“Tuan Myer, duduklah di kursi anda. Rapat akan segera dimulai.” Jessica langsung menarik tangannya dan bersikap sangat formal. Ia segera mengambil kursi tepat di sisinya Xai yang menatap tajam Juan.
Bukan Juan namanya yang terima ditatap sedemikian rupa oleh orang lain. Dia tidak pernah takut atau merasa terancam dengan orang yang lebih berkuasa darinya sekali pun. “Tentu saja,” jawab Juan yang segera menarik ujung jas dan dirinya kembali tampak sangat sempurna. Rahangnya mengetat saat mendengarkan Jessica menerangkan pemaparan hasil rencana anggaran biaya untuk project yang saat ini mereka perebutkan. Konsentrasinya buyar saat melihat sikap tenangnya Jessica, yang tidak biasa. “Demikian penawaran dan verifikasi serta penjelasan teknis yang kami rancangkan, Sir,” tutup Jessica saat mengakhiri persentasenya. Staff khusus Menteri Pembangunan tersebut tampak puas mendengar pemaparannya Jessica. “Tuan Juan, sebelumnya saya juga sudah mendengar pemaparan dari Sir Tommy.” “Rancangan kalian memang tampak sangat matang. Saya dan pihak kementrian tetap harus menentukan siapa pemenangnya. Tapi, kami membuka ruang diskusi untuk kedua Perusahaan ini,” “Itulah yang membuat kami mengadakan pertemuan dengab dua Perusahaan benefit ini, untuk bisa bertemu dan membahas kemungkinan Mhyron dan Xairuz Company dapat bekerja sama dengan baik,” akuh staff khusus tersebut. Semua orang tampak terdiam, baik Juan dan Xairus sama-sama sedang berpikir. Bedanya, Xiarus berpikir untuk melepaskan saja proyek ini dari pada membiarkan adiknya kembali berdekatan dengan mantan suaminya ini. Sedangkan, Juan sedang memutar otaknya bagaimana mereka bisa bekerja sama. Tapi, harus dengan cara yang elegan dan tidak menunjukkan kalau dirinya menyetujui opsi kerjasama yang diusulkan. “Bagaimana, gentleman?” tanya Luke, staff kementrian itu pada kedua pemimpin Perusahaan raksasa ini. Baru saja Juan membuka mulutnya, Xairuz sudah lebih dulu berdiri. “Kami serahkan saja proyek ini untuk CEO barunya Mhyron Company,” “Kebetulan, kami baru saja menandatangi kontrak kerja sama dengan pihak ASEAN.” Xairuz pun segera memegang pergelangan tangannya Jessica dengan posesif, tanpa mengalihkan tatapannya dari mata Juan yang tampak memerah. “A-apa, anda yakin, Tuan Xai?” tanya Luke yang cukup kecewa dengan keputusannya Xairuz, apalagi secara pengalaman Perusahaan Xai jauh berpengalaman. “Yah, sangat yakin!” balasnya seraya menarik sudut bibirnya dengan sinis saat meninggalkan ruangan tersebut. Jessica pun berjalan sangat anggun meninggalkan ruangan meeting tersebut. wajah Juan memerah, kedua manik matanya semakin menggelap. Rahang tegasnya pun tampak mengetat, tanpa sadar tangannya juga mengepal kuat. “Tuan, Tuan!” panggil Tommy yang meminta Juan untuk berdiri dan ikut mengantarkan kepergiannya Luke yang tadi mengatakan akan segera menyiapkan Surat Perjanjian Kontrak. “Selamat jalan, Sir Luke,” ucap Juan dengan sopan. Saat Luke pergi, Juan segera membalikkan badannya dan kali ini ia tidak akan membiarkan Tommy mengelak lagi seperti tadi. “Aku, tidak mau tau. Kau ikuti ke mana pun Jessica pergi! Kabarkan aku, di mana dia saat ini,” titah Juan dan segera meninggalkan Tommy yang menghela nafasnya panjang. Sementara itu di dalam mobil, Xai menatap adik kandungnya itu dengan curiga. “Kau menangis?” tanya Xai dengan suara datarnya. Jessica langsung menarik kedua sudut bibirnya. “Apa, aku tampak sedang menangis? Apa ada air mataku yang gugur?” kekeh Jessica berusaha menjaga perasaannya. Xai tidak langsung menjawab, ia masih memilih untuk memicingkan kedua matanya. “Yah, sudah … kalau begitu, apa rencanamu kali ini, hem? Apa kau mau ke kantor?” tawar Xairuz. Jessica menggelengkan kepalanya. “Aku, masih ingin bekerja dari rumah saja. Aku masih ingin menjadi asistenmu saja, Xai,” sahut Jessica membuat Xairuz mendesah kesal. “Kenapa kau ini suka sekali merepotkan dirimu sendiri. Yah sudah, sekarang kita bersiap saja untuk nanti malam. Sebelumnya, maukah kau menemaniku untuk mengerjakan sesuatu di kantor pribadiku?” Jessica mengangguk. “Okay,” jawabnya