Share

03 | Found You

Kelas yang satu selesai, kemudian kelas lainnya akan dimulai dalam beberapa waktu. Begitulah siklus perkuliahan. Rencana awal Serena untuk menunggu kelas selanjutnya adalah pergi ke perpustakaan untuk menemui Bianca dan Sarah sekaligus berharap bertemu juga dengan Daffin. Walau setelah ia cium, Daffin tidak lagi menampakan diri di perpustakaan. Cukup membuat Serena kesal karena ia merasa tak diacuhkan. Ditambah lagi hari ini Bianca dan Sarah tidak datang ke kampus karena jadwal bimbingan mereka dibatalkan.

Jadilah Serena melangkahkan kakinya ke lab komputer tempat biasa mereka praktikum setelah tadi menghubungi Wildan—si penanggung jawab lab komputer I—untuk memastikan tidak ada praktikum yang sedang berlangsung. Namun siapa sangka ternyata malah ada manusia yang sedang ia cari-cari di sini. Mungkin dewi keberuntungan mulai kasihan padanya.

"Jadi lo ngungsi ke sini, ya?" Tanya Serena tepat setelah Daffin menyadari kehadirannya.

"Ngungsi? Apa lo sedang mengakui kalau kehadiran lo itu sebuah bencana?"

Serena tak mendengarkan sindiran barusan. Ia mengambil tempat di sebelah Daffin dengan cuek. Dibandingkan menyalakan komputernya sendiri, Ia lebih memilih menggeser kursinya agar bisa melihat tampilan dekstop milik Daffin. Latar warna hitam dengan kode-kode aneh tampilan yang sudah tidak asing lagi bagi mahasiswa Ilmu Komputer.

"Ew, ini bahasa manusia?" Komentar Serena sambil mengernyit.

"Jangan berpura-pura, gue tahu lo jago coding." Sahut Daffin sambil mencibir.

Serena bertepuk tangan heboh, "Thats it. Such a big fan."

"For thats another side of you, yes I am." Kata Daffin mengakui jujur.

Serena diam menunggu cowok itu untuk mengatakan just kidding tapi nyatanya tidak ada lanjutan apa pun. Mata Serena membulat tak percaya, ia menatap Daffin terharu.

"Do you need my sign?"

Daffin melengos. "I should know that you’re also a narcissistic."

Serena mengulum senyum kemudian tanpa meminta izin, ia menekan beberapa tombol keyboard Daffin secara bersamaan. Ia membuat perintah compile dan menarik senyum separuh ketika beberapa tulisan error muncul di sana. Artinya program yang sedang Daffin kerjakan ini masih belum berhasil dijalankan.

Daffin meliriknya sekilas. "Do you know how to fix this sh— thing?" Sebisa mungkin ia menyembunyikan nada frustasinya, tidak ingin menjadi bulan-bulanan senior narsis satu ini.

"Lo kira gue Stackoverflow?"

Mudahnya Stackoverflow adalah website yang fungsinya mirip seperti kaskus atau brainly (sistem tanya jawab), bedanya Stackoverflow hanya berisi tentang masalah-masalah seputar pemrograman.

"Ternyata selain narsis, lo juga pelit ilmu."

Serena berdecih pelan. "Katakan itu ketika lo nggak memakai coding-an gue sebagai referensi." Sindirnya.

"Kok tahu?" Tanya Daffin tidak mengelak.

"Should've know."

Source code itu seperti karya. Beda orang tentu saja berbeda bentuknya. Serena bisa melihat kemiripan penulisan code milik Daffin dengan kebiasaannya menulis code meski hanya sekilas.

"Dapat dari mana? Gue nggak pernah upload apa pun di Github." Serena bertanya heran.

Github itu semacam sosial medianya para programmer. Tempat mereka biasa mengerjakan proyek bersama atau sekedar mengupload hasil kerjaan untuk memudahkan akses satu sama lain. Serena tidak pernah menggunakan Github kecuali untuk project berkelompok.

"Well, gue punya hubungan baik dengan Brian." Jawab Daffin menyebutkan nama salah satu alumni yang sebelumnya merupakan asisten dosen.

"I see." Serena mengangguk paham karena memang ia juga lebih dari sekedar akrab dengan asisten satu itu.

"Dan kalau lo memang nggak mau membantu, bisa minggir dari situ?" Kata Daffin jengah karena Serena sedikit menghalangi ruang geraknya.

