Compartilhar

3. Derita

Autor: Nannys0903
last update Última atualização: 2025-10-22 16:51:35

Bab 3

Suara langkah kaki terdengar di lorong rumah sakit. Keadaan lorong sangat sepi dan senyap. Celina dan Riana bergandengan tangan mencari kamar ibunya.

"Kamar Rose nomor 18, Kak." Riana mengingat hal itu. Mereka bertanya kepada perawat yang melintas. Beruntung menemukan salah satu perawat jaga apalagi rumah sakit tampak tak ada penghuninya.

"Di sana!" tunjuk Celina. Tangan mereka masih bertautan. Sejam lalu kabar itu diketahui mereka hanya saja ada kendala.

Mereka sulit mendapatkan taksi karena malam semakin larut. Celina ingat teman ayahnya yang tadi mengantar pulang. Ia menghubungi pria itu, nomor yang sempat diberikannya tadi di dama mobil. Untung saja ia masih ada di sekitar tempat tinggal Celina dan menunggu penumpang baru. Hanya butuh dua puluh menit karena putaran jalan ke rumah Celina agak jauh.

"Ibu Anda asmanya kambuh. Ia juga mengalami luka serius. Bagian perut tergores senjata tajam dan harus segera dioperasi." ucap penelepon yang mengaku sebagai polisi. Kalimat itu masih teringat jelas di kepala Celina. Rasa sakit yang dirasakan ibunya menusuk hati Celina juga.

Air mata Riana tak tertahan lagi. Wajahnya sembab begitu juga Celina. Hanya saja ia lebih tabah daripada adiknya. Selama perjalanan menuju rumah sakit Riana tak berhenti menangis dan Celina yang menenangkan.

Sebagai Kakak Celina harus kuat agar semua tetap tenang dan baik-baik saja.

"Hapus air matamu jangan sampai ibu melihatnya." Mereka menemukan ruang yang dicari.

Riana segera menghampus air matanya. Apa yang dikatakan Celina benar. Ibunya tak boleh melihat mereka menangis dan membuat sedih.

"Pak. Saya anak dari Ibu Denada." Celina berdiri di depan petugas berseragam coklat menjaga pintu. Ia yakin kalau ibunya ada di dalam.

Petugas itu membukakan pintu setelah memastikan identitas Celina. Mereka masuk dan berlari ke arah ibunya yang terbaring lemah di brankar rumah sakit.

"Apa kalian keluarga pasien?" Perawat masuk ke ruang rawat dan membawa obat di tangannya.

"Iya betul." Celina menyuruh adiknya menjaga di ruangan saja sedangkan ia ikut ke ruang dokter diantar perawat.

Dokter memperlihatkan hasil pemeriksaan Denada. Celina terkejut ketika dokter bilang banyak luka memar di tubuhnya. Separah itukah tinggal di penjara hingga ibunya mengalami kekerasan seperti ini.

"Luka gores sudah dijahit. Sesak juga masih ada. Hampir saja ibu Anda meninggal kalau telat datang. Saya harap ibu Anda mendapatkan pengobatan rutin. Jangan sampai penyakitnya kambuh lagi seperti ini."

"Tapi saya selalu membawakan inhaler Dok. Kenapa bisa begini?" Alat itu selalu dibawa ibunya ke penjara. Apa mungkin alat itu rusak atau hilang? Banyak kemungkinan yang terjadi.

"Ibu Anda tidak mengunakan alat itu. Jika ada pasti tak ada kejadian seperti ini."

Dokter memberikan arahan kepada Celina, apa yang boleh dan tidak dilakukan. Celina mengangguk tanda mengerti. Setelah ia keluar hatinya masih penasaran.

Celina tak mau diam saja. Ia segera ke kantor polisi yang tak jauh dari rumah sakit untuk meminta penjelasan tentang ibunya dan obat asma itu yang baru ia berikan kemarin.

"Ibu saya hampir kehilangan nyawa. Ia juga selalu membawa alat penyakitnya. Apa kalian tak mengizinkannya? Bagaimana nyawa ibuku jika terlambat dibawa ke rumah sakit?"

