LOGINBab 5
Setelah kelas usai Celina menunduk sepanjang jalan. Setiap kali nama Luis disebut teman-temannya jantung Celina semakin berdetak kencang. Dosen baru itu adalah Luis, teman kencan Celina. Kenapa harus dia yang menjadi dosennya. Apakah takdir memang sudah mengaturnya. Celina membuang napas panjang. "Benar-benar gak aku duga. Ganteng banget Pak Luis. Kalau begini aku betah dan gak mau bolos," ucap Vina sepanjang jalan membicarakan pria itu. Begitu juga yang lainnya. "Aku harus mendapatkan nilai bagus untuk mendapatkan perhatiannya. Cel, bantu aku belajar. Aku ingin mendapatkan nilai yang bagus." Celina tak menanggapi ucapannya. Vina baru menyadari sesuatu yang aneh dari Celina. Ia menahan lengan Celina agar berhenti berjalan. "Cel, muka kamu pucat banget. Kamu kenapa?" Vina menyentuh dagu Celina. "Gak apa. Aku pengen buru-buru pulang, aja. Malam ini harus kerja sebelumnya aku mau jenguk Ibu." Suara Celina lesu dan lemah. "Tapi ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku. Ada apa?" tanya Vina mulia cemas. "Apa jangan-jangan kamu terkejut dengan ketampanan Pak Luis? Dari tadi dia lirik kamu, loh. Apa jangan-jangan kalian sudah kenal lama?" "Ah, apaan sih. Kamu salah lihat. Mana mungkin dia lihatin aku. Ngaco kamu." Celina menyelipkan rambut ke telinga. Jangan sampai hubungan one night mereka ketahuan. Vina tertawa. Ia hanya mengoda Celina saja. Tapi gadis itu terlihat sangat gugup membuat dirinya aneh. Mereka pun pergi mencari Fionita. Setelah menjenguk ibunya di rumah sakit, sorenya Celina bergegas untuk bekerja di sebuah klub malam. Di sana gajinya lumayan besar. Sebuah mobil BMW hitam berhenti di depan rumah sakit. Jendela mobil terbuka memperlihatkan pemilik kendaraan tersebut. "Naik." Celina terdiam, ia tak menyangka kalau bertemu dosennya di tempat ini. "Kamu mengikutiku?" "Naiklah!" "Aku ...." "Naik atau aku sebarkan tentang kita." Ancam Luis tak main-main. Ia tahu ketakutan di mata Celina ketika melihat Luis di kampus. Pria itu juga mencari informasi lebih akurat tentangnya. Celina membuka pintu mobil penumpang, tapi Luis menolaknya. "Aku bukan supir. Duduklah di sampingku." Celina mendengkus kesal. Nada suara Lusi memerintahkan tanpa bernada sopan. Apakah ia tak bisa berbicara baik-baik. "Ada apa?" tanya Celina tanpa basa basi."Katakan. Aku harus kerja malam ini, Tuan." Luis terkekeh. Malah ia membawa Celina ke restoran terkenal dan mewah tanpa meminta persetujuan darinya. "Aku tak lapar Tuan. Anda bisa katakan apa mau Anda." "Aku lapar dan butuh makan. Kamu ikut aku." Luis membuka pintu mobil dan menarik lengan Celina agar keluar. "Ck, bisakah Anda lembut dan menghargai wanita? Suara Anda sangat kasar Tuan." Luis terkekeh, ia tak menyangka kalau sikap Celina keras kepala dan menyebalkan. Baru diperlakukan seperti itu sudah marah-marah. "Baiklah Nona Celina." Suara Luis melembut dan mengulurkan tangan, tapi Celina menolaknya membuat Luis semakin tertantang. Luis memesan satu set makan malam dari menu pembuka hingga penutup dan yang menyebalkan Luis tampak tak berbicara. Pria itu tak suka ketika makan harus mengobrol. Selama makan, Celina melihat jam di tangannya. Ia harus segera pergi dari restoran ini. Tapi Luis masih menikmati makanannya dengan santai. "Maaf, Tuan. Aku harus pergi bekerja. Anda bisa melanjutkannya sendirian." Celina bangkit dari duduknya. Tapi tubuhnya tertahan oleh tangan kekar Luis. "Libur saja atau tidak perlu kerja lagi di tempat itu." Celina membuang napas kasar dan melipat tangan di dada. Ia menatap Luis dan berkata, "Memangnya Anda siapa. Saya butuh uang melanjutkan hidup." "Duduklah. Aku sudah selesai makan." Luis memannggil pelayan untuk merapikan meja mereka. Celina tak menyentuh makan penutup. "Jangan buang waktuku Tuan Luis. Saya harus pergi." Kali ini suara Celina lebih tegas dan lantang. Waktunya tak banyak lagi apalagi lokasi tempat kerja cukup jauh. "Nona keras