Tok Tok Tok!
Dengan terburu-buru, Dita mengetuk pintu kamar kost sahabatnya tersebut setelah tahu jika Hana sudah ada di dalam kamarnya.“Rihana… Buka cepetan….” desak Dita dengan penasaran.
“Iya, bentar…” jawab Hana sambil berjalan ke arah pintu yang pegangannya sedang Dita mainkan.
“Apaan sih buru- buru banget?” tanya Hana.
“Yaelah pake nanya… Gimana gimana? Si Smith jadi kan sama loe?”
“Menurut loe?”
“Ya jadi dong… Orang loe udah nggak ada kabarnya lagi tadi. Trus dia bilang apa aja? Dia ngasih loe duit jajan berapa? Kalian udah gituan?”
“Otak loe tuh ya, Dit… Emang paling susah diajak lurus. Ya loe ngasih tahu gue kek pertimbangan apa gitu supaya nggak usah jadi ani- ani kayak gini,” jawab Hana yang kemudian berbaring di atas tempat tidurnya dan diikuti oleh Dita yang juga berbaring di sampingnya dan langsung memeluknya dengan manja.
“Ya gue juga pengen ngomong gitu sama kayak loe dulu nasehatin gue. Tapi kita punya pilihan apa coba? Kita udah nyoba nyari di jalan lurus, tapi kok malah lama banget nyampenya. Mana lagi kebutuhan 3 adik- adik gue di kampung yang masih sekolah dan bapak yang mulai sakit- sakitan. Mereka butuh duit yang cukup banyak. Dan tahu sendiri gaji dan biaya hidup kita juga nggak sedikit. Loe sih enak masih ada duit pensiunan nenek loe,” ujar Dita dengan sendu mengingat bagaimana awalnya ia memutuskan untuk menerima tawaran Tony untuk menjadi Sugar Baby pria ekspatriat tersebut.
“Gue juga, Dit… Andai ya gue punya pilihan lain. Atau dinikahin tiba- tiba sama orang kaya dan gue bisa selesaiim kuliah dan hidup enak.”
“Realistis aja lah ya kita mah…” canda Dita yang kemudian menoleh pada ponsel Hana yang berada di atas meja kecil di sampingnya.
“Siapa yang telepon loe malam- malam?” tanya Dita sambil meraih ponsel tersebut dan sempat membaca nama si penelepon sebelum ia menyerahkannya pada Hana.
“Siapa? Nggak ada namanya.”
“Adam.” jawab Hana lalu hanya menggeletakkan ponselnya begitu saja.
“Hah? Adam? Adam mantan loe yang selingkuh itu?” tanya Dita.
“Hmm… Tadi gue ketemu dia waktu nungguin Christian. Dan—“
“Cie cie… Udah manggil nama aja… Emang dia bolehin loe manggil namanya?”
“Ya iyalah… Emang kenapa? Lagian aneh aja kalau gue manggil dia Mr. Smith terus.”
“Kadang sih mereka emang nggak suka langsung di panggil nama gitu… Eh, loe belum jawab pertanyaan gue. Loe udah gituan ama dia?”
“Apaan sih loe…”
Tring!
Ponsel milik Hana kembali berdering dan kali ini Dita berniat untuk menjawabnya dengan niat ingin memarahi Adam agar tidak mengganggu sahabatnya lagi.
“Han, ini kayaknya nomor lain deh… Bukan yang tadi. Ini nomor siapa?” tanya Dita.
“Mana? Iya sih… Udahlah… Mungkin Adam yang nyoba pakai nomor lain.”
“Dia mau lagi sih? Udahlah loe capek- capek move on, masa iya pengen balikan sama dia lagi.”
“Enak aja… Siapa juga yang mau balikan sama dia. Orang dia udah mau nikah kok.”
“Oh ya? Kapan?”
“Ya nggak tahu… Gue nggak— Astaga ini Christian.” ujar Hana yang kini membaca pesan dari nomor terakhir yang meneleponnya tadi.
“Serius?”
“Udah loe balik dulu sana… Nanti aja kita ngobrol lagi.”
“Gue pengen denger…” rengek Dita yang enggan bangun dari tempat tidur Hana meski sang pemilik sudah mendorongnya untuk turun.
“Besok aja… Udah sana…” usir Hana yang kali ini sudah bangkit dari tempat tidurnya dan dengan cepat menarik Dita untuk keluar.
“Iya… Iya…” ucap Dita yang akhirnya keluar dari kamar tersebut dengan dongkol.
***“Halo…. Rihana…” sapa Christian.
“Ng… Halo…”
“Kamu sedang apa? Aku telepon sejak tadi dan kamu nggak angkat? Kamu ingat isi perjanjian kita kan?” tanya Christian yang sepertinya kesal karena Hana tidak menjawab teleponnya.
