Share

Masa Lalu

last update Huling Na-update: 2023-02-03 19:37:37

“Mas, katakan yang jujur! Siapa Mira?” Aku menunjuk ke luar kamar.

Emosiku begitu memuncak. Apalagi melihat tatapan Mira tadi membuatku muak. Aku sudah tak tahan lagi. Aku butuh kepastian. Aku butuh bukti kalau gadis itu benar-benar putri Mas Doni. Bukan hanya sekedar omongan. Andai benar dia putrinya, mana mungkin pria itu memasuki kamar putrinya yang berusia belia pagi buta seperti itu.

“Dia putriku, San.” Mas Doni memandangku.

Aku melihat gurat kelelahan di wajahnya. Pria itu terlihat tertekan. Namun, hal itu tak menyurutkanku untuk meminta bukti kalau Mira itu benar-benar putrinya. Aku khawatir, kalau Mas Doni itu sugar daddy dan Mira adalah gadis bayarannya. Kalau benar kenyataannya seperti itu, mereka harus berpisah. Tak boleh mereka berbuat dosa di rumah. Apalagi ada Shakira. Jangan sampai gadis kecilku itu melihat kesalahan ini.

“Mana buktinya kalau gadis itu adalah putri kandungmu?”

“Apa tidak cukup dengan ceritaku kemarin!” Mas Doni membentakku.

Kemarin, pria itu menceritakan padaku kalau Mira adalah kesalahan dirinya ketika dia duduk di bangku SMA. Sebagai anak satu-satunya, kedua orang tua Mas Doni tak ingin malu dan tak ingin masa depan suamiku hancur. Maka dari itu, kedua orang tuanya menyembunyikan segalanya. Tentunya dengan uang.

Ketika Mira lahir, gadis itu dititipkan pada Nenek Mas Doni yang tinggal di kampung. Sedangkan biaya hidup gadis itu tentu saja, keluarga Mas Doni yang memenuhinya.

Untuk surat-surat dan administrasi semua di atas namakan kedua orang tua Mas Doni. Jadi, secara administrasi, Mira adalah adik Mas Doni. 

Keberadaan ibunya entah di mana. Kedua orang tua. Mas Doni meminta wanita itu untu menyerahkan anaknya dan meminta wanita itu pergi. Apalagi, menurut pria itu, orang tua ibunua Mira merupakan orang miskin.

Mas Doni mengambil Mira kembali karena kakek dan neneknya sudah meninggal. Beberapa tahun ini Mira tinggal sendiri di kampung halaman mereka. Mas Doni menjemput gadis itu atas permintaan kedua orang tuanya. Mereka merasa berdosa telah menelantarkan gadis itu.

“Mas, kalau benar dia anakmu, kenapa pagi buta kamu keluar dari kamarnya?” Aku memandang Mas Doni.

Pria itu tampak gusar. Mungkin benar kalau mereka ada hubungan lebih.

“Mira teriak-teriak pukul empat tadi.” Mas Doni menceritakan kalau Mira mimpi buruk. Gadis belia itu ketakutan. Jadi, dia menemaninya di kamar. Mas Doni juga mengatakan kalau dirinya tidak tidur seranjang. Pria itu hanya duduk mengamati dari kursi yang ada di sana.

“Gadis itu,” Mas Doni menunjuk ke pintu, “trauma akan kejadian yang menimpanya tempo hari.” Suamiku bercerita, kalau tempo hari ada beberapa pria yang menghadangnya. Coba menyakitinya dan merenggut mahkotanya. Beruntung, Mira berhasil lolos dari mereka. Alasan itu juga yang membuat Mas Doni membawanya ke rumah. Mira adalah kewajibannya.

Mendengar hal itu aku terenyuh. Mungkin, aku harus menerima kehadirannya.

Setelah puas dengan penjelasan Mas Doni, aku ke dapur untuk memasak.

Melewati ruang tamu, aku memandang ke kamar tamu. Aku kembali teringat kata-kata Mira yang hendak merebut Mas Doni dari kami. Entah apa yang hendak direncanakannya. Aku harus selalu waspada.

“Hai, Gendut!” Aku menoleh ke arah sumber suara.

Gadis yang tak kuharapkan kehadirannya itu sudah berdiri di belakangku. Mulutnya tak henti-hentinya meniup permen karet menjadi balon.

“Jorok!”

“Berisik!” Gadis belia itu berdiri di sampingku yang sedang menggoreng telur. “Kamu tidak tahu aja, bagaimana nikmatnya mengunyah permen karet.”

Aku memandang gadis itu.