singkat. Petang pun tiba, akhirnya Xairuz merapikan beberapa dokumen yang sebelumnya tampak berserakan. “Kita berangkat sekarang? Aku akan mengajakmu makan di Ocean Garden.” Sebuah senyuman tipis terbit di wajah Jessica. “Apa kau masih kepikiran saat melihat Juan tadi?” Xairuz tampak sinis saat mengingat mantan suami adiknya itu. “Aku baik-baik saja, Kak,” jawab Jessica lalu segera masuk ke dalam mobil. Mereka pun akhirnya sampai, Xairuz tampak sangat menyayangi Jessica dan memperlakukannya dengan sangat baik. Tanpa mereka ketahui, di tempat yang sama rupanya Amber yang saat ini bersama dengan Cerris juga sedang menunggu kedatangannya Juan. “Kak, bukannya itu Jessica?” tanya Amber menatap Jessica sambil tersenyum sinis. “Mau apa, Jalang itu datang ke sini?! Apa dia sedang mengejar adikku Juan sampai ke restoran mewah ini?!” desis Cerris yang arogan, ia langsung berdiri dari kursinya dan berdiri. Namun, Amber langnsung menarik pergelangan tangannya Cerris. “Kak, biarkan saja. Jangan ke sana, walau aku sebenarnya sangat kesal melihatnya sampai berani merusak makan malam kita,” dengus Amber, yang sesungguhnya tidak benar-benar sedang menahan Cerris. “Lepaskan Amber, tidak akan aku biarkan dia menyakitimu lagi!” tegas Cerris lalu menarik tangannya dengan perlahan dan segera berbalik, menatap tajam Jessica. Ia melangkah dan mendekati keberadaan Jessica yang sedang menatap menu makanan. Cerris, dengan lancangnya langsung menarik kursi yang berada tepat di hadapannya Jessica. “Apa, yang kau lakukan di sini, Jalang?! Apa kau sedang berusaha mengusik keluarga kami? Tidakkah kau puas setelah mendengar Amber sudah sadarkan diri, hem?!” cecar Cerris tidak nampak sopan. Jessica menurunkan buku menu tersebut dan menatap tegas wajahnya Cerris. “Maaf, silahkan anda beranjak dari meja saya, karena saya tidak mau ada urusan dengan anda atau siapapun yang berada di dekat anda,” jawab Jessi tanpa rada ragu dan takut. “Sialan! Bedebah juga kau yah! Itu artinya kau harus mendapatkan pelajaran dariku!” ancam Cerris dan Jessica langsung mengangguk. “Silahkan, Kak. Aku tunggu,” sahut Jessica yakin. “Bedebah kau!”"Juan, aku percaya ... waktu yang kita lalui beberapa saat yang lalu adalah waktu yang paling indah dan berharga dalam hubungan kita. Namun, aku tau ... dan kini menyadarinya, bahwa ... seberharga apapun waktu yang kita lewati bersama. Tidak akan lebih berharga dari keberadaan Amber bagimu.Untuk itu, aku memutuskan untuk mengalah. Bahagialah bersama wanita yang sudah memiliki hatimu. Sayang, wanita itu bukanlah diriku. Jangan cari aku ke mana pun, karna kau tidak akan menemukan aku, Xairus dan Maxton, pun tidak tau aku ke mana. Selamat Tinggal, Juan."Jantung Juan mencelos saat membaca surat yang ditinggalkan oleh Jessica untuknya. Hatinya sakit, kali ini dia tau, jika dirinya benar-benar kehilangan Jessica. Jika wanita yang selama ini memujanya telah muak dengan sikapnya."Jessica, di mana kau berada?" Juan bahkan tidak mengindahkan peringatan Jessica, ia segera mengambil kunci mobil dan malam itu juga bertolak menuju ke mansionnya Xairus.Ia kejar keberadaan Jessica, sampai sepert
"Amber, apa yang kau lakukan?" Juan segera berdiri dari kursi taman tersebut. Melihat reaksi Juan, air mata Amber berderai tak tertahankan. "Jawab pertanyaanku, bukan justru balik bertanya! Bukankah, kau berkata bahwa kau hanya mencintaiku?! Lantas ini apa?!" Amarah Amber meledak, dia terisak menyaksikan kemesraan keduanya. Bukan hanya Amber yang melihat kemesraan Juan dan Jessica. Ada kakak dan ibunya, yang juga turut berada tidak jauh dari lokasi Amber dan Juan berdebat. "Juan! Apa yang kau lakukan malam ini sudah keterlaluan!" amuk ibunya yang turut menyudutkan Juan tanpa perduli akan situasi dan tempat saat ini mereka berada. "Pulang sekarang, Juan!" tegas kakaknya kembali menimpali. Wajah Juan semakin mengetat, kedua tangannya bahkan tampak mengepal erat. Dia menoleh menatap tajam wajah Cherris. "Lebih baik saat ini, kau dan mama pulang, Cherris. Aku, tidak sedang ingin berdebat denganmu. Melihat rekaman video kalian yang terekam dengan cctv saja sudah membuat aku muak!" d
