Share

Chapter 6.

Author: Sang_Dewi
last update Last Updated: 2024-09-11 09:00:59

"Ibu, ada apa Ibu meneleponku." Diangkatlah ponsel tersebut ke telinganya.

"Iya, Bu. Ada apa?"

"Naura, kamu ada dimana, Nak?" Suara bu Ningrum terdengar cemas.

"Aku ada di tempat latihan, Bu. Ada apa?" Perasaan Naura mendadak tidak enak. Dia bangun dari duduknya dengan perasaan khawatir.

"Ayah kamu, Nak. Jantung Ayah kamu kambuh lagi."

"Apa?" Lemas sudah tubuh Naura seketika. Kakinya serasa tak punya tulang penyangga dia pun terduduk lunglai membayangkan bagaimana kondisi ayahnya sekarang.

"Iya, Nak. Ibu sedang membawanya ke rumah sakit. Kamu susul Ibu sekarang!"

"Iya, Bu. Aku ke sana sekarang!"

Tanpa membuang waktu lama Naura segera menyusul ibunya. Bahkan tak terpikir olehnya untuk pamit pada pelatih yang membuat pelatih bertanya-tanya.

Kenapa dia pergi begitu saja tanpa menyelesaikan latihannya.

Sekitar 10 menit menggunakan taksi kini Naura sampai di rumah sakit dan mendapati ibunya yang tengah berdiri di depan ruang IGD.

Wanita paruh baya itu terlihat gelisah mondar mandir tak tentu arah. Melihat anaknya datang bu Ningrum segera menyambut kedatangan anaknya.

"Naura, syukurlah kamu sudah datang, Ibu takut sendirian di sini."

"Kenapa bisa kambuh lagi, Bu? Bukannya Dokter mengatakan kondisi Ayah baik-baik saja?"

Memang benar apa yang dikatakan oleh Naura kalau dokter sempat mengatakan kondisi pak Danu semakin membaik pasca sakit satu tahun yang lalu. Tapi sekarang pria tua itu kembali membuat cemas keluarganya.

"Ibu juga tidak tau, Nak. Tiba-tiba saja Ayah kamu kesakitan di dadanya."

"Ya Allah, semoga tidak terjadi apa-apa dengan Ayah."

Cukup lama mereka menunggu dokter di dalam yang sedang melakukan tindakan, beberapa menit kemudian dokter keluar dengan wajah lusuhnya.

Naura dan bu Ningrum segera menghampiri dokter tersebut. "Dokter, bagaimana keadaan suami saya, Dok?"

Dokter menghela nafas kasar sebelum bicara. "Maaf, Bu. Apa Ibu bisa ikut ke ruangan saya? Ada hal penting yang harus saya bicarakan dengan anda."

Ucapan dokter semakin membuat Naura dan ibunya khawatir. Di tengah kehidupan ekonomi yang menghimpitnya mereka harus di hadapkan dengan pernyataan tentang penyakit orang tersayang.

Naura dan bu Ningrum mengikuti di belakang dokter berjalan.

"Kenapa, Dok? Ada apa dengan Ayah saya?"

"Maaf, Bu, Mba. Saya harus mengatakan sesuatu pada kalian bahwa penyakit jantung yang pak Danu derita semakin parah, kita harus melakukan tindakan serius."

"Astagfirullah hal adzim." ucap Naura dan bu Ningrum serentak.

Bu Ningrum spontan menutup mulut dengan kedua tangannya. Matanya berkaca-kaca dengan wajah memancarkan kekhawatiran terhadap suaminya.

"Apa, Dok? Ya Allah, Ayah. Apa ada jalan keluar terbaik untuk Ayah saya, Dok?" Naura berusaha menguatkan diri.

"Ada dua cara untuk mengatasinya, Mba. Yang pertama dengan cara melakukan operasi pemasangan ring di jantungnya."

Degh!

"Apa, operasi?" gumam Naura dalam hati. Dia berfikir uang dari mana untuk biaya operasi ayahnya, sedang biaya itu tentulah tidak sedikit.

Dokter kembali bicara. "Dan yang kedua dengan mengganti jantung yang sehat, tentunya kita butuh donor jantung untuk Pak Danu."

"Jadi bagaimana, tindakan apa yang akan kalian ambil?"

Sejenak tidak ada suara dari mereka, ketiganya sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Beri waktu kami untuk berfikir, Dok. Kami akan memikirkan keputusan apa yang akan kami ambil."

