Tangan Cerris melayang dan saat ia hampir saja mengenai pipi Jessica, tangan Jessica langsung menahan dan memegang pergelangan tangannya Cerris.
“Tidak akan aku biarkan kau menyentuhku lagi, aku sudah cukup lama menoleransi sikap kampunganmu ini.” Jessica tampak dingin dan tenang. Ketegasan di sorot matanya menggetarkan perasaannya Cerris. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Tampak beberapa orang menatapnya sambil bergunjing. Cerris pun segera menarik tangannya dengan kasar. “Kau! Aku akan membalas rasa malu ku ini! Kau lihat saja, dasar wanita miskin! Murahan, cuih!” Ludah Cerris hampir saja mengenai kaki putihnya Jessica kalau Jessi tidak dengan cepat menghindar. Saat ia hendak beranjak dari tempatnya Jessica, seorang pria tampan yang juga sering muncul di televisi menarik perhatiannya dan segera mencegah langkahnya. Ia semakin menatap sinis wajah Jessica sambil mengejek. “Oh, ternyata bisa datang ke restoran mewah ini karena dibayari bos tampan ini,” “Wah, ternyata kau selalu mengincar pria kaya yah. Hati-hati, Tuan … wanita ini adalah ular berbisa. Dia juga murahan dan mudah melebarkan kakinya untuk pria mana pun yang dia incar-“ PLAK! Sebuah tamparan terdengar lantang dan seluruh pengunjung yang mendengarnya spontan menoleh. Bertepatan dengan datangnya Juan yang langsung berlari memegang bahu kakaknya. Wajah Cerris memerah dan dia sangat syok. “Di-dia menamparku, Juan!” tangisnya pecah. Juan langsung memeluk kakaknya yang terisak. “Apa yang kau lakukan, Jessica?” Juan berbicara dengan penuh penekanan. Sedangkan Xairuz yang melihatnya hanya berdiri, mengatupkan bibirnya sambil melipat kedua tangannya di dada. Dirinya ingin tau, sejauh mana adik kandungnya dapat membela dirinya sendiri dan apa tindakan Juan selanjutnya. “Melakukan apa yang harusnya aku lakukan saat ini dan yang tidak bisa kau lakukan selama aku menjadi istrimu,” jawab Jessica tidak kalah dingin dengan tatapan yang menantang. Hati Juan tersentak, ia menautkan kedua alisnya. Tidak menyangka dengan perubahan mantan istrinya itu. “Apa maksudmu, Jess?” Jessica langsung mengambil tasnya dan segera menoleh pada Xairuz yang menatapnya sambil tersenyum tipis. “Bisakah, kita pergi saja dari restoran ini, Kak,” pinta Jessica di hadapannya Juan. Xairuz segera mengangguk, lalu memberikan tangannya spontan Jessica langsung melingkarkan tangan dilengan Xai. Lalu ia berjalan meninggalkan Juan yang masih memeluk Cerris. Tatapan Juan tidak teralihkan dari langkah Jessi yang mulai menjauh. Hatinya terasa sangat ngilu, dadanya juga bergemuruh dan tampak berdebar dengan kencang. Ia lalu memegang bahu kakak kandungnya lalu menatap sendu Cerris setelah punggung Jessica menghilang di belokan restoran tersebut. “Apa yang terjadi, Kak?” tanya Juan mencari jawaban sambil menyelidik kedua mata Cerris yang tidak mau menatapnya. “Dia, dia memakiku dan aku mengatakan dia sangat murahan. Baru saja bercerai denganmu semalam lalu sekarang dia sudah menemukan pria lain,” lapornya sesenggukan. “Tampaknya dia tidak terima dan langsung menamparku. Aku hanya membela harga dirimu, dia memang sudah tidak suka denganku sejak kalian menikah,” “Entah sudah berapa kali, Jessica memfitnah diriku.” Cerris kembali menangis dan tidak lama kemudian Amber datang lalu memeluk Cerris, lalu sengaja menyentuh punggung tangannya Juan dengan lembut. “Apa yang dikatakan oleh kakakmu, benar Juan. Aku tidak menyangka dia akan mempermalukan Kak Cerris di depan umum. Bagaimana pun, kalian pernah menikah. Tidak pantas memperlakukan mantan kakak ipar seperti itu,” desah Amber. “Ayo, Kak. Kita pesan makan saja, jangan dipikirkan lagi. Aku sudah memesan ruangan VVIP yang sangat privat. Sehingga kakak tidak perlu merasa sungkan saat berada di sini,” hibur Amber membuat Cerris tersenyum. Kedua wanita itu meninggalkan Juan yang berdiri sambil mengepalkan