Share

GODAAN CANTIKNYA PELAKOR
GODAAN CANTIKNYA PELAKOR
Penulis: Embun Manis

Izinkan Saya Menjadi Madumu, Mbak.

Namaku adalah Jane. Aku merupakan seorang istri dari kepala divisi pemasaran di perusahaan kosmetik terkenal di kota ini. Umur pernikahanku dengan Mas Reno masih tiga tahun. Belum lama dan masih tergolong pengantin muda.

Meski begitu, hubunganku dengannya sudah sangat lama. Lima belas tahun kami berpacaran hingga akhirnya mantap untuk memutuskan menikah.

Sebenarnya orang tuaku tidak setuju, sebab aku belum menyelesaikan kuliahku di jurusan bahasa inggris. Aku berbakat di pendidikan, tetapi pikirku, aku lebih berbakat dalam hal menaklukan cinta.

Hari ini bakat itu kuragukan. Hatiku rasanya ingin meledak saat wajah perempuan tidak asing mendatangiku dan saat ini duduk manis di depanku. Dia memperkenalkan dirinya dengan nama Anggi.

"Begini, Mbak, saya ke sini atas inisiatif saya sendiri. Bukan dari suruhan Mas Reno" akunya tanpa basa-basi.

Hatiku mulai tidak karuan, wajahnya sangat familier di halaman f******k Reno. Hampir di setiap postingan Reno ada komentar darinya. Dia juga sering membagikan foto kebersamaan rekan-rekan kerja kantor dengan memberi tag ke akun Reno. Ya, benar sekali, foto itu hanya menandai akun Reno.

Tidak sampai di situ, Reno malah meloloskan tinjauan foto dengan membiarkan dindingnya dipenuhi foto-foto dari akun wanita ini. Meskipun itu adalah foto kebersamaan tim kantor, tetapi lucu sekali, jika sampai harus memenuhi dinding akun suami orang. Apa tidak malu?

"Maksudnya apa?" tanyaku pura-pura dungu.  Air teh yang kubuatkan untuknya, sengaja kuracik tidak manis. Biar begitu, dia meminum air dicangkirnya hingga habis.

Gadis di depan Jane menarik napas, lalu berujar, "Saya mencintai suami Mbak Jane dan saya memohoh agar kami bisa mendapatkan restu dari Mbak," jelasnya berlagak sopan.

"Kamu sudah berbicara dengan Mas Reno?" tanyaku berusaha tenang, menahan sekuat tenaga taring yang ingin merayap keluar.

"Sudah Mbak, tetapi beliau bilang bahwa tekadnya tidak akan bergeser sedikitpun, meskipun nanti Mbak Jane tidak merestui."

"Beliau bilang begitu?" tanyaku penasaran. Gadis yang entah kenapa Tuhan karuniakan wajah cantik ini mengangguk mengiyakan. "Berarti, Mas Reno sudah bertekat bulat ingin menikahi kamu?"

"Iya Mbak, beliau bersedia . Saya berjanji tidak akan mengganggu kebahagian Mbak Jane dengan Mas Reno. Saya akan menjadi adik yang baik dan akan berusaha melakukan yang terbaik untuk Tania. Anak Mas Reno dan Mbak Jane yang sudah saya anggap seperti anak sendiri,"ujarnya tidak tahu malu.

Saat ini, aku sedang tidak fokus mendengar teks pidato yang sedang ia bacakan. Otakku terbang ke wajah suami yang ingin kuhantuk-hantukkan kepalanya. Lima belas tahun berpacaran, tidak pernah sekalipun ia selingkuh. Lalu sekarang, saat pernikahan sudah menghadirkan buah hati, kenapa setega itu dia mengutus perempuan ke rumahku.

"Mbak!" Gadis tengik ini melebur lamunanku.

"Pergi!" tegasku singkat.

"Tetapi Mbak," potongnya mencoba bertahan.

Aku tidak lagi berucap apa-apa. Hanya membereskan meja dan mengambil pisau di atas kue bolu tepat di depannya. Melihat aku seolah-olah nekat membunuh, Ia, lantas pergi dan menghilang menyisakan aroma parfum yang sangat menyengat.

***

Malam harinya.

Tania sudah tidur. Reno menyantap makan malam yang kusiapkan, telur dadar dan rebusan daun bayam. Tidak ada sambal, hanya kecap. Ia tidak protes seperti dugaanku.

Aku ,mencoba untuk bersikap tenang, "Capek, Mas?" tanyaku sembari menuangkan air putih hangat untuknya. Sebenarnya aku ingin sekali menuangkan air mendidih agar bibir yang entah sudah tidak steril itu melepuh.

