Share

Pencuri 2

Geovane merebahkan tubuhnya di atas sofa yang ada di ruangan kerjanya. Hal santai semacam itu tak akan dilakukannya jika masih dalam waktu bekerja. For your information, Govane adalah salah satu jenis manusia yang sangat gemar bekerja dan menjunjung tinggi pekerjaannya. Karena bagi Geovane, pekerjaan adalah sumber kehidupannya.

Kini waktu menunjukkan pukul tujuh malam, di mana semua karyawannya telah pulang ke rumah masing-masing kecuali para petugas kebersihan dan anggota keamanan yang bertugas malam hari. Di dalam ruangannya, Geovane merenung sendirian.

Sebenarnya tidak dapat dikatakan merenung karena alasannya berada di sini adalah karena ia kelelahan. Hari ini pekerjaannya terasa lebih berat, atau mungkin Geovane yang tidak semangat. Berkali-kali Geovane menghirup dan mengeluarkan napas dengan cara yang kasar.

Di luar ruangan, ada Justin yang setia menunggunya. Tetapi Geovane belum berniat untuk ke luar. Rasanya ia masih merasa betah untuk berada di dalam ruangannya lebih lama lagi. Hingga kemudian pintunya terbuka, menampakkan seseorang yang telah lancang membuka pintu ruangannya tanpa izin.

Bukannya marah, Geovane justru menyunggingkan senyum manisnya terhadap sosok tersebut yang tak lain dan tak bukan adalah Shafita yang datang dengan menenteng sebuah tas. Geovane bangkit untuk menyambutnya. “Kenapa kau datang kemari?” tanya Geovane ketika Shafita telah duduk di samping tubuhnya. Hal tersebut membuat Shafita mendengus.

“Memangnya aku tak boleh datang ke sini? Baiklah kalau begitu aku akan pulang kembali,” ujar Shafita dan berencana akan bangkit dari tempatnya untuk pergi kembali meninggalkan ruangan. Namun, sudah barang tentu jika Geovane tidak akan membiarkannya. Pria tersebut dengan cekatan mencekal tangan Shafita dan membuat wanita itu terduduk seperti semula.

“Sepertinya kau sedang sensitif hari ini?” goda Geovane seraya tertawa ringan. Lagi dan lagi perbuatannya membuat Shafita mendengus sebal. Wanita itu bahkan gatal untuk menjambak rambut Geovane hingga pria itu terjungkal.

Jangan dibayangkan, karena itu hanya keinginan terdalamnya saja yang sudah barang tentu tidak ia lakukan. Shafita justru menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi setelah menyimpan tas yang dibawanya ke meja.

“Makanlah, aku sudah membawakan makanan untukmu di dalam tas. Justin bilang kau belum makan sejak sore, kenapa?” Shafita bertanya dengan mata yang tidak bisa fokus pada satu titik. Dua bola mata indahnya justru berkeliling mengitari ruangan kerja Geovane yang sangat rapi. Pasti Jesslyn menjaga kerapian di ruangan ini dengan sangat baik.

Memang hanya Jesslyn yang diberikan wewenang oleh Geovane untuk membersihkan dan merapikan ruangannya. Hal tersebut dilakukan karena Geovane tidak mempercayai orang lain untuk menyentuh barang-barangnya yang ada di ruangan ini yang mana kebanyakan isinya merupakan berkas penting.

Sebagai sekretaris, Jesslyn sangat mengetahui dan paham yang mana berkas penting dan mana berkas yang sudah diperlukan lagi. Dan Geovane tidak ingin ada orang yang gegabah merapikan dokumen perusahaannya yang mana hal tersebut dapat berakibat fatal.

Geovane lantas memajukan tubuhnya untuk dapat menjangkau tas yang tadi dibawa oleh kekasihnya. Dan ia tersenyum melihat masakan sederhana yang dibawa oleh Shafita. Meski hanya sayur bening dan sepotong daging ayam, tetapi Geovane merasa senang dibuatnya. Juga, walaupun makanan yang akan dimakannya kini sangat sederhana, ia yakin jika bukan Shafita yang memasaknya.

“Kau membelinya bukan?” tanya Geovane dengan alis terangkat. Ia mencoba suapan pertamanya. Dan rasanya cukup enak, pas bagi orang-orang yang sedang tidak ingin makan rempah-rempah.

Anggukan kepala yang diberikan oleh Shafita membuat Geovane tersenyum geli. Wanitanya tersebut memang tidak dikaruniai kemampuan memasak. Bahkan memasak telur ceplok saja bisa gagal dalam hitungan sepuluh kali.

“Seharusnya kau belajar masak, tapi tidak masalah jika kau pun tak bisa membuatkan makanan untukku karena aku bisa menyewa koki terbaik setiap harinya untuk makan kita setiap hari nantinya setelah kita menikah.”

“Memangnya kau berniat menikahiku?” Pertanyaan menohok keluar dari mulut Shafita. Hal tersebut sempat membuat Geovane menghentikan kunyahannya. Namun hanya sekian detik, karena setelahnya Geovane kembali melanjutkan aktivitasnya dengan santai.

“Jika kita berjodoh, aku akan menikahimu tentu saja,” balasnya dengan senyum singkat.

Shafita mendelik tajam. “Dan jika yang menjadi jodohmu adalah Jesslyn maka kau akan menikahinya?”

“Tentu saja, jika sudah jodohnya siapa yang bisa menolak? Kita sebagai manusia hanya bisa berencana, Shafita. Dan Tuhan yang akan menentukan.”

Shafita memilih diam dan tak mau menanggapi lagi. Ia lebih memilih memejamkan matanya daripada harus melihat Geovane yang tiba-tiba menyebalkan di matanya.

“Shafita, apa kau menggunakan dana yang ada pada kartu yang kuberikan padamu belakangan ini? Ada kejanggalan dalam laporan keuanganku, terjadi pembengkakan yang sangat besar yang membuatku heran.”

Shafita langsung membuka matanya kembali. “Benarkah? Kau tahu dengan pasti jika aku tidak biasa menggunakan uangmu untuk keperluanku.”

“Sebenarnya aku sedang mencurigai seseorang.”

“Siapa? Apa aku perlu membantumu untuk mencari tahu?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status