"Baik, Mba. Silahkan, tapi saya minta jangan terlalu lama karena Pak Danu membutuhkan penanganan cepat."

"Baik, Dok. Kami akan segera memberikan keputusan. Kami permisi, Dok." Dengan langkah gontai kedua wanita itu keluar dari ruangan dokter.

Kembali menemui pak Danu yang terbaring lemah di atas berankar dengan beberapa selang menempel di tubuhnya.

Suara tut tut alat monitor semakin membuat suasana terasa mencekam.

Tak hentinya Naura bicara pada diri sendiri bagaimana cara mengatasi semuanya. Sebagai anak sulung tentu dia menjadi harapan untuk kedua orang tuanya.

"Ya Allah, bagaimana ini. Uang dari mana untuk operasi Ayah," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

Melihat ibunya yang duduk di samping sang ayah sembari menggenggam erat tangan keriput itu rasanya tak tega apalagi membiarkan ayahnya merasakan sakit yang tak berkesudahan.

"Aku harus melakukan sesuatu, aku harus kuat. Aku tidak boleh lemah seperti ini," pekiknya menyemangati diri sendiri.

Naura memilih untuk keluar dan duduk seorang diri di depan ruang rawat ayahnya.

Dering ponsel membuyarkan lamunannya, dia segera melihat siapa yang menelepon. Dan ternyata nomer baru yang membuat dia mengerutkan alisnya.

"Nomer siapa ini?" ...

BERSAMBUNG.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Suci Ishaka
semangat Naura
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gadis Bercadar Tawanan Mafia Tampan   Chapter 111.

    Tuan Gultaf mengambil ponsel milik Sean yang tersimpan di saku celananya. "Bawa dia masuk ke dalam. Helena, kau bersiaplah." Dua memerintah kedua anak buahnya untuk mengangkat Sean yang sudah tidak berdaya membawanya ke dalam kamar.Sementara Helena masuk ke dalam kamar mandi dan mengganti baju yang dia kenakan menjadi baju tidur berbahan satin tipis berwarna hitam.Tuan George bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh tuan Gultaf dengan ponsel milik putranya yang kini sedang dimainkan olehnya sambil menjauh."Apa yang sedang anda lakukan dengan ponsel anakku?" Dia memberanikan diri untuk bertanya.Tuan Gultaf justru menyerkitkan bibirnya. "Menyuruh Nyonya Alexander untuk datang kemari.""Apa?""Kenapa? Kau keberatan?""Tapi itu tidak ada dalam kesepakatan kita."Semula memang tuan George ingin memisahkan Sean dari Naura tapi entah mengapa sekarang hatinya berkata lain. Dia seperti tidak rela jika tuan Gultaf menyakiti Naura.Namun semua itu sia-sia, Naura bergegas kemari setelah t

  • Gadis Bercadar Tawanan Mafia Tampan   Chapter 110

    "Atau jangan-jangan kau belum bisa move one darinya?" Naura dibuat salah tingkah oleh ucapan Sean. "Apa maksud kamu? Aku bukan berniat untuk mengingat Adnan lagi tapi ..., tapi wanita itu_" ucapannya itu seperti tercekat di tenggorokan. Sean semakin penasaran. "Wanita? Siapa yang kau maksudkan?" Sambil menahan sebak di dada Naura berusaha mengatakan semuanya pada Sean. "Tadi ada seorang wanita datang ke sini dan mengatakan kalau kamu ada hubungannya dengan foto Adnan dan seorang wanita di hotel waktu itu. Tapi aku tidak tau siapa namanya." Sean menyerkitkan bibirnya. Rupanya masih ada yang ingin bermain-main dengannya. Dia berusaha mendekati Naura dengan halus, berharap tidak ada perlawanan lagi darinya. "Baby kau dengar. Banyak sekali orang di luaran sana yang berusaha menjatuhkan kita. Jadi aku harap kau jangan mudah percaya dengannya." Naura sadar kalau masa l

  • Gadis Bercadar Tawanan Mafia Tampan   Chapter 109.

