Hari ini Amanda tengah menjalani prosesi ijab kabul di rumah orang tuanya. Dirinya tak lagi mampu menolak pernikahan ini.
Entah mengapa tiba-tiba hatinya menjadi luluh. Menuruti semua keinginan dari keluarganya untuk menikah dengan lelaki yang sama sekali tak pernah dia kenal sebelumnya.
Mereka bilang, Arjuna adalah calon suaminya, mereka berdua telah dijodohkan sejak mereka masih dalam kandungan. Namun nyatanya di ingatan Amanda tak ada kenangan tentang Arjuna sama sekali.
Anehnya lagi, ingatan perempuan muda itu tentang Bimo suaminya juga perlahan memudar. Jika nekat mengingat kembali tentang wajah sang suami. Tiba-tiba kepalanya terasa menjadi berat dan sangat sakit.
Hal ini terjadi semenjak dirinya meminum obat yang diberikan oleh Arjuna tempo hari setelah memeriksanya. Lebih tepatnya bukan obat, melainkan ramuan herbal karena bentuk dan rasanya menyerupai jamu beras kencur.
Waktu itu, setelah Arjuna pergi dari rumah. Bu Linda bergegas memberikan ramuan yang ditinggalkan oleh Arjuna untuknya.
Awalnya Amanda menolak dengan keras obat atau ramuan dari Arjuna. Dirinya sangsi dengan ramuan itu, takut ada racunnya. Namun sang ibu terus mendesaknya. Bahkan beliau sampai menangis memohon agar Amanda mau meminumnya. Dengan alasan jika ramuan ini bagus untuk kesehatan Amanda dan tidak mungkin jika Arjuna mau mencelakainya atau memberikan racun kepada dirinya.
Awalnya Amanda masih terus menolak keinginan ibunya tersebut. Namun sang ibu tangisnya justru semakin keras. Sehingga membuat Amanda luluh dan mau meminumnya.
Amanda masih sempat melihat sang ibu tersenyum saat melihat dirinya meminum ramuan tersebut, lebih tepatnya mamahnya itu menyeringai.
Setelah meminumnya, entah mengapa tiba-tiba Amanda menjadi mengantuk. Matanya menjadi terasa begitu berat dan detik-detik terakhir dirinya akan memejamkan mata, entah mengapa sang ibu telah menghilang.
Sosoknya berganti menjadi wanita yang berpakaian kemben khas Ratu Jawa kuno, lengkap dengan ronce bunga melati yang bertengger cantik di kepalanya.
Aroma bunga melati pun tercium dengan pekat di sekitar ruangan. Membuat kepala Amanda menjadi lebih berat dan kelopak matanya semakin sulit untuk dia buka. Namun anehnya Amanda tak dapat melihat dengan jelas wajah perempuan tersebut karena matanya sudah tak sanggup lagi untuk terbuka.
Hingga akhirnya perempuan muda tersebut berakhir di depan meja penghulu. Dengan pakaian kebaya putih sederhana dan riasan pengantin ala kadarnya.
Mengikuti dengan tenang prosesi pernikahan yang awalnya dirinya tolak mentah-mentah. Tak ada penolakan, menurut, tanpa ada kata-kata dan tingkah laku yang menunjukkan penolakan akan pernikahan mereka.
Pada pernikahannya, tak banyak tamu yang hadir. Hanya ada keluarga inti, yaitu orang tua Amanda. Penghulu dan saksi serta beberapa tetangga sekitar rumah. Sementara itu dari pihak mempelai lelaki yaitu Arjuna hanya hadir ayah dari mempelai lelaki yaitu bapak Baskoro Nitis Sukma.
“Sah!”
Kata sah menggema di penjuru ruang tamu. Tatapan mata Amanda yang kosong tiba-tiba meneteskan air matanya. Anehnya siapa pun tak peduli dengan apa yang terjadi dengan Amanda, mereka semua terlihat bahagia kecuali Amanda dan Arjuna.
Ya...
Arjuna tak menunjukkan raut wajah yang bahagia berseri-seri seperti pengantin baru pada umumnya. Wajah lelaki muda tersebut nampak datar, seolah memiliki rencananya sendiri. Bahkan dalam acara sakral tersebut Arjuna tak mengulurkan tangannya untuk dicium oleh wanita yang baru saja sah menjadi istrinya, yaitu Amanda.
Selepas ijab qobul selesai pak Penghulu dan tamu yang lain entah mengapa bergegas pergi dari ruang tamu. Hanya menyisakan keluarga inti saja.
Amanda sejujurnya merasa sangat aneh. Kenapa para tamu undangan pergi dari rumah dengan tergesa, tapi lagi-lagi Amanda hanya diam tak berani bertanya.
