"Yang sabar ya, nak! Yang penting, kamu jangan menyerah dan tetap terus berusaha." Ucap bibinya menyabarkan seraya mengelus lembut kepala Awan dengan penuh kasih sayang. Rini telah lama memperlakukan Awan layaknya anaknya sendiri. Meski kenyataannya ia memiliki dua orang anak perempuan, tapi yang dirasakan oleh Rini dan Joe, mereka memiliki tiga orang anak. Dimana Awan sebagai anak tengah mereka.Awan merasa tersentuh dengan perlakuan mereka terhadapnya. Meski masih tidak memiliki ingatan apapun tentang keluarga ini, ia bisa merasakan betapa dirinya dicintai oleh keluarga ini. Itu semua sudah cukup sebagai bukti, betapa ia diterima dalam keluarga bibinya."Terimakasih, bi. Mohon doanya!" Pinta Awan tulus."Padahal aku berharap kak Awan beneran jadian loh sama kak Karin. Jadi, teman-temanku gak berani nanyain kak Awan lagi." Seloroh Luna dengan gaya polosnya.Awan tergelak, namun di sebelahnya Karin langsung tersipu, dadanya kembali berdebar tidak menentu."Adek, kamu masih saja, ya!
Saat mereka datang, mereka disambut oleh dua orang tenaga keamanan. Mereka adalah orang-orang dari klan Atmaja.Semenjak kejadian dimana Lina, mamanya Renata hampir dilecehkan, Awan saat itu memerintahkan secara khusus orang-orang dari klannya untuk menjaga keamanan mama angkatnya tersebut."Selamat datang, ketua." Sambut mereka kompak.Awan menganggukkan kepala dan tersenyum ke arah mereka. Kendaraan yang dikendarai oleh Karin lanjut terus ke dalam, hingga berhenti di depan pintu masuk utama.Yang membukakan pintu dan menyambut mereka pertama kali adalah Inah. Dia merupakan satu-satunya pembantu yang masih setia bertahan hingga saat ini. Sekarang, berkat kesetiaannya itu, Inah dipercaya Awan untuk menjadi kepala pembantu di rumah tersebut dan bertaggung jawab khusus melayani dan menjaga ibu angkatnya."Tuan Awan, sudah sangat lama anda tidak ke sini. Padahal ada berita penting yang mau Inah sampaikan." Ujar Inah, ceriwis seperti biasanya.Namun saat itu, ia hanya mendapati ekspresi A
Klik."Silahkan masuk!" Ucap Inah mempersilahkan Awan dan yang lainnya masuk ke dalam kamar.Inah tampak bersemangat ketika membawa Awan bersamanya. Di dalam sana, seorang wanita dewasa berusia hampir lima puluhan, namun masih terlihat begitu cantik, dalam keadaan setengah berbaring di atas ranjang, sedang menatap Awan dengan mata penuh kerinduan."Awan, anakku... akhirnya kamu datang!" Sambut Lina haru. Kondisinya masih belum pulih seratus persen, karena sebelumnya ia terlalu lama terbaring di ranjang. Sehingga, perlu waktu untuk membuat seluruh fungsi gerak tubuhnya bisa kembali bekerja dengan normal. Jadi, yang bisa dilakukan mama Lina hanya membentangkan kedua tangannya ke arah Awan.Awan sempat ragu, tapi segera Karin menyenggol lengannya dan memberi kode padanya. Awan segera tahu apa yang harus dilakukannya, ia berjalan ke arah mama Lina dan menyambut gapaian tangannya dan membalas pelukan mama Lina.Ibu mendiang Renata tersebut memeluk Awan dengan sangat erat, seolah ia sudah
Di dalam kamar putrinya, Lina mengambil sebuah kotak di atas meja rias. Tentu saja, tidak ada yang berubah dari dari dalam kamar itu. Meskipun, Awan tidak mengingatnya. Namun, saat ia berada di sana sedikit lebih lama, kening Awan sedikit berkerut. "Kenapa, Nak? Apa kamu mengingat sesuatu?" Tanya Lina berharap. Awan tampak ragu, "Entahlah, Ma. Ketika masuk ke dalam kamar ini, aku merasa sangat familiar dengan kamar ini. Tapi, aku masih tidak dapat mengingatnya." Jawab Awan jujur dan tampak tidak berdaya. Ia seakan sudah begitu dekat untuk bisa mengingatnya, namun seakan ada kabut tipis yang menghalangi jalannya. Lina tersenyum senang, tentu saja ia berharap Awan akan dapat mengingat lebih banyak. Selanjutnya, Lina mengulurkan kotak yang tadi diambilnya pada Awan. "Apa ini, ma?" "Bukalah!" Saat Awan membukanya, di dalamnya terdapat sebotol parfum merek Caron Poivre. "Ini?" Awan tampak bingung dan bertanya-tanya, kenapa ibu angkatnya itu justru memberinya parfum? "Cobalah!"