“Permen ini bisa membuat lupa bagaimana rasanya ditinggalkan.”

Perkataan gadis itu begitu mengena di hati. Begitu terlukanyakah dirinya?

“Awas! Jangan sampai kaki mulusmu kena cipratan minyak,” godaku menoleh ke arah kakinya yang hanya terbalut celana sebatas paha.

“Heh, Gendut.” Gadis itu menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala menelanjangi. “Aku enggak habis pikir, kenapa selera Ayah rendahan seperti ini.”

Gadis belia itu memang tak punya sopan santun.

Aku mematikan kompor, lalu memandang gadis belia itu. “Terus, apakah ibumu lebih baik dan cantik dariku?”

Seketika gadis itu terdiam. Sebenarnya aku merasa bersalah mengatakan hal itu. Mana mungkin dia mengenali ibunya. Jika wanita yang telah melahirkannya itu pergi usai melahirkannya ke dunia atas permintaan kakek neneknya.

“Jangan tanyakan hal itu padaku. Karena aku tak punya ibu. Aku ini anak yang terlahir dari batu.” Gadis belia itu pergi begitu saja meninggalkanku.

Hal itu membuatku sedikit iba. Pasti kehidupannya tanpa orang tua selama ini begitu sulit. Walaupun, ekonominya berkecukupan, tapi gadis belia itu tak mendapatkan kasih sayang. dari kedua orang tuanya. Aku menghela napas berat, lalu kembali melanjutkan aktivitas pagi.

Bersambung ....

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Yang Terbaik untuk Semua

    Di halaman, Zahir tampak begitu bahagia bermain dengan Mas Angga. Mereka berdua bergantian menendang bola plastik. Zahir tertawa lepas, ketika dia berhasil menendang bola yang dioper Mas Angga. Hah! Mungkin keputusanku memang yang terbaik. Aku menolak permintaannya untuk kembali. Bukan karena tak setia. Mungkin ini adalah jalan yang terbaik untuk kami agar tak ada yang tersakiti. “Hubungan suami-istri memang bisa terputus, tapi hubungan kakak-adik tak akan pernah terputus.” Itu yang aku katakan pada Mas Angga. Boleh saja, pria itu tak menganggapku sebagai seorang istri. Paling tidak dia mau menerimaku sebagai seorang adik. Kembali meniti rumah tangga dengannya rasanya tak mungkin. Sudah cukup aku menyakitinya. Aku juga tak ingin masalah baru terjadi. Iya, semua yang dekat denganku akan menderita. “Kamu itu bodoh atau dungu?” Nenek menunjuk mukaku. Walaupun hati rasanya sakit mendengar perkataannya, aku coba bersabar. Apalagi beliau ibu dari Papa. “Harusnya kamu bersyukur masih

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Kembali 2

    “Pa, boleh berhenti sebentar,” pintaku ketika mobil yang kami tumpangi melewati toko mainan.“Ada apa?” tanya Papa.Aku mengutarakan keinginanku untuk membelikan mainan Zahir. Namun, Papa melarangku turun. “Biar Papa saja yang beli.”Tanpa menunggu persetujuan dariku, Papa keluar. Pria itu berlari memasuki toko. Tak berselang lama, beliau kembali dengan dua boneka yang sedang viral di tangan. Boneka boba berwarna merah muda dan biru. Papa sengaja membeli dua, satu untuk Zahir, satunya lagi untuk Shakira.Kali ini hanya Papa yang bersamaku. Pagi tadi, usai tahu aku diperbolehkan pulang, Mama Santi pulang lebih dulu. Hendak membereskan kamarku katanya. Mobil kembali melaju. Aku memejamkan mata. Menyiapkan diri untuk bertemu orang yang aku benci. Nenek. Orang yang kuanggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada diri ini. Selama berada di rumah sakit, wanita itu tak menjengukku.“Mama.” Baru saja mobil memasuki halaman, Zahir berlari mendekat, disusul Mama San