“Aku nggak tahu kalau itu kamu.”
“Oke… Kamu boleh simpan nomor aku karena itu nomor telepon selama aku di sini. Dan jangan buat aku menunggu seperti ini lagi. Oke?”
“Oke…”
“Kamu sedang apa?”
“Oh… Itu… Aku lagi bacain kontrak perjanjian kita tadi.”
“Kenapa? Ada yang kamu nggak suka?”
“Nggak ada… Aku setuju sama semuanya. Itu cukup adil. Lagian ini hanya kerja sama sementara.”
“Yes… Dan ingat, kamu nggak boleh terbawa perasaan. Kamu dilarang untuk jatuh cinta sama aku.”
“Tenang aja… Aku bukan tipe orang yang gampang jatuh cinta.” jawab Hana yang meski kalimat Christian barusan cukup sarkas, namun ia sama sekali tidak tersinggung.
Akan jauh lebih baik jika mereka memang tidak melibatkan hati mereka dalam hubungan seperti ini.
“Bagus… Aku senang karena kamu cukup realistis.”
“Oh ya… Kamu bilang tadi ngantuk banget. Kenapa belum tidur?”
“Yeah… Aku berubah pikiran. Ternyata habis mandi tadi, aku langsung segar kembali. Tahu gitu, tadi aku nggak minta kamu untuk pulang.” jawab Christian.
“Kamu mau… Aku ke sana?” tanya Hana dengan ragu.
“Kalau kamu ke sini, kamu mau kita ngapain?”
“Ya kita bisa baca buku, atau jalan- jalan di taman hotel, atau mungkin ngobrol- ngobrol ringan aja. Aku juga bisa bantuin ngetik kerjaan kamu. Sekalian aku juga mau revisi skripsi aku.” jawab Hana dengan santai dan membuat Christian tersenyum di seberang sana.
“Oke… Ide yang bagus. Kalau gitu, kamu istirahat aja dulu. Nanti aku telepon lagi.” ujar Christian.
“Oh… Ya udah… Kamu juga istirahat. Dan makasih ya untuk makan malamnya dan… Kontraknya.”
“Kamu nggak perlu bilang makasih karena itu sudah menjadi hak kamu selama dalam hubungan kita. Dan kalau kamu butuh sesuatu, kamu boleh kasih tahu ke aku.”
“Nggak ada. Aku nggak butuh apapun lagi.”
“Oke… Selamat malam, Rihana.”
“Selamat malam, Christian…”
***“Jadi, loe turun di sini?” tanya Dita ketika mereka sudah sampai di depan kampus Hana yang menumpang di mobil miliknya.
“Iya. Gue mau ketemu dosen pembimbing gue. Makasih ya, Dit.” jawab Hana sambil meraih tote bag miliknya yang berisi laptop dan segala barang bawaannya.
“Semoga berhasil ya…”
“Doain gue biar cepat kelar. Gue udah kelamaan jadi mahasiswa.” ucap Hana sambil mengecup pipi sahabatnya dengan singkat.
“Kita makan malam diluar ya nanti malam. Ntar gue telepon.”
“Oke. Bye, Pradita…”
“Bye…” jawab Dita sambil melambaikan tangannya.
Hana kemudian berjalan sambil memeluk skripsi dan juga buku yang ia pinjam dari perpustakaan dan sesekali tersenyum pada beberapa orang yang menyapanya. Hana memang cukup dikenal di kalangan mahasiswa setelah menjadi duta kampus periode tahun lalu dan wajah cantiknya dipajang dalam brosur juga spanduk- spanduk milik kampus.
Namun, langkahnya terhenti ketika ia melewati gerbang besar tersebut dan sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di hadapannya dan membuatnya sedikit terkejut.
“Siapa sih?” gumam Hana yang sedikit kesal karena pengemudi tersebut seperti kurang hati- hati.
“Hana…” panggil pria yang baru saja menurunkan kaca mobilnya dan melepaskan kacamata hitam yang dipakainya.
“Kamu?” tanya Hana tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Christian kini ada di hadapannya dengan kacamata hitam yang membuat penampilan pria itu semakin menawan.....