"Kami sedang selidiki. Sebelum kejadian itu. Ibu Anda bersama napi lainnya melakukan keributan. Soal alat itu." Petugas mengeluarkan alat yang dimaksud, hancur seperti diinjak-injak. Celina mengepalkan tangan mengutuk pelaku.

"Saya sangat mengenal Ibu saya. Dia tak suka keributan. Apa yang menimpa sewaktu itu hanya fitnah saja dan saya belum menemukan bukti akurat. Saya minta penjelasan Anda, Pak Polisi."

Celina geram dengan petugas di hadapannya. Ia meminta orang yang telah menyakiti ibunya segera diberikan hukuman yang setimpal. Petugas tersebut hanya manggut-manggut saja.

Celina mengepalkan tangan ketika tahu ibunya di keroyok tiga lawan satu. Setiap hari selalu dibully. Padahal ia difitnah. Celina harus segera mengeluarkan ibunya dari neraka itu.

"Kak. Ibu sudah sadar." Riana langsung menghampiri Celina ketika pintu terbuka. Celina berlari menghampiri sang ibu.

"Celina ...," panggil Denada lirih. Netranya mengembun.

"Ibu jangan banyak bicara. Istirahat saja. Luka jahitannya masih basah." Celina memaksa diri tersenyum. Ia mengecup kening ibunya.

Denada mengeleng pelan. Ia menatap kedua putrinya dan memaksa diri untuk tersenyum. "Maafkan Ibu tak bisa membuat kalian bahagia dan selalu merepotkan kalian. Sejak ayah kalian tiada hidup kalian semakin menderita." Suara parau Denada memilukan hati.

"Kami anak Ibu. Selama ini selalu bersama kami tak masalah tak ada Ayah. Semua sudah takdir. Asal Ibu masih tetap bersama kami." Celina menggenggam erat jemari ibunya.

Denada tak berkata apa-apa. Ia bersyukur memiliki dua putri cantik dan sangat mencintainya.

"Ibu mau makan apa. Celina akan membelinya?" Celina mengalihkan pembicaraan. Takdir suram biarlah berlalu. Saat ini fokus ke masa depan.

"Ibu mau pulang ketemu Ayah kalian." Netra Denada ke arah langit rumah sakit. Wajah pria yang sangat ia cintai terlihat jelas. Lima tahun sudah ia menjanda. Ternyata hidup tanpa pria itu begitu sulit. Pria yang begitu ia cintai.

"Setelah Ibu keluar kita ke makam Ayah." Celina berdiri di sisi kanan ibunya sedangkan Riana berdiri di samping kakaknya. Mereka menahan air mata agar ibunya tak bersedih.

"Riana akan masak makanan kesukaan Ibu. Cepat sembuh, Bu." Suara Riana riang.

"Celina sudah mendapatkan uangnya. Ibu pasti dibebaskan. Ibu harus tetap bersama kami." Riana mendengar hal itu menoleh ke arah kakaknya. Bagaimana uang itu bisa didapatkan atau Celina berbohong.

"Dari mana kamu ...." Belum sempat melanjutkan kalimatnya Celina tahu apa yang dipikirkan ibunya.

"Aku bekerja. Tenang saja Bu. Jangan pikirkan. Uang ini pasti kebayar."

Celina bekerja siang malam dan pagi kuliah. Ia tak pernah libur kerja untuk bersenang-senang seperti temannya yang lain. Celina tak pernah mengeluh. Semua impiannya akan terwujud jadi ia harus rajin bekerja dan belajar.

Riana menarik lengan kakaknya keluar ruangan setelah ibunya terlelap kembali.

"Aku tak sengaja membaca pesan masuk dari laptop Kakak. Apa Kakak melakukan sesuatu yang tak aku ketahui?"

Celina menoleh cepat, wajahnya berubah cemas. Apa adiknya tahu tentang dirinya menjual kehormatan kepada Tuan Luis? Kenapa ia lupa menghapus pesan itu.