kepala. Apa Anda tak bisa duduk dengan damai dan tenang." Celina membuang muka. Ia sudah gelisah karena jam menujukkan waktu yang mepet. Ia pasti telat. "Aku akan memberikannya. Kamu tak perlu bekerja keras seperti dulu. Cukup diam dan ikuti perintahku saja. Uang akan mengalir dengan deras. Semua kebutuhanmu dan keluargamu akan terpenuhi." Luis mengangkat gelas wine dan menyodorkan ke Celina. Wajah Celina merah padam. Kali ini ia tak bisa menahan emosinya. Apa yang dikatakan Luis ia paham kalau dirinya akan menjadi mainan di ranjang pria itu. Tidak, ia bukan wanita seperti itu. Tangan Celina mengangkat wine dan hampir saja melempar air ke wajah pria di hadapannya. Tapi ia tahan apalagi ini tempat umum. Pertemuan kedua memang menyebalkan. "Semua akan terpenuhi itu janjiku. Kamu jangan khawatir begitu juga biaya kuliahmu dan adikmu. Bukankah dia akan lulus tahun ini?" "Oh, Anda mencari informasi tentangku. Begitu menarik sekali sampai mengorek identitasku, Tuan." Luis menatap netra cantik Celina. Waktu di ranjang gadis itu begitu murah dan jinak. Tapi setelahnya justru sulit untuk ditebak. Luis mengira akan mudah mendapatkannya. "Maaf, saya tak tertarik dengan tawaran Anda. Lebih baik cari saja wanita lain, Tuan. Malam itu satu kesalahan dan hanya terjadi satu kali saja. Aku tak akan mengulangi lagi." Luis tersenyum tipis. Ia meletakan gelas wine tanpa menimbulkan suara. "Terima kasih makan mewah ini." Celina berdiri, tapi Luis memanggilnya. "Kalau butuh bantuan. Carilah aku. Kamu tahu di mana harus mencariku." Celina melangkah tanpa menoleh lagi. Ia tak ingin masuk ke jurang yang lebih dalam. Tidak, Celina wanita baik-baik tak akan menjual diri lagi. Luis mengambil ponsel dalam sakunya ia menghubungi seseorang untuk menjalankan perintahnya. "Kupastikan kamu akan mencariku, Celina Win," ucapnya dalam hati.Bab 6 Pagi-pagi sekali Celina sudah rapi dengan pakaian formal dan siap pergi ke perusahaan tempat bekerja ibunya. Denada hanya karyawan kantor biasa dengan pekerjaan serabutan. Perusahaan itu memang tak terlalu besar, tapi setidaknya bisa menghidupi anak-anak daripada harus berjualan keliling yang penghasilannya tak menentu. Umur Denada sudah 45 tahun hanya perusahaan itu yang menerimanya. Selama tiga tahun Denada bekerja di sana. "Ibu, aku akan berjuang membebaskan Ibu. Kita akan berkumpul lagi," ucap Celina dalam hati. Usahanya tidak akan sia-sia. Celina menghampiri perusahaan Surya Cipta yang menuduh korupsi 100 juta. Walau Denada mengelak, tapi tak ada satupun yang percaya. Semua bukti menyatakan Denada yang melakukan korupsi tersebut hingga akhirnya di penjara. Kalau memang ibunya korupsi pasti ada barang mewah yang dimilikinya, tapi sampai saat ini tak ada barang atau tabungan yang bernilai 100 juta. Mereka saja masih hidup pas-pasan. Tidak mungkin. Hasil penyelidik se
Bab 5 Setelah kelas usai Celina menunduk sepanjang jalan. Setiap kali nama Luis disebut teman-temannya jantung Celina semakin berdetak kencang. Dosen baru itu adalah Luis, teman kencan Celina. Kenapa harus dia yang menjadi dosennya. Apakah takdir memang sudah mengaturnya. Celina membuang napas panjang. "Benar-benar gak aku duga. Ganteng banget Pak Luis. Kalau begini aku betah dan gak mau bolos," ucap Vina sepanjang jalan membicarakan pria itu. Begitu juga yang lainnya. "Aku harus mendapatkan nilai bagus untuk mendapatkan perhatiannya. Cel, bantu aku belajar. Aku ingin mendapatkan nilai yang bagus." Celina tak menanggapi ucapannya. Vina baru menyadari sesuatu yang aneh dari Celina. Ia menahan lengan Celina agar berhenti berjalan. "Cel, muka kamu pucat banget. Kamu kenapa?" Vina menyentuh dagu Celina. "Gak apa. Aku pengen buru-buru pulang, aja. Malam ini harus kerja sebelumnya aku mau jenguk Ibu." Suara Celina lesu dan lemah. "Tapi ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku. Ad