Sebelum kembali ke Jakarta, Awan mengantarkan Karin terlebih dahulu ke rumahnya.Ketika mobil yang di kendarai Karin sampai di depan rumah orang tuanya, Karin terdiam ragu. Ia mengumpukan keberaniannya untuk bicara, karena ia tidak tahu apa ia masih memiliki kesempatan seperti ini lagi di masa depan."Awan, terimakasih ya untuk beberapa hari terakhir." Ujar Karin membuka obrolan.Awan tergelak, "Kamu hampir celaka karena aku, masa mau terimakasih!"Karin juga tertawa, "Iya, tapi karena itu juga aku bisa dekat dengan kamu."Tawa Awan menjadi canggung sebelum menghilang dengan sendirinya. Ia tahu kemana arah pembicaraan Karin, karena itu ia menjadi gugup untuk menanggapinya. Sama seperti saat Luna menggoda mereka siang tadi, Awan sengaja mengalihkan topik karena tidak ingin terjebak dengan topik sensitif seperti ini. Ia memang kehilangan ingatannya, namun bukan berarti ia juga kehilangan sensitifitasnya dalam mengenali perasaan orang lain terhadap dirinya.Berulang kali, Awan mendapati
"Marah? Kenapa aku harus marah? Lagian, itu adalah masa lalu. Seandainya aku menyadarinya sekalipun, toh aku tidak bisa mengingatnya saat ini." Ujar Awan tersenyum tipis.Karin tersenyum malu, ia tidak ubahnya seperti seorang gadis remaja yang sedang jatuh cinta. "Lalu, apa aku bisa menagih jawaban yang dulu sempat ku tanyakan padamu?"Awan bingung harus menjawab apa?Saat ini, Awan sedang berkonflik dengan hatinya. Ia bisa melihat kalau Karin adalah gadis yang cantik dan menarik. Melihat betapa polosnya Karin dengan semua pemilihan kalimatnya, Awan tahu kalau gadis ini telah setia menjaga cintanya untuk menunggu jawaban darinya. Awan tidak tega untuk menyakiti gadis sebaik Karin, tapi ia juga tidak bisa membohongi perasaannya sendiri."Maaf, Karin. Aku tidak bisa menerimamu."Karin langsung membeku ketika mendengar jawaban Awan. Ia terperangah beberapa saat lamanya, ia seakan sulit mencerna jawaban Awan barusan.Sampai Awan mengulangi jawabannya untuk ke dua kalinya, "Kita, tidak bi
Awan keluar dari mobil Karin secara perlahan.Saat itu, Lana dan Chiya baru saja datang dan berhenti tidak jauh di belakang mobil Karin.Karin bahkan masih diam tidak bersuara, saat Awan dengan perlahan melangkah pergi meningalkannya. Melihat tuan mereka melangkah gontai ke dalam mobil, baik Lana maupun Chiya saling tatap. Mereka tahu, jika Awan pasti sedang ada masalah dengan Karin.Ketika Awan sudah berada dalam mobil, ia berkata, "Lana, kamu tinggal lah di sini untuk sementara waktu. Tolong awasi Karin untukku. Jangan biarkan dia menyakiti dirinya sendiri. Aku akan kembali bersama Chiya ke Jakarta." Perintah Awan.Lana tanpa banyak tanya, mengangguk patuh, "Baik, tuan muda."Awan, malam itu kembali bersama Chiya ke ibu kota....Saat dalam perjalanan kembali menuju Jakarta, Awan masih belum bisa tenang. Bayangan tentang Karin yang terpuruk, terputar terus dalam benaknya.Meski baru saja, Lana mengabarkan kalau Karin sudah masuk ke dalam rumahnya. Menurut laporan Lana juga, Karin s
"Awan-san, apa kita langsung ke kediamannya nenek Chiyo atau kembali ke Villa?" Tanya Chiya saat mereka sudah memasuki gerbang masuk menuju Villa Nirwana."Kita langsung ke tempat nenek." Balas Awan."Baik, Awan-san."Awan tidak ingin menunda lebih lama lagi dan ingin segera menemukan jati dirinya yang sebenarnya.Apalagi dalam telepon tadi, nenek Chiyo mengatakan telah menemukan cara untuk mengembalikan ingatan dan juga kekuatannya. Hal itu membuat Awan menjadi lebih bersemangat dan tidak ingin menyiakan waktu barang sedetikpun. Awan belum tahu, seberapa kuat dirinya sebelum hilang ingatan seperti sekarang. Tapi, munculnya orang seperti Disa, seakan memberi peringatan bahaya yang membuat Awan bertekad untuk bisa menjadi lebih kuat. Saat itu, Awan merasa menjadi orang paling tidak berguna dan dipaksa melihat teman-temannya terluka.Semua orang berusaha melindunginya, namun ia tidak berdaya untuk melindungi mereka. Ia tidak ingin kembali merasakan perasaan yang sama.Demi menjaga sem