Share

Agreement

“Siapa? Yang tadi? Oh… Itu… Itu mantan pacar saya. Kami sudah putus beberapa bulan lalu. Dan dia sudah mau menikah,” jawab Hana memutuskan jujur.

“Berapa bulan yang lalu?” tanya Christian lagi saat berhenti tepat di depan sebuah pintu kayu besar tersebut.

“Enam atau delapan bulan yang lalu.”

“Kamu masih suka sama dia?”

“Apa? Ya nggak lah… Nggak…” jawab Hana denga kikuk. Pertanyaan- pertanyaan dari Christian memang sangat pribadi dan bahkan terdengar memaksa.

“Bagus… Ayo masuk!” ucap Christian dengan tegas.

Jadi, di sinilah Hana. Di kamar suite yang ditempati Christian.

Tak hentinya, Hana dibuat kagum dengan kemewahan kamar itu.

Di sisi lain,  sang pemilik nampak sibuk di meja kerjanya dan nampak sedang mengetikkan sesuatu pada laptop kecil miliknya.

“Halo, Dit!” sapa Hana pada Dita yang meneleponnya.

“Loe di mana? Masih sama Mr. Smith?” tanya Dita.

“Masih. Kenapa?”

“Loe baik- baik aja kan? Loe nggak malu- maluin kan?”

“Aman… Paling nggak, gue nggak mecahin apapun malam ini. Belum…” jawab Hana dengan berbisik karena Christian sedang melirik kepadanya.

“Jadi gimana? Terus atau mundur nih?” tanya Dita penasaran.

“Belum tahu… Nanti deh tungguin gue pulang aja. Udah dulu ya… Bye…” ucap Hana yang langsung memutuskan panggilan Dita dan menoleh pada Christian yang kini bangkit dari kursi kerjanya.

“Rihana… Silahkan duduk dulu…” ujar Christian yang kini sudah melepaskan jas yang ia kenakan dan menggulung lengan kemejanya hingga ke siku hingga memperlihatkan urat- urat tangannya yang Hana yakini jika pria tersebut cukup rajin berolah raga.

“Makasih…” jawab Hana ketika duduk di kursi meja makan yang terdapat di dalam suite mewah tersebut.

“Baiklah… Ini kontrak hubungan kerjasama kita selama tiga bulan. Saya adalah pihak pertama dan kami pihak kedua. Ada beberapa poin yang baru saya tambahkan tadi karena beberapa kondisi yang saya lihat malam ini. Kamu baca saja dan kamu bisa mengajukan keberatan dan akan saya pertimbangkan. Tapi saya harap, kamu bisa paham kalau saya memiliki banyak tuntutan. Bisa kita mulai tanya jawabnya?” ujar Christian dengan serius.

“Tanya jawab… Udah kayak sidang skripsi aja.” batin Hana.

“Yang pertama, saya harus tekankan kalau hubungan ini hanya antara kamu dan saya saja. Jadi ini tidak akan melibatkan siapapun selain kita. Entah itu keluarga, sahabat, atau siapapun. Hubungan kita benar- benar hanya tentang kita berdua dan tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun."

"Itu artinya, tidak ada yang boleh tahu soal hubungan kita kecuali Tony dan juga teman kamu. Tapi… Mereka tetap tidak boleh tahu apapun yang terjadi di antara kita. Setuju?” tegas Christian lagi.

“Iya setuju.” jawab Hana dengan yakin dan Christian nampak menandai poin tersebut dengan tanda checklist.

“Baik. Selanjutnya adalah hubungan kita ini bersifat rahasia. Kamu tidak perlu tahu siapa saya, siapa keluarga saya, rumah saya, atau apapun yang berhubungan dengan saya, itu sama sekali bukan urusan kamu. Begitu pula sebaliknya, saya juga tidak akan mencari tahu tentang kamu dan latar belakang kamu.”

Mendengar ucapan Christian, Hana mengangguk dengan yakin. Tentu ia tidak peduli sama sekali tentang pria tersebut.

“Apa kamu punya alergi akan makanan atau obat- obatan atau hal lainnya? Punya Phobia mungkin?”

“Nggak ada.”

“Bagus. Apa kamu memakai obat- obatan? Merokok atau punya penyakit menular?”

“Nggak lah…”

“Oke… Apa kamu sering mengkonsumi alkohol secara berlebihan?”

“Nggak. Satu gelas wine sudah bisa bikin saya mabuk.”

“Apa dalam 6 bulan terakhir kamu pernah melakukan aktivitas seksual? Seperti berhubungan intim.”

“Ti— Tidak,” jawab Hana dengan malu dan semakin lama ia menatap Christian, semakin ia yakin jika wajah pria tersebut memang sangat tampan. Suara beratnya sangat merdu terdengar dengan tutur kata yang tertata rapih dan penyebutan yang sangat jelas di setiap hurufnya membuat Hana bisa menyimpulkan jika pria tersebut pasti memiliki darah Indonesia yang cukup kental.