Lelaki yang menjadi saksi pernikahan mempelai lelaki terlihat bertubuh sedikit tambun, dengan memakai blangkon dan setelan baju beskap lengkap dengan jariknya.
Jika dilihat, lelaki tersebut begitu berkarisma. Beliau terlihat seperti seorang dalang atau bahkan nampak seperti seorang Tumenggung sebuah Keraton. Beliau adalah Ayah dari lelaki yang bernama Arjuna Nitis Sukma. Lelaki yang berupa bagai seorang Tumenggung Kerajaan Jawa. Beliaulah yang bernama Baskoro Nitis Sukma.
Entah mengapa Amanda tak mampu lebih tepatnya tak berani menatap lelaki yang telah resmi menjadi mertuanya itu. Hingga akhirnya pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalanya hanya mampu berputarputar saja tanpa dapat keluar agar mendapatkan jawaban.
“Nastiti akan langsung saya bawa ke Griya Utami. Nastiti harus sungkem dulu dengan eyang putri. Selain itu Nastiti dan Arjuna juga harus melakukan ritual pernikahannya di Griya Utami keluarga Nitis
Sukma.” Lagi suara berat Pak Baskoro terdengar memecah keheningan di ruang tamu keluarga Amanda.
“Haruskah sekarang Nastiti dibawa pergi Kanjeng Romo? Tak bisakah barang menunggu dua atau tiga hari Kanjeng Romo?”
Ayah Amanda berusaha mengulur waktu agar anaknya tak segera dibawa. Namun agaknya usahanya sia-sia. Pak Baskoro melotot, menimbulkan kesan ngeri. Ayah Amanda pun nyalinya menciut dan akhirnya menunduk.
“Harusnya pak Agus paham. Sebelum menyerahkan Nastiti untuk menjadi bagian dari keluarga ningrat Nitis Sukma. Tak boleh menunggu waktu lama, Nastiti harus segera dibawa ke Griya Utami keluarga
Nitis Sukma. Nastiti harus segera menjalani ritual utama pernikahan antara dia dan Arjuna. Arjuna adalah cucu sulung keluarga ningrat Nitis Sukma. Harusnya Bapak tahu atas silsilah keluarga ningrat kami dan Pak Agus harusnya tahu tentang adat-istiadat yang sudah turun-temurun dari dulu.”
“Nggih Kanjeng Romo, maafkan saya.” Pak Agus hanya mampu menanggapi dengan suara lirih percakapan tersebut. Masih tetap dengan kepala menunduk.
Amanda tak tahan lagi dengan perbincangan ini. Sejak kapan sang papah percaya dengan masalah weton, ritual dan lain sebagainya. Serta sekelumit hal kecil tentang kejawen yang seperti ini. Terlebih sejak kapan namanya berganti menjadi Nastiti. Atau siapa itu Nastiti yang sedari tadi di sebut-sebut.
Sungguh, gadis ayu yang baru saja sah menjadi seorang istri itu dipenuhi oleh berbagai macam pertanyaan yang ingin segera mendapat jawaban.
Setahu Amanda, sang ayah adalah seorang yang tidak percaya dengan mitos seperti ini. Sang ayah adalah seorang sarjana hukum selalu memikirkan sesuatu dengan akal dan rasional serta tidak pernah percaya dengan hal mistis seperti ini. Tapi mengapa kini beliau justru seperti kerbau di cucuk hidungnya di hadapan besannya, yaitu bapak Baskoro Nitis Sukma.
Sang ibu pun begitu. Bu Linda hanya diam saja, padahal beliau adalah seorang peneliti. Beliau tak pernah percaya dengan hal-hal mitos seperti itu. Tapi kenapa kini ibunya hanya diam membisu. Seolah menurut saja dengan apa yang terjadi pada dirinya dan suaminya.
Amanda akhirnya nekat mengeluarkan suaranya. Tanpa dia sadari pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang seharusnya tak pernah dia tanyakan. Pertanyaan yang akan membuat dirinya menjalani hal-hal yang tak pernah dia bayangkan seumur hidupnya.
“Siapa itu Nastiti, Pak? Kenapa saya harus ke Griya Utami?”