    "Mencari aku? Untuk apa kamu mencari aku?"Kate kembali menyunggingkan senyumnya. "Kau memang bodoh! Bisa-bisanya kau tertipu oleh suamimu sendiri."Degh!"Apa maksud kamu?" Perasaan Naura semakin tidak enak. Wajahnya seketika memucat dengan nafas memburu karena merasa wanita ini tau banyak tentang Sean."Asal kau tau! Demi mendapatkan-mu Sean rela melakukan apa saja, termasuk menuduh kekasihmu itu.""Kekasihku?" Pikiran Naura mengingat kembali kekasih siapa yang Kate maksudkan. Sedang dia hanya punya satu mantan kekasih yaitu Adnan."Iya, kekasihmu yang sudah mati itu!"Tidak salah lagi, yang Kate maksudkan adalah si Adnan. "Adnan, me_memang apa yang sudah Sean lakukan pada Adnan?" Suara Naura bergetar. "Kau ini benar-benar bodoh! Coba kau pikir secara logika apa mungkin kekasihmu itu melakukan itu dengan wanita lain?" Jauh dari lubuk hati Naura memang dia menolak kenyataan itu karena dia tau bagaimana sifat A

  • Gadis Bercadar Tawanan Mafia Tampan   Chapter 108.

    Pagi hari Sean yang masih menutup matanya sambil tengkurap menggerayangi tempat tidur mencari istrinya, tapi Naura tidak ada di sampingnya.Penasaran apa yang sedang dilakukan oleh istrinya Sean pun membuka matanya dan segera beranjak turun.Dia mengendus, menghirup bau masakan yang tidak pernah terhirup di pagi harim"Hem, wangi sekali masakan ini."Dalam hatinya sudah menebak-nebak kalau yang masak di dapur adalah Naura. Walau Sean suka dengan aroma masakan itu tetapi dia mengerutkan keningnya.Dia tidak pernah mengizinkan orang yang disayang terjun langsung ke dapur dan mempercayakan pada kedua asisten rumah tangganya yakni Hilda dan Yusa.Sean turun. "Pagi, Honey," sapa Naura sambil tangannya tak berhenti memegang pekerjaan dapur."Sedang apa kau di sini?""Bikin nasi goreng! Kamu pasti suka nasi goreng buatanku.""Nasi goreng?" Rasanya nama itu tidak asing bagi Sean tapi dia belum pernah memakannya

  • Gadis Bercadar Tawanan Mafia Tampan   Chapter 107.

    "Kalian berdua sudah siap?""Tunggu sebentar, Honey." Naura berdiri sesaat melihat bangunan tua rumahnya. Rumah sederhana itu penuh dengan kenangan bersama sang ayah yang telah lama tiada. Hari ini dia harus ikut Sean ke kota untuk tinggal di istananya.Naura tak mungkin meninggalkan ibunya sendirian oleh karena itu dia mengajak bu Ningrum juga ikut ikut tinggal di sana.Sementara Jhoni sudah menunggu di dalam mobil. Sean mendekatinya dan memeluk Naura dari samping. "Aku tau ini tidak mudah untukmu, tapi aku yakin kalau Ayah pasti setuju dengan keputusanku." Naura menunduk sambil menahan air mata yang akan terjatuh."Kita berangkat sekarang." Karena Sean merasa dia akan lebih mudah untuk mengawasi dan melindungi keluarga barunya ini. Naura dan ibunya akan aman tinggal bersamanya.Mereka lalu berangkat ke istana Alexander dalam satu mobil yang dikendarai oleh Jhoni.Sekitar 15 menit mereka sampai di sana. Bu Ningrum membelalakkan matanya saat melintasi sebuah istana yang begitu besar

  • Gadis Bercadar Tawanan Mafia Tampan   Chapter 106.

    "Kau serius?" Tuan besar George mengangguk. "Iya, aku serius! Maafkan Daddy-mu ini, Nak." Sambil menahan rasa haru mereka mendekat satu sama lain dan berpelukan.Saat itu juga Naura keluar. "Hon, aku ..." Ucapannya terhenti saat melihat dua pria itu berpelukan. Dirinya yang baru saja selesai mandi kehilangan suaminya yang tidak ada di kamar, oleh karena itu Naura keluar untuk memastikan dimana Sean berada.Mendengar suara Naura datang mereka segera melepas pelukannya. Keduanya terlihat malu."Em, Babby. Kau sudah selesai mandi?" Naura menggeleng heran kenapa tuan George ada di sini. Kenapa mereka berpelukan, apakah mereka sudah baikan? Lalu apa tuan George mau menerima dirinya?Banyak sekali pertanyaan yang menaungi pikiran Naura saat ini."Kalian sedang apa di sini?""Kemari." Sean menyuruh Naura mendekat, tapi sepertinya dia masih ragu."Babby kemari." Wanita itu tidak melangkahkan kakinya sama sekali.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status