“Ada yang mau kamu tanyakan?” tanya Christian ketika mendapati kening Hana berkerut sambil menatapnya.

“Oh anu… Apa… Apa kamu punya penyakit menular atau semacam kelainan atau punya semacam disorder- disorder yang mungkin bisa membahayakan saya nantinya,” jawab Hana yang sebenarnya hanya mengatakan hal yang asal omong saja.

“Tenang saja. Kamu akan saya daftarkan asuransi yang akan menjamin kesehatan dan keamanan kamu selama kita terikat kontrak. Ini adalah laporan kesehatan saya yang menyebutkan kalau saya bebas dari segala penyakit mental ataupun fisik,” jelas Christian lalu kemudian tersenyum karena ternyata wanita dihadapannya ini tidak sebodoh yang ia kira.

“Ada juga beberapa hak dan kewajiban yang saya cantumkan di bawah dan itu harus kita berdua tepati.”

“Pihak kedua harus selalu siap 1X24 jam saat dibutuhkan oleh pihak pertama. Pihak kedua harus selalu jujur dan menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pihak pertama. Pihak kedua dilarang keras untuk menjalin hubungan bersama pria lain selama berada di dalam masa kontrak. Pihak kedua bersedia meminum obat kontrasepsi selama dalam kontrak. Dilarang menerima telepon saat sedang bersama kecuali mendesak. Dilarang mengatakan hal yang tidak benar. Dilarang memanfaatkan pihak pertama untuk kepentingan pribadi,” ujar Hana saat membaca poin- poin penting dalam surat perjanjian mereka dan sama sekali tidak merasa keberatan.

“Baik. Apa untuk uang jajan kita juga sudah sepakat? Atau kamu ada permintaan lainnya” tanya Christian yang kini berjalan mendekati Hana yang tidak lagi membuka lembaran hak yang akan diterimanya dan langsung berpindah pada bagian belakang dan langsung menandatangani surat tersebut dengan pena yang sudah Christian siapkan.

“Ng… Kamu mau berapa untuk uang jajan kamu?” tanyq Christian yang kini duduk di tepi atas meja tepat di hadapan Hana yang kini langsung merasa gugup. Terlebih lagi

Christian mengambil surat yang sudah Hana tanda tangani tersebut dan tersenyum simpul.

“Ng… Sepuluh… Sepuluh juta bisa?” tanya Hana dengan ragu karena seingatnya, uang jajan Dita dari Tony adalah 15 juta setiap bulannya. Itu menjadi tolak ukurnya jika tentu ia hanya bisa meminta lebih sedikit dari Dita yang sudah hampir setahun menjadi Sugar Baby dari pria berusia 45 tahun tersebut.

“Sepuluh juta? Nggak salah?” tanya Christian dengan heran.

“Kenapa? Kebanyakan ya? Delapan deh… Eh tapi—-

“Saya ngasih kamu 20 juta setiap bulan diluar extra date dan kamu malah minta 8 juta? Kamu serius? Atau saya turunkan saja menjadi 8 juta?” goda Christian yang membuat Hana terkejut.

“Eh jangan… Nggak boleh gitu dong…” ucap Hana yang hendak meraih surat perjanjian dari Christian yang menyembunyikannya di balik punggungnya sementara Hana terus mencoba menggapainya.

“Mr. Smith ih…”

“Christian… Mulai sekarang, panggil saya Christian.” ucap Christian yang kini memegangi pinggang ramping milik Hana yang sudah sangat dekat dengan posisi duduknya.

“Apa kamu yakin nggak akan berubah pikiran? Ini kesempatan terakhir kamu.” sambung Christian yang menatap wajah cantik Hana dengan dalam. Tatapannya menghanyutkan dengan nafas berat yang menghembus teratur. Sungguh, pesona pria ini pasti bisa menaklukkan wanita man saja.

“I— Iya…” jawab Hana yang hanya bisa menelan ludahnya. Jantungnya berdebar hebat.

“Apa dia udah langsung pengen gituan? Gimana dong?” batin Hana dengan gelisah.

Benar saja, Christian  langsung mencium bibir milik Hana dengan lembut.

Hana sendrii hanya bisa memejamkan mata.

Reaksinya itu membuat Christian tersenyum dengan hangat.

Jujur, hal itu membuat tulang dan sendi kedua kaki Hana seperti melunak dan lunglai begitu saja.

Terlebih lagi ketika ternyata Christian kembali menciumnya dan kali ini lebih lama dan lebih menuntut agar Hana juga membalas ciumannya.

"Emmph..."

Cukup lama mereka beciuman, sampai Chrirstian melepaskan tautan keduanya. “Beruntung malam ini aku lagi capek dan ngantuk sekali. Sampai ketemu besok ya… Aku akan minta supir untuk mengantar kamu pulang.” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status