"Siapa itu Nastiti Pak?" Amanda bertanya yang disambut dengan keheningan dari yang lainnya. Lagi Amanda pun mengeluarkan suaranya.Namun diantara keempat orang yang duduk di sekitar Amanda, tak ada satupun yang menjawab pertanyaan dari perempuan muda tersebut. Hal itu membuat Amanda tersinggung. Baru saja mulut perempuan muda itu akan terbuka untuk mengajukan protes. Namun suara berat pak Baskoro langsung membanting nyali Amanda."Pak Agus! Kenapa dia sangat tidak sopan! Berbicara sebelum disuruh. Apa kau tidak mengajari dia sopan santun! Apa kau belum memberinya pendidikan tentang sopan santun dan adat istiadat keluarga Ningrat Nitis Sukma, Pak Agus!""Maaf Kanjeng Romo. Kemarin Amanda demam parah, jadi anak saya sedikit linglung. Sementara tanggal pernikahan sudah ditentukan dan tak bisa diubah. Mohon di maklumi pak." Pak Agus berbicara dengan gemetaran dihadapan besannya tersebut. Berdoa agar sang besan mau menerima alasan yang memang tidak dibuat-buat olehnya tersebut.Keadaan Ama
Pria muda nan rupawan yang bernama Arjuna Nitis Sukma tersebut menghembuskan nafasnya perlahan. Kedua telapak tangannya mencengkram kemudi dengan erat. Seolah ada beban berat yang tengah dia pikirkan.“Aku akan melindungi mu, Nastiti! Apapun yang terjadi.” Lagi Arjuna bergumamKini, sebuah senyuman tulus dia persembahkan kepada sang istri yang tengah tertidur pulas tersebut.Di tengah perjalanan, Pak Baskoro menghentikan mobilnya secara tiba-tiba. Mau tak mau Arjuna yang di belakangnya pun harus berhenti.Nampak supir pribadi keluarga Nitis Sukma keluar dari dalam mobil yang ditumpangi Pak Baskoro. Lelaki tersebut melangkahkan kakinya perlahan kearah mobil Arjuna dan tangannya mengetuk kaca mobil dengan perlahan. Arjuna yang paham langsung menurunkan kaca jendela mobilnya.“Ngapunten (Maaf) Den Bagus, Kanjeng Romo menyuruh saya untuk memberikan ini kepada Den Bagus Arjuna.” Sang sopir berbicara lembut sambil menyerahkan secarik kertas.Arjuna bergegas mengambil kertas tersebut. Saat s
Suara serak namun begitu berwibawa terdengar dari mulut seorang wanita tua yang disebut Eyang Putri.Masih dengan tampilan yang begitu apik. Baju kebaya Kupu Tarung warna hijau tua, dengan jarik batik motif isi mentimun warna coklat keemasan.Wajah bertabur bedak dan make up tipis- tipis. Membuat wajah sepuhnya selalu terlihat segar.Rambut disanggul, dan tertancap tusuk konde emas yang berkilau saat kepala si empunya bergerak. Tak lupa sepasang giwang yang begitu cocok dengan kalung juga bros yang bertengger di bajunya. Sungguh wanita ningrat dengan aura begitu besar dan mengagumkan.Nastiti alias Amanda yang jiwanya kosong hanya diam dengan ekspresi datar. Arjuna yang melihat sang istri menjadi sedikit khawatir. Takut jika Eyang Putri tersinggung karena tak ada jawaban dari Nastiti alias Amanda.“Diajeng Nastiti, tersenyumlah. Sapa Eyang Putri.” Arjuna bersisik.Amanda kemudian menganggukkan kepalanya perlahan, memberikan senyum kaku ke arah Eyang Putri. Senyum yang bagai senyuman s
Terdengar suara Amanda yang berteriak lirih sambil mencengkram erat kepalanya seolah menahan sakit yang teramat. Suara rintihan itu bisa menggambarkan dengan jelas jika keadaan wanita tersebut tidaklah baik-baik saja.Mata perempuan yang telah sah menjadi istri Arjuna kini nampak lagi sinarnya. Wajahnya kembali menunjukkan ekspresi. Walaupun kini yang terpancar dari wajah cantiknya justru raut wajah yang menahan rasa sakit.“Diajeng Nastiti, kau merasa sakit lagi?” Arjuna terdengar begitu khawatir.Dia tahu jika efek dari ramuan yang diminum oleh istrinya itu telah mulai memudar khasiatnya. Jika efeknya benar-benar menghilang, maka Amanda akan menjadi seperti sifat aslinya. Dia akan menjadi wanita yang pembangkang dan tidak lemah lembut. Bisa-bisa Eyang Putri curiga kalau Amanda alias Nastiti belum menjalani pendidikan tata krama dan adat istiadat keluarga Nitis Sukma. Jika sampai hal itu terjadi, maka Eyang Putri dapat dipastikan akan marah besar. Arjuna bingung harus bersikap bagaim