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Kembali

    Bab 31“Mira.”Ketika terbangun, Mama Santi sudah berada di sampingku.Aku coba untuk bangun. Melihat hal itu, gegas Mama membantuku duduk. Beliau juga meletakan bantal di belakangku. Tak lupa aku berterima kasih pada beliau.Mata wanita yang sudah kembali duduk di kursi yang ada di samping ranjang itu tampak merah. Pasti beliau baru saja menangis. Lagi-lagi aku merutuki diri. Karena aku, semua terluka.“Mir, kenapa tak pernah cerita pada kami. Kenapa kamu tanggung sendiri semua ini.”Mama menyayangkan keputusanku menemui Pak James. Beliau pasti sudah tahu dari Ali. “Ma, jangan menangis. Mira tak apa-apa.” Aku meraih tangan Mama dan menggenggamnya. Tubuh wanita itu berguncang. Dia memang bukan Mama kandungku, tapi dia orang pertama yang merangkul ketika tak ada orang yang mau menerima hadirku. Beliau orang yang mengajarkan untuk menjadi lebih baik lagi.“Tidak apa-apa.” Mama tampak marah. “Lihat dirimu!” Beliau menunjukku. “Bagaimana kalau sesuatu terjadi padamu? Bagaimana nasib Zahi

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Sekali Hina, Tetap Hina

    POV MIRASekali Hina, Selamanya Hina“Zahir bukan putramu!”Aku memandang pria itu nyalang. Tak terima kalau dirinya mengaku sebagai ayah Zahir. Aku tidak mau, putraku itu memiliki ayah seperti dia. Memang diriku juga hina, tapi tak seluruhnya kesalahan diri ini. Semua terjadi karena Jodi.“Apa katamu?” Jodi kembali mengungkit kejadian masa lalu.“Belum pasti kalau dia putramu. Bilamana itu benar, aku tak akan membiarkan kamu membawanya,” tantangku.Ya, tak akan kubiarkan putraku itu jatuh ke tangan Jodi. Aku tidak ingin bocah imut itu mendapat didikan yang salah. Bila pun benar Jodi adalah ayah biologis Zahir, segala cara akan aku lakukan agar Zahir tak jatuh ke tangannya. Aku yang mengandung, dan membesarkannya seorang diri walau menahan malu dan hinaan dari para tetangga.“Ok. Fine. Aku tak akan mengusik kehidupanmu, tapi puaskan aku malam ini!” Pria itu berjalan mendekat. Seketika aku berlari ke arah pintu. Tak kubiarkan Jodi kembali membawaku ke lubang dosa yang sama.“Cek! Suda

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Dia Putraku

    POV MIRADia PutrakuAku mematut diri di cermin. Penampilanku begitu beda dengan riasan sedikit tebal. Sejenak, aku memandang tas kertas yang berisi gaun pemberian Pak James. Gaun itu tak hanya terlalu pendek. Bagian dadanya juga terbuka. Aku membeli pakaian yang lebih tertutup dengan uang pemberiannya. “Sudah selesai.” Wanita berparas cantik dengan celana jeans dan kaos dengan nama salon itu memutar tubuhku menghadapnya. “Cantik sempurna. Mbak pasti hendak bertemu tunangan atau pacarnya mungkin. Wah! Beruntung sekali pasangan Mbak memiliki wanita secantik ini.”8 Aku tak menanggapi perkataan wanita itu. Tak mungkin juga aku mengatakan kalau diri ini akan menjual diri. “Terima kasih, Mbak.” Aku pergi meninggalkan wanita itu. Sebelumnya aku membayar ke kasir terlebih dahulu. Sebelum keluar salon, terlebih dulu aku memesan taksi daring Pikiranku berkecamuk. Aku kembali memandang diri melalui kaca yang ada di atas kepala sopir taksi. Ah ... apa gunanya aku menutup aurat, bila pada ak

  • Gadis Belia yang Pulang Bersama Suamiku   Pria Bodoh

    POV AnggaAku rasanya sangat membenci Mira. Karena dia, aku mendekam di penjara. Ah ... bagaimana bisa, aku terjebak dalam pernikahan ini. Harusnya aku tegas dalam menolak perjodohan dulu. Harusnya aku pergi dari rumah itu. Ibarat jatuh tertimpa tangga. Bukan hanya kehilangan Naura, aku juga harus mendekam di penjara. Argh! Dua narapidana yang berada dalam satu sel denganku memandang ketika aku berteriak. Rasanya kepala dan dadaku tertimbun ribuan batu. Berat. Papa Yuda juga sekali tak menjengukku. Mungkin, pria itu malu dan kecewa memiliki putra sepertiku. Apalagi, beliau merupakan abdi negara. Bukan hanya memikirkan diri sendiri. Aku juga kalut ketika Mama Sandra terkulai saat polisi membawaku paksa. Dari kejadian yang menimpa diri ini, aku bisa melihat rasa cinta yang tulus dari seorang ibu untuk anaknya. “Ma, maafkan Angga.” Ada sedikit sesal, ketika mengingat diri ini pernah marah pada Mama. Terutama ketika wanita itu membicarakan Mira. Memang, wanita itu baik. Dia perhati

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status