kedua tangannya. “Terima kasih, Amber,” bisik Cerris merasa bersyukur ada Amber yang membantunya dengan cepat. Kalau saja tadi Amber tidak datang, dia pasti sudah ketangkap basah oleh Juan karena berbohong. “Sama-sama, Kak. Karena Kakak melakukannya untukku, maka aku membalasnya dan akan terus menjaga Kak Cerris,” balas Amber membalas senyum. Juan menoleh sejenak, sudah terlambat baginya untuk mengejar Jessica untuk saat ini. Sudah waktunya dia untuk memikirkan cara lain, mengejar Jessica. Panas hatinya saat mengingat bagaimana ia menampar kakak kandungnya. Ia ingin meminta penjelasan terkait perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh mantan istrinya itu. “Ayo, Juan.” Suara Amber kembali menginterupsi lamunannya Juan. Ia pun segera menyusul kakak dan mantan tunangannya itu. “Baiklah, Amber,” sahutnya dan segera ikut masuk ke dalam ruangan VVIP tersebut. Juan sesekali tersenyum tipis saat mendengar cerita Amber. Keakraban antara Cherris dan Amber, sedikitnya membuat hati Juan meneduh. “Baiklah, kalau begitu kapan kalian akan melanjutkan acara pernikahan kalian yang sudah tertunda selama tiga tahun ini, hem?” Cerris sengaja menyinggung hal sensitive tersebut hingga wajah Amber menorah menahan rasa malunya. “Aku sih, terserah Juan saja. Aku juga tidak muda lagi, aku berharap agar niat baik ini bisa disegerakan,” balasnya sambil menatap Juan dan memegang tangan Juan. Sayang, pikiran Juan saat ini tidak bersama dengan Amber. Juan hanya tersenyum tipis, ia juga hanya membiarkan Amber menyentuh tangannya tanpa berniat menarik. Aneh, tidak ada lagi sebuah rasa yang Istimewa saat Amber menyentuhnya. Gelenyar aneh pada tubuh dan desiran itu justru lebih kuat dengan hanya menatap wajah Jessica saja. Ingatannya saat ia melihat, tangan Jessica melingkar tanpa beban di tangan Xairuz mendadak membuatnya spontan berdiri sampai kursi terdorong ke belakang. “Ada apa, Juan?” tanya Amber menatap bingung, begitu juga dengan Cerris saat melihat rahang Juan mengetat. “Aku melupakan sesuatu, ada berkas yang harus aku tanda tangani,” bohong Juan segera berbalik meninggalkan Amber dan Cerris tanpa penjelasan lebih lagi. Kakinya melangkah dengan lebar, dia langsung mengirimkan sebuah voice note ke nomor ponselnya Jessica. “Kau dan aku harus bertemu malam ini! Ada sebuah penjelasan yang harus aku dengar dari bibirmu!” “Kau bukan wanita yang suka lari dari masalah kan? Atau kau akan membuktikan kalau dirimu memang seorang pengecut!”Halo, Readersku ... Terima Kasih sudah mau membaca novel ke 3 aku di GN. Semoga cerita ini berkenan buat Kakak semua dan menghibur yah.
"Juan, aku percaya ... waktu yang kita lalui beberapa saat yang lalu adalah waktu yang paling indah dan berharga dalam hubungan kita. Namun, aku tau ... dan kini menyadarinya, bahwa ... seberharga apapun waktu yang kita lewati bersama. Tidak akan lebih berharga dari keberadaan Amber bagimu.Untuk itu, aku memutuskan untuk mengalah. Bahagialah bersama wanita yang sudah memiliki hatimu. Sayang, wanita itu bukanlah diriku. Jangan cari aku ke mana pun, karna kau tidak akan menemukan aku, Xairus dan Maxton, pun tidak tau aku ke mana. Selamat Tinggal, Juan."Jantung Juan mencelos saat membaca surat yang ditinggalkan oleh Jessica untuknya. Hatinya sakit, kali ini dia tau, jika dirinya benar-benar kehilangan Jessica. Jika wanita yang selama ini memujanya telah muak dengan sikapnya."Jessica, di mana kau berada?" Juan bahkan tidak mengindahkan peringatan Jessica, ia segera mengambil kunci mobil dan malam itu juga bertolak menuju ke mansionnya Xairus.Ia kejar keberadaan Jessica, sampai sepert