"Kak. Aku tahu kamu dari hotel. Apa uang itu hasil dari pekerjaanmu di hotel?" Riana mencerca banyak pertanyaan. Bagaimana menjawab pertanyaan adiknya?

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Gadis 100 Juta Tuan Luis    6. Ditolak

    Bab 6 Pagi-pagi sekali Celina sudah rapi dengan pakaian formal dan siap pergi ke perusahaan tempat bekerja ibunya. Denada hanya karyawan kantor biasa dengan pekerjaan serabutan. Perusahaan itu memang tak terlalu besar, tapi setidaknya bisa menghidupi anak-anak daripada harus berjualan keliling yang penghasilannya tak menentu. Umur Denada sudah 45 tahun hanya perusahaan itu yang menerimanya. Selama tiga tahun Denada bekerja di sana. "Ibu, aku akan berjuang membebaskan Ibu. Kita akan berkumpul lagi," ucap Celina dalam hati. Usahanya tidak akan sia-sia. Celina menghampiri perusahaan Surya Cipta yang menuduh korupsi 100 juta. Walau Denada mengelak, tapi tak ada satupun yang percaya. Semua bukti menyatakan Denada yang melakukan korupsi tersebut hingga akhirnya di penjara. Kalau memang ibunya korupsi pasti ada barang mewah yang dimilikinya, tapi sampai saat ini tak ada barang atau tabungan yang bernilai 100 juta. Mereka saja masih hidup pas-pasan. Tidak mungkin. Hasil penyelidik se

  • Gadis 100 Juta Tuan Luis    5. Tawaran

    Bab 5 Setelah kelas usai Celina menunduk sepanjang jalan. Setiap kali nama Luis disebut teman-temannya jantung Celina semakin berdetak kencang. Dosen baru itu adalah Luis, teman kencan Celina. Kenapa harus dia yang menjadi dosennya. Apakah takdir memang sudah mengaturnya. Celina membuang napas panjang. "Benar-benar gak aku duga. Ganteng banget Pak Luis. Kalau begini aku betah dan gak mau bolos," ucap Vina sepanjang jalan membicarakan pria itu. Begitu juga yang lainnya. "Aku harus mendapatkan nilai bagus untuk mendapatkan perhatiannya. Cel, bantu aku belajar. Aku ingin mendapatkan nilai yang bagus." Celina tak menanggapi ucapannya. Vina baru menyadari sesuatu yang aneh dari Celina. Ia menahan lengan Celina agar berhenti berjalan. "Cel, muka kamu pucat banget. Kamu kenapa?" Vina menyentuh dagu Celina. "Gak apa. Aku pengen buru-buru pulang, aja. Malam ini harus kerja sebelumnya aku mau jenguk Ibu." Suara Celina lesu dan lemah. "Tapi ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku. Ad

  • Gadis 100 Juta Tuan Luis    4. Dosen Baru

    Bab 4Keesok paginya Celina segera pulang ke rumah dan langsung ke kampus sedangkan Riana menemani ibunya di rumah sakit. Ia izin tidak masuk sekolah. Semua kebutuhan selama di rumah sakit sudah ia belikan dari makanan sampai minuman. Riana tak akan mau meninggalkan ibunya sendirian. Kini Celina duduk di kursi kantin kampus menikmati sarapan sebelum dosen datang. Kantung mata menghitam dan tubuh lemas. Rambut hanya diikat asal. Pakai kaos biasa dan jeans biru navy. Begitu simple penampilan gadis itu, tapi tetap cantik. Ia butuh asupan agar otaknya dapat menerima pelajaran. Setelah percakapan dengan Riana semalam, semuanya aman. Celina harus berbohong lagi kalau di hotel ada pesta temannya. Riana percaya jika kakaknya tak melakukan hal macam-macam. Pemilik kantin mengantarkan pesanan Celina. Gadis itu adalah pelanggan pertamanya. "Makanlah Celina jangan tidur," tegur pemilik kantin melihat kepala Celina di atas meja. Gadis itu memang sering tertidur di atas meja kantin. Beberap