“Aduh! Hati-hati donk pak dokter, eh maksudnya, hati-hati Kang Mas. Sakit!” Amanda menjerit saat Arjuna menusukkan jarum suntik ke urat nadinya dengan agak kasar. Mata Amanda membulat sempurna. “Maafkan aku, aku tak sengaja, Diajeng.” Arjuna yang merasa bersalah pun meminta maaf. Ucapan Sekar Ayu barusan sukses membuat lelaki tampan itu kehilangan konsentrasi miliknya. Hingga tanpa sengaja membuat Amanda kesakitan. Arjuna berusaha bersikap setenang mungkin, dan terus melanjutkan aktivitasnya, yaitu memasang infus ke tubuh sang istri. Walau tak dipungkiri jika perkataan adiknya barusan telah membuka luka lama. Arjuna hanya diam, sama sekali tak menanggapi perkataan sang adik. Namun lain halnya dengan Amanda. Dia sangat penasaran dengan perkataan adik iparnya, Sekar Ayu. “Dulu? Kejadian apa memangnya, Sekar?” Amanda begitu penasaran, namun tangannya digenggam erat oleh Arjuna. Amanda menggigit bibir bawahnya. Agaknya dirinya membuat sebuah kesalahan dengan bertanya hal tersebut ke
“Aku adalah Nastiti!” Wanita yang berparas bak pinang dibelah dua dengan Amanda itu berucap.Gadis ayu di hadapan Amanda itu tersenyum begitu manis. Amanda bagai melihat pantulan dirinya sendiri di depan cermin. Bingkai wajah gadis ayu yang mengaku bernama Nastiti itu tersenyum lagi.Angin laut kembali bertiup membelai tubuh para perempuan ayu yang berpakaian pengantin itu. Ronce kembang melati tibo dodo berayun-ayun di tubuh mereka.Amanda yang melihat seseorang dengan wajah begitu mirip dengannya itu berlaku mengedipkan matanya untuk meyakinkan apakah dirinya salah lihat atau bagaimana. Akan tetapi, walaupun Amanda berkedip berkali-kali nyatanya sosok di hadapan Amanda itu tak kunjung menghilang yang menandakan jika dia memang ada dan nyata.Amanda sampai membuka mulutnya agar bisa bernafas karena dadanya berdetak dengan kencang. Pikirannya masih belum bisa menerima dengan apa yang dirinya hadapi saat ini. bagaimana mungkin ada sosok lain yang wajahnya benar-benar mirip dengan dirin
“Aku ingin pulang!” Arjuna tersentak mendengar perkataan Amanda, ditarik dengan cepat wajahnya dan menatap wajah Amanda yang telah kembali tertidur. Arjuna mengusap perlahan kepala sang istri, merapikan kembali untaian rambut yang berantakan karena perlawanan istrinya tadi. Selanjutnya, pria berhidung mancung itu menggenggam lengan Amanda yang berdarah akibat jarum infus yang terlepas paksa. Dengan sigap lelaki tampan tersebut membersihkan noda darah yang mulai mengering. Luka yang robek sudah berhenti mengeluarkan darah, tinggal membersihkannya dengan alkohol dan memberikan antiseptik agar tidak infeksi. “Arjuna! Apa yang sedang kamu lakukan?” Terdengar suara Eyang Putri menggema ke penjuru kamar. Ternyata beliau telah berdiri di depan pintu kamar. Agaknya perempuan berkharisma itu datang ke kamar istrinya karena mendengar suara gaduh yang timbul dari suara Amanda. Arjuna yang tengah sibuk mengobati Amanda hanya mendesah pelan tanpa memalingkan wajahnya ke arah sumber suara. “Se
Eyang Putri tersenyum, lalu dengan perlahan tubuhnya pun berdiri. Sementara itu Arjuna tetap duduk bersimpuh dengan kepala tertunduk.“Sekar Ayu, cucuku! Masuklah!”Sekar Ayu ternyata sedari tadi berdiri di luar pintu kamar Amanda. Dirinya berdiri dengan tenang dan anggun, menunggu perintah Eyang Putri agar dirinya masuk.Begitu sang Eyang memanggilnya, dia pun dengan anggunnya melangkahkan kakinya memasuki kamar sang kakak ipar.Senyuman lembut selalu terlukis di bingkai wajah Sekar Ayu.Malam ini rambut panjang gadis cantik itu sengaja dia gerai, hingga nampak lurus memanjang menutupi pinggulnya yang apik. Terselip dengan manis jepit rambut berbentuk bunga yang terbuat dari manik manik batu kristal.Sekar Ayu berdiri di hadapan sang Eyang Putri, di sampingnya masih nampak Arjuna yang masih di posisi yang sama, yaitu duduk bersimpuh di hadapan yang putih dengan kepala menunduk.“Nggih Eyang Putri, saya disini.” Suara lembut Sekar Ayu terdengar dan disambut senyuman eyang putri.“Seka