“Masuk!” ucapnya yang membuat Hana dengan cepat berjalan ke arah kursi penumpang dan langsung duduk dengan manis.“Kamu mau kuliah?” tanya Christian.“Nggak kuliah. Aku mau ngurus skripsi. Masih ada yang mau direvisi dan sekalian balikin buku ini ke perpus. Kamu ngapain disini?” tanya Hana.“Aku kebetulan lewat. Dan lihat kamu.”“Oh… Kamu mau ke kantor?”“Iya. Kamu lama disini?”“Nggak tahu juga sih… Aku juga mau ketemu dosen pembimbing dulu.” jawab Hana.“Sore ini kita ke Bali. Aku ada urusan bisnis.”“Kita? Aku ikut?”“Iya, kamu ikut. Itu kan tujuan hubungan kita.”“Iya juga sih… Tapi kamu kok bisa tahu aku kuliah disini?”“Tentu aku harus tahu tentang kamu. Kamu tahu kan isi perjanjian kita hanya berlaku untuk kamu ?Tapi aku juga hanya sebatas tahu aja dan tidak boleh ikut campur.” ucap Christian.“Iya, aku tahu. Kamu kenapa? Seperti kelihatan nggak sehat.”“Iya… Aku agak pusing sejak pagi tadi.” jawab Christian memijat pangkal tulang hidung mancungnya.“Kenapa nggak istirahat aja?
"Tapi, dia bukan suami gue,” ucap Hana kembali. Kali ini, dengan sendu.“Ya emang sih… Tapi kan mereka yang ngebayar kita untuk ngasih pelayanan. Mereka nggak ngabisin duit untuk dapet yang burik kan? Lagian, diantara banyaknya cewek di luar sana yang gue yakin bahkan rela ngangkang dengan gratis buat Daddy loe, tapi dia malah lebih milih buat ngontrak loe itu pasti mengharap loe ngasih something better lah.”“Iya…”“Nah… Sekarang loe daripada habisin waktu untuk ngobrol hao hao ama gue, mending loe ke salon. Top to toe deh. Dan inget, waxing! Bilang aja Brazillian.”“Itu apaan?”“Ya ampun, tolong deh mak… Udah, pokoknya loe ke salon yang ada di mall loe, yang di lantai 4, loe bilang aja loe mau creambath, mau luluran, sama Brazillian Wax. Atau nanti loe telepon gue, biar gue yang ngomong sama mbaknya. Loe nggak usah facial ya.”“Terserah loe deh. Nanti kalau udah di salon gue telepon lagi.” ujar Hana sambil mengganti sepatu hak tinggi yang dipakainya dengan sepatu keds yang lebih nya
“Membaca.”“Kamu suka baca?” tanya Christian masih dengan tidak menoleh pada Hana yang juga hanya menunduk. Perasaannya campur aduk saat ini. Kecewa, sedih, merasa diabaikan, dan tidak berharga sama sekali. Namun dibalik itu semua, ia sedikit senang karena akhirnya pria tampan itu muncul juga di hadapannya.“Suka. Kamu… Udah makan?” tanya Hana.“Menurut kamu?” ucap Christian balik bertanya. “Udah… Pasti sudah.” jawab Hana dengan sendu dan mengumpat dirinya sendiri yang terlalu berbasa basi. “Ini pertama kali kamu menjadi seperti ini?”“Ng… Iya.” “Hm… Pantas saja.”“Kenapa?” tanya Hana saat sepintas lalu melihat seringai mengejek di sudut bibir pria tersebut.“Nggak apa- apa.”“Aku sudah bilang Tony kalau aku butuh wanita yang bersih. Bukan bayi.”“Apa?” tanya Hana dengan raut wajah heran.“Lupakan saja. Temani aku mandi.”“Hah? Aku?”“Kamu bodoh atau apa?! Kenapa aku harus selalu mengulang apa yang aku bilang sama kamu?”“Sudahlah… Kamu boleh pulang besok,” sambung Christian dengan
Pagi-pagi sekali, Hana membuka matanya dengan perlahan dan menyadari jika sebuah lengan besar sedang melingkar di pinggangnya dan membuat ia mengurungkan niatnya untuk bergerak karena tak ingin mengganggu sang pemilik lengan.Hana menarik ujung selimutnya dan menyadari jika ia belum mengenakan pakaian sama sekali sejak pergulatan mereka malam tadi dan itu membuat wajahnya merona. Bayangan akan kejadian semalam membuat ia sadar jika ia telah menyerahkan mahkota kehormatannya pada seorang pria asing bernaman Christian Smith yang baru ditemuinya beberapa kali. Pria asing yang tidak ia ketahui asal usulnya sama sekali. Namun meski begitu, entah mengapa ia juga menikmati semua sentuhan dan apapun yang Christian lakukan padanya semalam. Semua cumbuan pria tersebut seperti memabukkannya dan membiarkan pria tersebut membawa mereka ke puncak kenikmatan hingga terkulai tak berdaya.“Morning, baby…” bisik Christian dengan lembut khas suara serak baru bangun seorang pria.“Pagi…” bisik Hana yang