  • Gadis 100 Juta Tuan Luis    3. Derita

    Bab 3 Suara langkah kaki terdengar di lorong rumah sakit. Keadaan lorong sangat sepi dan senyap. Celina dan Riana bergandengan tangan mencari kamar ibunya. "Kamar Rose nomor 18, Kak." Riana mengingat hal itu. Mereka bertanya kepada perawat yang melintas. Beruntung menemukan salah satu perawat jaga apalagi rumah sakit tampak tak ada penghuninya."Di sana!" tunjuk Celina. Tangan mereka masih bertautan. Sejam lalu kabar itu diketahui mereka hanya saja ada kendala. Mereka sulit mendapatkan taksi karena malam semakin larut. Celina ingat teman ayahnya yang tadi mengantar pulang. Ia menghubungi pria itu, nomor yang sempat diberikannya tadi di dama mobil. Untung saja ia masih ada di sekitar tempat tinggal Celina dan menunggu penumpang baru. Hanya butuh dua puluh menit karena putaran jalan ke rumah Celina agak jauh. "Ibu Anda asmanya kambuh. Ia juga mengalami luka serius. Bagian perut tergores senjata tajam dan harus segera dioperasi." ucap penelepon yang mengaku sebagai polisi. Kalima

  • Gadis 100 Juta Tuan Luis    2. Tak Terlupakan

    Celina menatap jalan raya, langit mengeluarkan rintik hujan. Udara semakin dingin. Celine memeluk tubuhnya sendiri. Tubuhnya bersandar di jok mobil penumpang. Beberapa kali supir taksi melirik ke arahnya. "Kenapa Anda melihat saya seperti itu Pak?" tanya Celina. Ia risih dengan tatapan supir tersebut. Apalagi ia pulang di jam rawan kejahatan. "Saya merasa tak asing dengan Anda Nona, maaf kalau membuat Anda takut," ungkap supir itu ragu. Ia masih menatap Celina dari kaca spion depan. "Apakah Anda putri sulung Alvin dan ibu Anda Denada?" Netra supir itu penuh harap. Ia sudah lama tak mendengar kabar istri dari Alvin. Alvin adalah ayah kandung Celina. Dulu ia juga supir taksi karena kecelakaan ayahnya meninggal dunia setelah dirawat tiga hari di rumah sakit. Sejak itu hidup mereka berubah drastis. Kehidupan semakin miskin dan sengsara. Ibunya harus banting tulang untuk membiayai kedua putrinya. Celina mendapatkan beasiswa Universitas Herd yang terkenal dengan murid berprestasi. Ban

  • Gadis 100 Juta Tuan Luis    1. One Night

    Bab 1 "Berapa tarifmu?" Pria itu duduk di sofa kulit cream elegan di depannya tersaji wine dengan dua gelas cantik tertata rapi. Jas hitam menutupi tubuhnya yang atletis, tatapan mata tajam, mata bola coklat gelap yang dingin tanpa ekspresi. Alis tebal, rahang tegas dan keras. Wajahnya dihiasi jambang halus. Ruangan luas dengan pencahayaan hangat menampilkan ranjang king size berlapis seprai putih bersih di luar jendela memperlihatkan pemandangan kota yang berkilau. "100 Juta Om," ucap gadis dihadapannya, Celina. Wajah tertunduk tak berani melihat wajah pelanggan pertamanya. Kedua tangan meremas dress memperlihatkan kaki dan kulit tubuhnya. "Apa kamu yakin bersih?" tanya pria itu menatap ragu. Luis Suarez, pria yang baru datang dari luar negeri ingin melepaskan lelah dengan cara menjamah wanita. Ia bukan pemain hanya ingin bermain sekali-kali saja. Perjalanan 15 jam membuat dirinya ingin bercinta. Ia harus datang ke kota Barlian atas perintah orang tuanya. Dengan bantuan t

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status