"Lumayan," katanya  santai dengan mengambil air yang sudah kutuang. "aduh...," keluhnya setelah meneguk air itu. Ternyata yang kutuang bukanlah air hangat, tetapi benar-benar air mendidih. Teganya aku.

"kamu tidak apa-apa Mas?"

"I-iya i am oke!"

"Ini, Mas!" Aku sigap memberinya tisu. Namun, kali ini ia memeriksa tisue yang kuberikan. Mungkin takut ada racun di sana.

"Kamu boleh tidur duluan, Dek!"

"Ada yang ingin saya tanyakan ke Mas Reno," tanyaku dengan tegas.

"Apa itu?" tanya Mas Reno menarik napas.

"Tadi siang, ada wanita ke rumah kita."

"Itu... Itu...,"

"Rekan kerja kamu kan, Mas?"

"Mas bisa jelaskan, Dek," dalihnya mencoba meyakinkan.

"Oke, jelaskan sekarang!" tegasku memburu responnya. Ia menarik napasnya dalam, lalu menghembuskannya.

"Apa pun yang ia katakan tadi, tetap saja kesimpulannya adalah Mas gak akan mau menikah lagi jika kamu tidak memberikan izin dan restu, tetapi mas akan bahagia jika kamu mau mencoba untuk tenang dan memikirkan pelan-pelan atas apa yang ia katakan tentang masa depan yang bahagia untuk kita, Sayang," bujuknya dengan air muka bijaksana. Rasa-rasanya aku ingin pingsan.

Tidak perlu menunggu besok, hatiku hancur berkeping-keping malam ini, berarti Reno benar-benar memikirkan wanita lain. Tidak terasa air mata terasa hangat di pipi. Bagaimana bisa? Anakku baru berumur dua tahun. Masih bayi dan Reno sudah membiarkan wanita lain mendekatinya. Kenapa tidak langsung ditolak saja, kenapa tidak menjelaskan bahwa kami sudah cukup bahagia dengan formasi seperti ini. Kenapa malah menyuruh gadis tengik itu meminta izin. Bahkan, dengan cara izin saja sudah cukup membuat hatiku berdarah-darah. Terlalu sakit.

"Jane, are you oke?" tegur Reno melihat air mataku meleleh. Raut wajahnya khawatir. Aku tahu ia masih sangat mencintaiku seperti dahulu. Aku tahu itu tidak akan berubah, tetapi aku tidak tahu jika hatinya bisa punya kloning.

“I’m oke. Aku baik-baik saja!” jawabku menepis kasar tangannya yang mencoba menyentuh wajahku. Keparat kamu, Mas. Bisa-bisanya bertanya apakah aku oke? Memangnya ada perempuan yang bisa oke saat dihadapkan dengan situasi seperti ini.

Reno mengambilkan sebuah kotak dan memberikannya kepadaku untuk dibuka sembari membisikkan kata, "Aku tahu kamu kamu akan baik-baik saja, Jane. Gelang emas ini aku berikan spesial untuk cinta kita yang pastinya akan terus membuatmu baik-baik saja," jelasnya dengan tatapan yang penuh.

Aku juga bodoh menjawab bahwa aku masih dalam keadaan oke. Padahal, aku ingin sekali pingsan, lalu membuat Reno khawatir dan untung-untung membuatnya sadar bahwa ini semua tidak akan membuat keadaan di antara kami berdua akan baik-baik saja kedepannya. "Kamu belikan untuk dia juga?" Mataku membalas tatapannya.

Dia gugup, lalu salah tingkah, "Aku belikan gelang yang terbaik hanya untukmu," jawabnya berdiri dan mengambil air minum.

"Yang terbaik? berarti kamu memang membelikan juga gelang untuknya?"

"Jane! jangan seperti anak-anak. Aku tidak memaksakan dirimu untuk menerimanya," protesnya dengan menaikkan suara.

"Loh, kenapa jadi marah?"

"Siapa yang marah?"

"Itu! Mas marah kepadaku. Harusnya aku yang marah, bukannya Mas Reno!"

Reno menarik napas berusaha menjadi lebih tenang. "Sudahlah! kita jangan ributkan ini. Besok, aku akan menegurnya karena lancang berkunjung ke rumah kita."

"Bagus! dan katakan kepadanya untuk tidak bermimpi masuk ke dalam keluarga kita," cecarku membesarkan mata.

Reno tidak menjawab, bergegas pergi meninggalkanku sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status