Rahasia MeriAku merasakan dada yang terasa meledak mendengar ancaman Yudha. Bagaimana tidak, adik iparku yang selama ini terlihat lemah, plin-plan dan tidak pernah emosi itu, kini menatapku dengan tatapan mengancam dan penuh kebencian.Semua orang berubah, tapi tidak ada yang sedrastis Yudha. Setelah dia kembali rujuk dengan istri kampungannya, nyaris aku seperti tak lagi mengenalnya.Bayangkan, hari ini, setelah dia membentakku dengan geram dan dengan teganya mengirim video perselingkuhanku dengan Daniel kepada Mas Rama. Di temani Bi Narti, dia dengan cepat menyambar tubuh Haifa untuk dilarikan ke rumah sakit.Tinggal aku sendiri terkaget-kaget dengan noda darah Haifa yang tampak kontras di ubin putih.Yudha tidak sedetikpun melirikku, pun perduli dengan perasaanku yang detik
Perpisahan dan pertemuan adalah dua hal yang selayaknya saling melengkapi. Saat ada perpisahan yang menyakitkan, seyogyanya ada pertemuan yang membahagiakan.Begitulah hidup dua pasang manusia selayaknya, apalagi yang telah diikat dengan tali pernikahayang Syah. Pertemuan Setelah sekian lama terpisah, selayaknya adalah hal paling indah dan tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.Tapi tidak dengan Raka dan Meri saat ini, dua hati yang sekian lama terpisah jarak dan waktu itu, kini saling pandang laksana dua orang musuh yang saling membenci.Meri sepertinya dengan cepat menguasai keadaan, bibir dan mulutnya yang sempat bergetar kini perlahan menyungging senyum sinis yang terlihat sangat luar biasa di mata Erika.Hanya perempuan tidak punya hati, yang masih sanggup menatap suaminya dengan kepala tegak di saat aib dan nista
41"Meri?" Ibu yang baru muncul dan tidak menyaksikan huru-hara antara Raka dan Meri terlihat sangat terkejut mendapat Meri yang tertatih menuju pintu.Wajah Ibu tampak masih berkeringat, setelah membersihkan halam.yang cukup luas membuatnya merasa cukup Bermandi keringat."Raka? Ya Allah...bagaimana aku tidak melihatmu? Belum sempat Meri menjawab , Ibu terpekik mendapati kehadiran putranya. Bergegas mendekati Raka dan memberondong dengan pertanyaan."Katanya, dua hari lagi baru sampai, Nak?" Tanya Ibu mengingat kedatangan Raka yang dia tahu adalah dua hari ke depan.Raka tak menyahut, menghambur ke pelukan Ibu. Menumpahkan segala sakit atas penghianatan Meri."Kenapa dengan Meri?" Ibu yang seperti merasakan kegelishan p
Haifa mejamkan matanya saat dokter yang menanganinya keluar dari ruangan perawatan tempat dia sekarang berbaring.Ada air mata yang meleleh yang keluar paksa dari matanya. Ada raut cemas dan harap yang bercampur menjadi satu. Rasa yang terus silih berganti semenjak dirinya terjengkang dan pendarahan di rumah sampai masuk UGD dan kini di ruang perawatan."Jangan menangis, Sayang. Bukankah menurut dokter, hasil USG menunjukan bayimu masih dalam keadaan baik. Kau hanya perlu istirahat. Jangan cemas," bisik Yudha lirih. Berulangkali membelai lembut kepala Haifa yang terlihat sedikit shock saat mengetahui dirinya pendarahan."Sayang, semangat. Beruntung kamu segera ditangani dokter." Yudha terus membisikan kalimat yang membesarkan hati istrinya."Mas." Mata Haifa perlahan terbuka."Aku tidak apa-apa,
Hawa pagi mendadak panas. Shila mengibas rambutnya dengan gusar, apalagi terlihat Bi Narti berjaga tidak jauh dari tempatnya Haifa duduk.Dasar pembokat sialan, kok bisa-bisanya datang tepat dia ingin menghajar Haifa. Shila mengepalkan tangannya, mengingat ancaman yang diucapkan Haifa barusan.Rahasia besar dirinya? Rahasia apa? Dia terlalu banyak memiliki sisi kehidupan yang disembunyikan selama ini.Apakah petualangan cintanya dengan banyak pria di luar sana seperti Meri? Atau duit satu milyar yang Mas Andre berikan dan bilang habis karena usaha butik yang dirintisnya hancur?Atau...atau...apa ya? Shila memijit alisnya yang berlukis dengan sempurna."Aku tahu kamu banyak rahasia, Mbak Shil. Tapi rahasia ini, jauh lebih memalukan dari kasus Meri kemarin. Aku yakin, saat suamimu tahu, kau bukan hanya ditalak, tapi juga ak
Wajah Shila memucat. Bibir merahnya bergetar menahan kekagetan yang luar biasa. Perempuan yang malam itu berdandan sempurna dan terlihat sangat jumawa itu, tampak shock dengan fakta yang dibuka Yudha. Kejadian itu sudah lama dan nyaris telah tenggelam dalam memorinya. Shila tidak menduga kalau Video dimana dirinya masuki kamar Yudha dan berusaha mengajaknya berbuat nista bisa muncul di hadapan Andre suaminya. Shila berkali-kali menelan ludah dan berusaha sekuat tenaga bersikap tenang. Ditahannya rasa takut terhadap pria yang kini tengah menatapnya tidak berkedip, dengan wajah menahan murka. ' Yudha, ayolah. Aku tahu kamu juga kesepian malam ini. Aku juga tahu kamu gak ada selera sama istri oon mu itu. Mumpung Haifa tidak ada di rumah, apa salahnya kita bersenang-sena
RndSuasana mendadak hening. Hanya deru suara mobil Shila yang kian mengecil, hingga akhirnya sunyi senyap dan hanya menyisakan suara helaan napas Andre yang terdengar berat dan kecewa."Maafkan aku, Mas." Yudha tampak sangat merasa bersalah."Bukan maksud hatiku membuatmu kecewa dan sedih, apalagi berniat menghancurkan rumah tangga kalian dan membuka aib istrimu. Aku hanya ingin, Mas tahu, siapa Shila sebenarnya di belakangmu." Suara Yudha sedikit tercekat. Sakit sekali melihat kakak yang meski sangat ambisius tapi tetaplah saudaranya, melihatnya terluka tetaplah sakit bagi Yudha."Yudha." Andre bangkit, berjalan menuju jendela. Menatap ke luar, seolah jendela itu masih terbu
Waktu tak terasa berlalu, di saat Haifa tengah meniti hidup yang dipenuhi keindahan karena terbebas dari duo kuntilanak Meri dan Shila, di sudut lain ada wanita yang terluka. Meri ternyata kembali berulah menebar racun dalam kehidupan Athira, wanita lembut sekaligus sepupu Yudha dan sahabat Hai fa. *** "Selamat, Mas. Kau akhirnya bisa bebas dari perempuan bod*h dan jelek itu." Perempuan berbulu mata palsu dengan soflens biru gelap itu terlihat bahagia. Tangannya yang berkuku merah tak sungkan memeluk pria di sisinya. "Kau hebat, Shaka. Akhirnya bisa tegas juga." Kali ini Mama yang bersuara. Senyum lebar menghiasi wajah perempuan setengah baya itu. "Kita rayakan kemenangan ini." Elda menimpali, adik perempuan satu-satunya itu terlihat gembira. "Si tol*l itu akhirnya enyah dari hari-harimu. Keren." Mama kembali tersenyum. Suara-suara Mama, E