Share

BAB-3 AKAD NIKAH

Hari ini Amanda tengah menjalani prosesi ijab kabul di rumah orang tuanya. Dirinya tak lagi mampu menolak pernikahan ini.

Entah mengapa tiba-tiba hatinya menjadi luluh. Menuruti semua keinginan dari keluarganya untuk menikah dengan lelaki yang sama sekali tak pernah dia kenal sebelumnya.

Mereka bilang, Arjuna adalah calon suaminya, mereka berdua telah dijodohkan sejak mereka masih dalam kandungan. Namun nyatanya di ingatan Amanda tak ada kenangan tentang Arjuna sama sekali.

Anehnya lagi, ingatan perempuan muda itu tentang Bimo suaminya juga perlahan memudar. Jika nekat mengingat kembali tentang wajah sang suami. Tiba-tiba kepalanya terasa menjadi berat dan sangat sakit.

Hal ini terjadi semenjak dirinya meminum obat yang diberikan oleh Arjuna tempo hari setelah memeriksanya. Lebih tepatnya bukan obat, melainkan ramuan herbal karena bentuk dan rasanya menyerupai jamu beras kencur.

Waktu itu, setelah Arjuna pergi dari rumah. Bu Linda bergegas memberikan ramuan yang ditinggalkan oleh Arjuna untuknya.

Awalnya Amanda menolak dengan keras obat atau ramuan dari Arjuna. Dirinya sangsi dengan ramuan itu, takut ada racunnya. Namun sang ibu terus mendesaknya. Bahkan beliau sampai menangis memohon agar Amanda mau meminumnya. Dengan alasan jika ramuan ini bagus untuk kesehatan Amanda dan tidak mungkin jika Arjuna mau mencelakainya atau memberikan racun kepada dirinya.

Awalnya Amanda masih terus menolak keinginan ibunya tersebut. Namun sang ibu tangisnya justru semakin keras. Sehingga membuat Amanda luluh dan mau meminumnya.

Amanda masih sempat melihat sang ibu tersenyum saat melihat dirinya meminum ramuan tersebut, lebih tepatnya mamahnya itu menyeringai.

Setelah meminumnya, entah mengapa tiba-tiba Amanda menjadi mengantuk. Matanya menjadi terasa begitu berat dan detik-detik terakhir dirinya akan memejamkan mata, entah mengapa sang ibu telah menghilang.

Sosoknya berganti menjadi wanita yang berpakaian kemben khas Ratu Jawa kuno, lengkap dengan ronce bunga melati yang bertengger cantik di kepalanya.

Aroma bunga melati pun tercium dengan pekat di sekitar ruangan. Membuat kepala Amanda menjadi lebih berat dan kelopak matanya semakin sulit untuk dia buka. Namun anehnya Amanda tak dapat melihat dengan jelas wajah perempuan tersebut karena matanya sudah tak sanggup lagi untuk terbuka.

Hingga akhirnya perempuan muda tersebut berakhir di depan meja penghulu. Dengan pakaian kebaya putih sederhana dan riasan pengantin ala kadarnya.

Mengikuti dengan tenang prosesi pernikahan yang awalnya dirinya tolak mentah-mentah. Tak ada penolakan, menurut, tanpa ada kata-kata dan tingkah laku yang menunjukkan penolakan akan pernikahan mereka.

Pada pernikahannya, tak banyak tamu yang hadir. Hanya ada keluarga inti, yaitu orang tua Amanda. Penghulu dan saksi serta beberapa tetangga sekitar rumah. Sementara itu dari pihak mempelai lelaki yaitu Arjuna hanya hadir ayah dari mempelai lelaki yaitu bapak Baskoro Nitis Sukma.

“Sah!”

Kata sah menggema di penjuru ruang tamu. Tatapan mata Amanda yang kosong tiba-tiba meneteskan air matanya. Anehnya siapa pun tak peduli dengan apa yang terjadi dengan Amanda, mereka semua terlihat bahagia kecuali Amanda dan Arjuna.

Ya...

Arjuna tak menunjukkan raut wajah yang bahagia berseri-seri seperti pengantin baru pada umumnya. Wajah lelaki muda tersebut nampak datar, seolah memiliki rencananya sendiri. Bahkan dalam acara sakral tersebut Arjuna tak mengulurkan tangannya untuk dicium oleh wanita yang baru saja sah menjadi istrinya, yaitu Amanda.