Bab 4Keesok paginya Celina segera pulang ke rumah dan langsung ke kampus sedangkan Riana menemani ibunya di rumah sakit. Ia izin tidak masuk sekolah. Semua kebutuhan selama di rumah sakit sudah ia belikan dari makanan sampai minuman. Riana tak akan mau meninggalkan ibunya sendirian. Kini Celina duduk di kursi kantin kampus menikmati sarapan sebelum dosen datang. Kantung mata menghitam dan tubuh lemas. Rambut hanya diikat asal. Pakai kaos biasa dan jeans biru navy. Begitu simple penampilan gadis itu, tapi tetap cantik. Ia butuh asupan agar otaknya dapat menerima pelajaran. Setelah percakapan dengan Riana semalam, semuanya aman. Celina harus berbohong lagi kalau di hotel ada pesta temannya. Riana percaya jika kakaknya tak melakukan hal macam-macam. Pemilik kantin mengantarkan pesanan Celina. Gadis itu adalah pelanggan pertamanya. "Makanlah Celina jangan tidur," tegur pemilik kantin melihat kepala Celina di atas meja. Gadis itu memang sering tertidur di atas meja kantin. Beberap
Bab 3 Suara langkah kaki terdengar di lorong rumah sakit. Keadaan lorong sangat sepi dan senyap. Celina dan Riana bergandengan tangan mencari kamar ibunya. "Kamar Rose nomor 18, Kak." Riana mengingat hal itu. Mereka bertanya kepada perawat yang melintas. Beruntung menemukan salah satu perawat jaga apalagi rumah sakit tampak tak ada penghuninya."Di sana!" tunjuk Celina. Tangan mereka masih bertautan. Sejam lalu kabar itu diketahui mereka hanya saja ada kendala. Mereka sulit mendapatkan taksi karena malam semakin larut. Celina ingat teman ayahnya yang tadi mengantar pulang. Ia menghubungi pria itu, nomor yang sempat diberikannya tadi di dama mobil. Untung saja ia masih ada di sekitar tempat tinggal Celina dan menunggu penumpang baru. Hanya butuh dua puluh menit karena putaran jalan ke rumah Celina agak jauh. "Ibu Anda asmanya kambuh. Ia juga mengalami luka serius. Bagian perut tergores senjata tajam dan harus segera dioperasi." ucap penelepon yang mengaku sebagai polisi. Kalima
Celina menatap jalan raya, langit mengeluarkan rintik hujan. Udara semakin dingin. Celine memeluk tubuhnya sendiri. Tubuhnya bersandar di jok mobil penumpang. Beberapa kali supir taksi melirik ke arahnya. "Kenapa Anda melihat saya seperti itu Pak?" tanya Celina. Ia risih dengan tatapan supir tersebut. Apalagi ia pulang di jam rawan kejahatan. "Saya merasa tak asing dengan Anda Nona, maaf kalau membuat Anda takut," ungkap supir itu ragu. Ia masih menatap Celina dari kaca spion depan. "Apakah Anda putri sulung Alvin dan ibu Anda Denada?" Netra supir itu penuh harap. Ia sudah lama tak mendengar kabar istri dari Alvin. Alvin adalah ayah kandung Celina. Dulu ia juga supir taksi karena kecelakaan ayahnya meninggal dunia setelah dirawat tiga hari di rumah sakit. Sejak itu hidup mereka berubah drastis. Kehidupan semakin miskin dan sengsara. Ibunya harus banting tulang untuk membiayai kedua putrinya. Celina mendapatkan beasiswa Universitas Herd yang terkenal dengan murid berprestasi. Ban
Bab 1 "Berapa tarifmu?" Pria itu duduk di sofa kulit cream elegan di depannya tersaji wine dengan dua gelas cantik tertata rapi. Jas hitam menutupi tubuhnya yang atletis, tatapan mata tajam, mata bola coklat gelap yang dingin tanpa ekspresi. Alis tebal, rahang tegas dan keras. Wajahnya dihiasi jambang halus. Ruangan luas dengan pencahayaan hangat menampilkan ranjang king size berlapis seprai putih bersih di luar jendela memperlihatkan pemandangan kota yang berkilau. "100 Juta Om," ucap gadis dihadapannya, Celina. Wajah tertunduk tak berani melihat wajah pelanggan pertamanya. Kedua tangan meremas dress memperlihatkan kaki dan kulit tubuhnya. "Apa kamu yakin bersih?" tanya pria itu menatap ragu. Luis Suarez, pria yang baru datang dari luar negeri ingin melepaskan lelah dengan cara menjamah wanita. Ia bukan pemain hanya ingin bermain sekali-kali saja. Perjalanan 15 jam membuat dirinya ingin bercinta. Ia harus datang ke kota Barlian atas perintah orang tuanya. Dengan bantuan t