"Amber, apa yang kau lakukan?" Juan segera berdiri dari kursi taman tersebut. Melihat reaksi Juan, air mata Amber berderai tak tertahankan. "Jawab pertanyaanku, bukan justru balik bertanya! Bukankah, kau berkata bahwa kau hanya mencintaiku?! Lantas ini apa?!" Amarah Amber meledak, dia terisak menyaksikan kemesraan keduanya. Bukan hanya Amber yang melihat kemesraan Juan dan Jessica. Ada kakak dan ibunya, yang juga turut berada tidak jauh dari lokasi Amber dan Juan berdebat. "Juan! Apa yang kau lakukan malam ini sudah keterlaluan!" amuk ibunya yang turut menyudutkan Juan tanpa perduli akan situasi dan tempat saat ini mereka berada. "Pulang sekarang, Juan!" tegas kakaknya kembali menimpali. Wajah Juan semakin mengetat, kedua tangannya bahkan tampak mengepal erat. Dia menoleh menatap tajam wajah Cherris. "Lebih baik saat ini, kau dan mama pulang, Cherris. Aku, tidak sedang ingin berdebat denganmu. Melihat rekaman video kalian yang terekam dengan cctv saja sudah membuat aku muak!" d
"Menghamilimu, mungkin akan merubah segalanya," batin Juan yang menatap Jessica dengan rasa lapar. "Aku, akan berusaha untuk mengubah keadaan ini," jawab Juan, lalu membungkam bibir Jessica dengan bibirnya. Setelahnya, mereka melakukannya lagi. Meneguk kembali manisnya percintaan di atas ranjang. Tubuh Jessica sudah menjadi sentral pikirannya Juan. Dia, merasa candu. Sejak pagi itu, baik Juan maupun Jessica, sama-sama berusaha menahan diri untuk tidak terjebak dalam perdebatan yang tidak perlu. Sore itu, Juan teringat akan sesuatu yang paling disukai oleh Jessica. "Apa kau mau, jalan-jalan ke pasar malam?" tanya Juan, membuat Jessica terkejut. "Pasar malam?" ulangnya sambil menelan ludahnya. "Tiga kali kau mengajakku ke pasar malam. Tapi, aku selalu sibuk dengan urusan pekerjaanku. Bagaimana kalau malam ini?" usul Juan membuat wajah Jessica sumringah. "Aku mau," jawabnya sambil tersenyum lebar. "Apa yang kau inginkan saat ke pasar malam, Jess?" Juan bertanya dengan lembut,
"Jessica," panggil Juan yang terbangun dan tidak mendapati tubuh istri di sisinya. Sontak saja dia langsung terjingkat dari ranjang. Melangkah dengan lebar ke kamar mandi, tapi tidak didapatinya Jessica. Dibukanya pintu walk in closet, sama nihilnya. Dia segera membuka pintu kamar dan betapa leganya Juan melihat Jessica sedang memakai apron dan tampak sedang memasak. Wanita itu tampak sangat memikat saat wajahnya serius seperti ini. Seketika Juan merasa bersalah. "Seperti inilah dia selama tiga tahun, dan aku tidak pernah menyentuh apapun yang dibuatnya. selain, jus jeruk sebelum prahara terjadi diantara kami," gumam Juan. Tidak, bukan sebelum prahara terjadi. Prahara rumah tangganya sudah terjadi sejak pertama kali dia menikahi wanita ini. Dengan merasa bersalah, Juan menghampiri dan melingkarkan kedua tangan di perut ratanya Jessica. Ia cium mesra tengkuk Jessi dengan lembut. Sebuah senyuman merekah dj wajah Jessica bercampur haru. "Good Morning, bersihkan dulu dirimu, baru
Juan langsung menoleh, melihat panggilan masuk dari Amber. Ponsel yang sudah di mode silent itu terus saja berkedap-kedip. Ia mendesah sesaat. Dirinya berjalan, mengambil ponsel dengan gerakan yang sangat terukur. Membuat mata Jessica mulai mengembun. Sudah menduga jika apa yang dia pikirkan selalu akan terjadi. Namun, untuk pertama kalinya. Juan justru menonaktifkan ponselnya. Malam itu, Jessica terkejut melihat apa yang bisa Juan lakukan untuknya. "Sudah aku katakan. Waktu kita hanya dua hari, aku tidak akan menyia-nyiakan waktu singkat ini," tutur Juan dengan tenang dan segera masuk menggandeng tangan Jessica untuk masuk ke dalam kamar mereka. Walau masih ragu karena terlalu dini dan demi harga dirinya. Jessica tidak mau terlalu terbawa suasana sana. Bahagia sesaat itu, menyakitkan. Dia tidak mau sakit lagi. Juan segera membersihkan dirinya di kamar mandi. Sedangkan Jessica yang sudah lebih dulu mandi memilih untuk tidur lebih dulu. Dia memilih bagian ranjang yang bersan