Selepas ijab qobul selesai pak Penghulu dan tamu yang lain entah mengapa bergegas pergi dari ruang tamu. Hanya menyisakan keluarga inti saja.

Amanda sejujurnya merasa sangat aneh. Kenapa para tamu undangan pergi dari rumah dengan tergesa, tapi lagi-lagi Amanda hanya diam tak berani bertanya.

Lelaki yang menjadi saksi pernikahan mempelai lelaki terlihat bertubuh sedikit tambun, dengan memakai blangkon dan setelan baju beskap lengkap dengan jariknya.

Jika dilihat, lelaki tersebut begitu berkarisma. Beliau terlihat seperti seorang dalang atau bahkan nampak seperti seorang Tumenggung sebuah Keraton. Beliau adalah Ayah dari lelaki yang bernama Arjuna Nitis Sukma. Lelaki yang berupa bagai seorang Tumenggung Kerajaan Jawa. Beliaulah yang bernama Baskoro Nitis Sukma.

Entah mengapa Amanda tak mampu lebih tepatnya tak berani menatap lelaki yang telah resmi menjadi mertuanya itu. Hingga akhirnya pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalanya hanya mampu berputarputar saja tanpa dapat keluar agar mendapatkan jawaban.

“Nastiti akan langsung saya bawa ke Griya Utami. Nastiti harus sungkem dulu dengan eyang putri. Selain itu Nastiti dan Arjuna juga harus melakukan ritual pernikahannya di Griya Utami keluarga Nitis

Sukma.” Lagi suara berat Pak Baskoro terdengar memecah keheningan di ruang tamu keluarga Amanda.

“Haruskah sekarang Nastiti dibawa pergi Kanjeng Romo? Tak bisakah barang menunggu dua atau tiga hari Kanjeng Romo?”

Ayah Amanda berusaha mengulur waktu agar anaknya tak segera dibawa. Namun agaknya usahanya sia-sia. Pak Baskoro melotot, menimbulkan kesan ngeri. Ayah Amanda pun nyalinya menciut dan akhirnya menunduk.

“Harusnya pak Agus paham. Sebelum menyerahkan Nastiti untuk menjadi bagian dari keluarga ningrat Nitis Sukma. Tak boleh menunggu waktu lama, Nastiti harus segera dibawa ke Griya Utami keluarga

Nitis Sukma. Nastiti harus segera menjalani ritual utama pernikahan antara dia dan Arjuna. Arjuna adalah cucu sulung keluarga ningrat Nitis Sukma. Harusnya Bapak tahu atas silsilah keluarga ningrat kami dan Pak Agus harusnya tahu tentang adat-istiadat yang sudah turun-temurun dari dulu.”

“Nggih Kanjeng Romo, maafkan saya.” Pak Agus hanya mampu menanggapi dengan suara lirih percakapan tersebut. Masih tetap dengan kepala menunduk.

Amanda tak tahan lagi dengan perbincangan ini. Sejak kapan sang papah percaya dengan masalah weton, ritual dan lain sebagainya. Serta sekelumit hal kecil tentang kejawen yang seperti ini. Terlebih sejak kapan namanya berganti menjadi Nastiti. Atau siapa itu Nastiti yang sedari tadi di sebut-sebut.

Sungguh, gadis ayu yang baru saja sah menjadi seorang istri itu dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan yang ingin segera mendapat jawaban.

Setahu Amanda, sang ayah adalah seorang yang tidak percaya dengan mitos seperti ini. Sang ayah adalah seorang sarjana hukum selalu memikirkan sesuatu dengan akal dan rasional serta tidak pernah percaya dengan hal mistis seperti ini. Tapi mengapa kini beliau justru seperti kerbau di cucuk hidungnya di hadapan besannya, yaitu bapak Baskoro Nitis Sukma.

Sang ibu pun begitu. Bu Linda hanya diam saja, padahal beliau adalah seorang peneliti. Beliau tak pernah percaya dengan hal-hal mitos seperti itu. Tapi kenapa kini ibunya hanya diam membisu. Seolah menurut saja dengan apa yang terjadi pada dirinya dan suaminya.

Amanda akhirnya nekat mengeluarkan suaranya. Tanpa dia sadari pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang seharusnya tak pernah dia tanyakan. Pertanyaan yang akan membuat dirinya menjalani hal-hal yang tak pernah dia bayangkan seumur hidupnya.

“Siapa itu Nastiti, Pak? Kenapa saya harus ke Griya Utami?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status