Hana tersenyum menatap Christian yang mengenakan baju kemeja yang tadi ia temukan di bagasi mobilnya dan terus mengamati pakaian Hana yang masih lembab tersebut. Hana menjadi pusat perhatian beberapa orang yang berpapasan dengan mereka dan ia sendiri malah terlihat biasa saja dan tak peduli. Bahkan justru Christian yang merasa sedikit risih ketika mata beberapa pria malah tertuju pada wanita yang berada dalam genggamannya tersebut.“Tidak ada lagi berenang di pantai tanpa rencana atau persiapan.” ucapnya ketika keluar dari lift dan berjalan menuju kamar mereka.“Yes, sir…” jawab Hana dengan santai dan melewati Christian yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.Menit berikutnya, Hana langsung melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya ketika Christian baru saja membuka pintu kamar mereka.“Aku sangat kepanasan dan sangat sangat gerah.” ucap Hana dengan geram sambil memasuki kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan asal. “Hana, kamu baik- baik aja?” tanya Christian sambil memun
“Nggak, Dit. Tapi gue dikasih pil sama asistennya. Katanya itu obat kontrasepsi sekali minum. Gue nggak tahu tapi gue minum aja. Dan setelah gue browsing, emang ada kok,” balas Hana akhirnya.“Syukurlah. Jangan sampai loe nggak wisuda lagi gara- gara hamidun anak blasteran.”“Apaan sih… Lagian mana mau orang kayak mereka punya anak dari orang kayak gue?” Meski santai, hatinya gusar mengatakan itu.Dari seberang, Dita hanya tertawa. “Tapi gue doain semoga mas bule loe itu kena sambet pelet cinta loe. Biar pas dia pulang kampung, cuma ingat loe doang dan balik lagi sama loe. Aamiin ya say,” candanya.Hanya saja, sebuah pesan mendadadak masuk ke ponsel milik Hana.“Eh, Dit… Udah dulu ya. Gue mau siap- siap. Bentar lagi Chris pulang.”“Ya udah. Loe baik- baik ya. Jangan sampai jatuh cinta ya, sayang.”“I won’t, Dit… Bye.”***Hana tersenyum ketika Christian membuka pintu mobil miliknya saat mereka memasuki sebuah club malam dimana salah seorang rekan bisnis pria tersebut mengajaknya untuk
Hana yang tidak tahu harus menjawab apa hanya bisa tersenyum dan Christian sendiri tidak bergeming dengan tatapan tajamnya.“Nama saya, Hana.” Ucap Hana yang langsung membuat Christian menoleh kepadanya dengan tatapan sinis.“Ow… Hana. Nama yang cantik secantik orangnya. Apa kamu tinggal di Bali juga?” Tanyanya lagi.“Tidak. Saya tinggal di Ja—““Aku mau bicara!” titah Christian sambil berdiri dan langsung menarik lengan pria yang sejak tadi berdiri tersebut.Kedua pria yang sepertinya cukup akrab tersebut kemudian berjalan menjauhi Hana hingga sosoknya sama sekali tidak terlihat.“Ada apa?” tanya seorang wanita yang tiba- tiba duduk menghampiri Hana dengan ramah.Hana hanya menggeleng pelan dan tersenyum pada wanita yang nampak sebaya dengannya itu. Rambutnya panjang dan terlihat bergelombang dengan pakaian minim khas tamu kelas atas club malam pada umumnya.“Aku Rena. Nama kamu siapa?” tanya wanita yang terlihat ramah tersebut sambil melambaikan tangannya.“Aku… Hana,” jawab Hana den
“Masuk!” Perintah Christian pada Hana dengan langsung memasukkan tubuh langsing tersebut ke dalam mobil yang tadi mereka gunakan datang ke tempat ini.“Pelan- pelan, Chris… Sakit,” ujar Hana dengan tersenyum karena pengaruh minumannya masih membuatnya terasa melayang. Ah, ia memang tidak seharusnya menenggak minuman beralkohol tersebut. “Kamu pikir apa yang tadi kamu lakukan? Apa kamu bangga dengan itu?!” Seru Christian dengan mulai menyalakan mesin kendaraannya. Sikap Hana membuatnya benar- benar marah. Ia bahkan berani menari dengan sensual dengan pria yang tidak ia kenali.“Aku kenapa, Chris? Kenapa sih kamu marah- marah terus? Aku bikin salah?” Tanya Hana dengan tatapan polos namun bibirnya yang masih yerlihat tersenyum. “Kamu ganteng sekali. Kamu juga wangi sekali,” sambung Hana dengan mengulurkan tangannya membelai rahang tegang Christian. Sesekali ia masih mencoba menahan senyuman yang terus menggelitik dirinya.“Stop it, Hana!” Bentak Christian pada Hana yang membuatnya sedik