ini. Amanda mengutuk dirinya sendiri yang baru sekarang ini mengingat d
“Itu dia! Cepat tangkap!”Amanda terus berlari tanpa berani menoleh ke belakang. Dia yakin jika yang mengejarnya adalah rombongan yang diutus oleh ayah mertuanya.Jatuh bangun Amanda berlari menembus hujan yang tak mau berhenti. Gadis ayu itu tak peduli jika kakinya yang tanpa alas kaki itu terluka karena terus menapaki tanah yang licin.“Cepat tangkap dia! Jangan sampai kabur!” Lagi suara rombongan itu terdengar. Membuat irama jantung Amanda semakin tak karuan.Kini Amanda harus berjuang sendiri karena suaminya tak lagi di sampingnya. Tak ada yang bisa diandalkan kecuali dirinya sendiri. Keselamatan nyawanya tergantung dari tekad yang dia miliki. “Aku harus selamat, aku harus pulang!” Amanda berucap sambil menangis. Berusaha menyuntikan kekuatan untuk dirinya sendiri.“Mamah, Papah, Mas Bimo.” Amanda memanggil satu persatu nama orang yang dikasihinya.Gadis ayu itu kini ingat semuanya. Siapa suaminya yang sebenarnya. Semua kepingan ingatannya yang hilang perlahan kembali memasuki kep
Amanda tak lagi mampu menahan tangisnya. Dia pikir Arjuna adalah lelaki yang akan melindunginya. Nyatanya, dia hanya lelaki jahat yang bersembunyi dibalik wajah tampannya. Amanda tak menyangka jika dalang di balik semua yang tengah terjadi pada dirinya adalah Arjuna. Amanda menangis tersedu sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Arjuna berusaha menenangkan Amanda dengan memeluknya. Namun tubuhnya didorong oleh Amanda."Jangan sentuh aku!" Amanda berteriak kencang."Tenanglah, Diajeng. Tolong tenang. Jangan sampai suaramu didengar oleh mereka yang tengah mengejar kita." Arjuna berusaha menenangkan Amanda.Amanda berusaha tenang walau isak tangisnya masih terdengar."Aku mengaku, aku memang salah karena telah memanggilmu kemari, bahkan aku berniat memanfaatkan tubuhmu demi kepentingan pribadi. Aku sangat menyesal, Diajeng. Tapi aku tak bisa berbuat banyak karena semua takdir yang kau alami itu terikat dengan beliau, Amanda. Maafkan aku, Diajeng."Amanda mengerutkan dah
"Apa! Jadi aku akan dijadikan tumbal oleh keluargamu!" Amanda berteriak tatkala dirinya tahu apa yang sebenarnya terjadi."Kau adalah titisan dari istriku yang telah meninggal, Amanda. Dalam tubuhmu mengalir darah warisan dari trah istriku.""Tunggu-tunggu!" Amanda menghentikan perkataan Arjuna yang menurutnya sangat tak masuk akal itu."Titisan? Darah warisan? Maksudnya apa? Bukannya tadi kau bilang jika aku adalah tumbal?" Amanda semakin bingung dan frustasi dengan apa yang dihadapinya saat ini."Tenanglah sebentar, Diajeng. Biarkan aku menyelesaikan perkataanku.""Baiklah kalau begitu. Ceritakan semua padaku. Kenapa aku bisa sampai di sini. Maksudku, kenapa harus aku?" Amanda menghembuskan nafas kasar. Dirinya marah serta kecewa dan juga penasaran.Amanda menatap serius Arjuna yang mulai menceritakan segalanya. Dimulai dari kisah mendiang sang istri yang bernama Nastiti hingga dimana gadis ayu itu berakhir menjadi tumbal untuk melahirkan penerus Trah Nitis Sukma."Jadi perempuan ya