Juan terdiam sejenak, ia tatap kedua manik tegas Jessica. Wanita di hadapannya ini tidak pernah menuntut apapun darinya. "Juan, Apa kau mendengarku? Aku sedang bertanya padamu," tuntut Jessica padanya, untuk pertama kali. Selama ini yang ia lihat dari kepribadian Jessica hanyalah kerapuhan. Tapi malam itu, yang melihat sebuah ketegasan pada sorot mata wanita yang tidak pernah dianggapnya selama ini. "Untuk apa aku harus bertanya kepadanya. Itu hanya akan memperpanjang masalah. Aku cukup tahu apa yang sudah dia lakukan." Juan menghindar dari pertanyaan istrinya. Bukan karena dia tidak ingin memuaskan Jessica. Tapi Juan mengatakan yang sebenarnya, sikapnya bahkan sudah berubah pada Amber. Sudah tidak ada lagi kehangatan seperti sedia kala, hanya satu yang masih mengganjal di hati Juan. Amber selama ini hidup dalam keadaan yang tidak sehat. Juan hanya merasa kasihan dan ada rasa bersalah yang menghantuinya. Wanita itu, sampai sekarang masih menunggu Juan dengan setia. "Ah, begit
Jessica takut jika ia mengijinkannya, maka ia akan terjerat kembali dalam pesona Juan selamanya. Dirinya sudah bertekad untuk bisa bersikap tegas dan menolak segala perasaan bodoh yang terus melemahkan dirinya. "Jess, apa kau tidak menginginkannya? Setalah dua hari, kau bebas melakukan apapun. Termasuk mengabaikan aku, bahkan membalaskan dendammu padaku," rayu Juan dengan seribu satu cara. Jessica terkunci dalam tatapan gelapnya Juan yang dalam. Bahkan tidak ada perlawanan yang berarti saat tangan Juan mulai menjelajah setiap lekuk tubuh Jessica. Dengan jelas Juan melihat tubuh Jessica meremang. Ia merasa dirinya bisa saja menang dan menaklukkan wanita cantik di hadapannya ini. "Jess, ku mohon," lirih Juan lalu menyapu wajahnya ke pipi Jessica. Jelas terdengar suara debaran jantung kedua anak manusia yang sedang tarik ulur. Dengan niatan yang bertolak belakang dengan akal sehat mereka. Saat bibir Juan mendarat di bibir Jessica, ia kembali berbisik. "Aku akan membawamu k
Tangan Xairuz terhenti di udara, ia tatap tidak percaya pada adiknya. Dilepaskannya tangan kerah baju Juan dan didorongnya tubuh Juan dengan kuat. "Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu? Kau mau kembali jatuh di lubang yang sama, Jess?" desis Xairuz menatap Jessica khawatir sambil memegang kedua bahunya. "Aku, akan baik-baik saja, Kak," bisik Jessica, menatap yakin wajah kakaknya. Ia lalu memeluk Xairuz dan mengusap punggung Xairuz, menenangkan kakaknya. "Aku akan baik-baik saja," bisik Jessica dan Juan tampak panas melihat kelakuan Jessica. Wanita yang sebenarnya sudah resmi menjadi mantan istrinya. Putusannya bahkan sudah turun tiga hari yang lalu, hanya saja, akta perceraian memang baru bisa diambil dua hari lagi. Xairuz menatap sendu pada Jessica dan Jessica menggeleng. "Tolong jangan, Kak. Ini hanya dua hari, setelahnya aku akan kembali ke mansion ini." Kembali Jessica meyakinkan kakaknya. "Kalau sampai dua hari kau tidak kembali, aku akan menghubungi papa, Jess," anc
Juan menggeleng dengan tegas. "Apa maksudmu hanya terbawa suasana?!" tuntut Juan tidak terima atas penilaiannya Jessica terhadap dirinya. "Aku, harus istirahat, Juan. Kumohon, pulanglah," pinta Jessica, lalu menarik turun tubuhnya dan berbaring sambil memejamkan kedua matanya. Juan kalut, ia tidak mau kalau Jessica mengabaikannya seperti ini. Hingga dirinya tersadar, jika selama ini, dialah yang selalu mengabaikan Jessica. Bersikap dingin dan bahkan tidak perduli jika Jessica menangis di tengah malam. Menganggap remeh perbuatan keluarganya pada Jessica. "Ternyata, diabaikan sangatlah tidak nyaman," gumam Juan yang terdengar di telinganya Jessica. Sambil melonggarkan kemejanya, Juan menghembuskan nafasnya kasar. "Jess, pulanglah denganku. Bukan ke rumahku. Tapi, ke apartemenku. Cukup dua hari saja, sampai kita mengambil akta perceraian kita, jika jalan untuk rujuk kembali kau tolak mentah-mentah." "Maaf, tapi aku tidak bisa," tolak Jessica masih dengan mata yang terpejam. "Kalau b