"Menghamilimu, mungkin akan merubah segalanya," batin Juan yang menatap Jessica dengan rasa lapar. "Aku, akan berusaha untuk mengubah keadaan ini," jawab Juan, lalu membungkam bibir Jessica dengan bibirnya. Setelahnya, mereka melakukannya lagi. Meneguk kembali manisnya percintaan di atas ranjang. Tubuh Jessica sudah menjadi sentral pikirannya Juan. Dia, merasa candu. Sejak pagi itu, baik Juan maupun Jessica, sama-sama berusaha menahan diri untuk tidak terjebak dalam perdebatan yang tidak perlu. Sore itu, Juan teringat akan sesuatu yang paling disukai oleh Jessica. "Apa kau mau, jalan-jalan ke pasar malam?" tanya Juan, membuat Jessica terkejut. "Pasar malam?" ulangnya sambil menelan ludahnya. "Tiga kali kau mengajakku ke pasar malam. Tapi, aku selalu sibuk dengan urusan pekerjaanku. Bagaimana kalau malam ini?" usul Juan membuat wajah Jessica sumringah. "Aku mau," jawabnya sambil tersenyum lebar. "Apa yang kau inginkan saat ke pasar malam, Jess?" Juan bertanya dengan lembut,
"Jessica," panggil Juan yang terbangun dan tidak mendapati tubuh istri di sisinya. Sontak saja dia langsung terjingkat dari ranjang. Melangkah dengan lebar ke kamar mandi, tapi tidak didapatinya Jessica. Dibukanya pintu walk in closet, sama nihilnya. Dia segera membuka pintu kamar dan betapa leganya Juan melihat Jessica sedang memakai apron dan tampak sedang memasak. Wanita itu tampak sangat memikat saat wajahnya serius seperti ini. Seketika Juan merasa bersalah. "Seperti inilah dia selama tiga tahun, dan aku tidak pernah menyentuh apapun yang dibuatnya. selain, jus jeruk sebelum prahara terjadi diantara kami," gumam Juan. Tidak, bukan sebelum prahara terjadi. Prahara rumah tangganya sudah terjadi sejak pertama kali dia menikahi wanita ini. Dengan merasa bersalah, Juan menghampiri dan melingkarkan kedua tangan di perut ratanya Jessica. Ia cium mesra tengkuk Jessi dengan lembut. Sebuah senyuman merekah dj wajah Jessica bercampur haru. "Good Morning, bersihkan dulu dirimu, baru
Juan langsung menoleh, melihat panggilan masuk dari Amber. Ponsel yang sudah di mode silent itu terus saja berkedap-kedip. Ia mendesah sesaat. Dirinya berjalan, mengambil ponsel dengan gerakan yang sangat terukur. Membuat mata Jessica mulai mengembun. Sudah menduga jika apa yang dia pikirkan selalu akan terjadi. Namun, untuk pertama kalinya. Juan justru menonaktifkan ponselnya. Malam itu, Jessica terkejut melihat apa yang bisa Juan lakukan untuknya. "Sudah aku katakan. Waktu kita hanya dua hari, aku tidak akan menyia-nyiakan waktu singkat ini," tutur Juan dengan tenang dan segera masuk menggandeng tangan Jessica untuk masuk ke dalam kamar mereka. Walau masih ragu karena terlalu dini dan demi harga dirinya. Jessica tidak mau terlalu terbawa suasana sana. Bahagia sesaat itu, menyakitkan. Dia tidak mau sakit lagi. Juan segera membersihkan dirinya di kamar mandi. Sedangkan Jessica yang sudah lebih dulu mandi memilih untuk tidur lebih dulu. Dia memilih bagian ranjang yang bersan
Juan terdiam sejenak, ia tatap kedua manik tegas Jessica. Wanita di hadapannya ini tidak pernah menuntut apapun darinya. "Juan, Apa kau mendengarku? Aku sedang bertanya padamu," tuntut Jessica padanya, untuk pertama kali. Selama ini yang ia lihat dari kepribadian Jessica hanyalah kerapuhan. Tapi malam itu, yang melihat sebuah ketegasan pada sorot mata wanita yang tidak pernah dianggapnya selama ini. "Untuk apa aku harus bertanya kepadanya. Itu hanya akan memperpanjang masalah. Aku cukup tahu apa yang sudah dia lakukan." Juan menghindar dari pertanyaan istrinya. Bukan karena dia tidak ingin memuaskan Jessica. Tapi Juan mengatakan yang sebenarnya, sikapnya bahkan sudah berubah pada Amber. Sudah tidak ada lagi kehangatan seperti sedia kala, hanya satu yang masih mengganjal di hati Juan. Amber selama ini hidup dalam keadaan yang tidak sehat. Juan hanya merasa kasihan dan ada rasa bersalah yang menghantuinya. Wanita itu, sampai sekarang masih menunggu Juan dengan setia. "Ah, begit