"Gue cuti dua semester kalau-kalau lo nggak tahu dan gue butuh waktu untuk memahami ini semua."

"Cuti? Gue kira lo ngulang kelas."

Serena melayangkan tatapan protes. "Asal lo tahu IP terendah dan tertinggi gue itu sama, empat koma nol."

"Kata orang yang kemarin bolos kelas pak Galen."

Serena menoleh kaget. "Lo ambil kelas Pak Galen juga?"

"Bukannya Pak Galen sudah pernah bilang, ya? Sampai bertemu di kelas?" Daffin mengernyit heran. Karena mereka satu kelas padahal Serena merupakan kakak tingkat makanya Daffin kira gadis itu mengulang.

"Oh, mungkin gue nggak dengar." Sahut Serena tak peduli.

Kemudian jari-jari Serena mengetik dengan lihainya. Tidak ragu untuk menghapus beberapa bagian dan menuliskan-nya kembali. Daffin memperhatikan itu dalam diam. Mencatat dengan baik di dalam kepalanya apa saja yang gadis itu lakukan untuk menghilangkan error yang ada.

"Kenapa lo nggak jadi asdos?" Daffin tiba-tiba bertanya.

"Dan kenapa gue harus jadi asdos?"

Sebenarnya tidak banyak yang tahu tentang kemampuan akademik Serena karena memang gadis itu terlanjur membuat image 'nakal' sejak masih menjadi mahasiswa baru. Hingga sebelum saat ini Daffin masih mengira kalau Serena membayar orang untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya.

"I'm just saying, no need the answer tho." Jawab Daffin menolak untuk berpikir.

Untuk beberapa saat hanya terdengar suara ketikan dari papan ketik akibat jari Serena yang menari di atasnya. Hingga cewek itu bersorak senang ketika tulisan error di sana tidak lagi muncul. Daffin mengerjap takjub.

"Nice, gue bisa tidur hari ini." Kata Daffin langsung mengambil alih. Ia melakukan perintah compile and run berulang kali, masih tidak percaya akhirnya program itu berhasil.

"You're welcome." Sindir Serena yang merasa belum mendengar ucapan terima kasih.

Daffin menarik sudut bibirnya. "Thank you."

Serena tertegun sejenak. "You should smile more, especially around me."

Cowok itu langsung melengos pelan. Serena tertawa. Telunjuk dan ibu jarinya menyentuh masing masing ujung bibir Daffin kemudian merenggangkan nya seakan membuat laki-laki itu tersenyum. Daffin membiarkannya, ia lanjut menaruh fokus pada monitornya. Tapi lama-kelamaan Serena sengaja memindahkan ibu jarinya ke atas bibir Daffin dan mengusapnya pelan.

"I think I want it." Bisik Serena pelan.

Daffin langsung menepis pelan tangan Serena karena alarm peringatan di dalam kepalanya telah berbunyi nyaring. "Don't you dare! Dan gue enggak mau dipanggil dekan karena ketahuan mesum di area kampus. For your information, ada CCTV di sini."

“Berarti kalau enggak ada CCTV boleh?”

Daffin langsung menoleh cepat dengan mata melotot tak setuju. “Enggak!”

Tawa nyaring Serena kembali mengudara. Rasanya ia benar-benar ingin terus melihat ekspresi seperti itu dari Daffin.

"Gue lupa tanya, lo punya cewek?"

"Punya atau pun nggak it’s none of your bussiness."

"Bukannya udah gue bilang, lo punya gue?” Serena menopang dagunya dengan tangan. “But, i've never played with someone in a relationship." Gumamnya kemudian.

"Play?" Ulang Daffin entah kenapa merasa tersinggung.

Serena mengacak rambut Daffin dengan gemas. "Aw, youre so cute."

Daffin mendelik. "Watch your hand!" Katanya memberi peringatan.

Serena tertawa lagi sedangkan Daffin mengernyit heran tidak menemukan kelucuan sama sekali.

"Lebih cantik dari gue?" Suara Serena serius setelah menghentikan tawanya.

"Siapa?" Daffin mengernyit.

"Yang tanya." Celetuk Serena sebal.

"Siapa yang bilang lo cantik?"

Serena hampir mengumpat. Ia menggaruk alisnya yang tiba-tiba terasa gatal. "Dude, i'm serious."

"Apa gue terlihat seperti sedang melakukan stand-up comedy?"

"So, are you in a relationship? Is it that hard to answer yes or no?"

"I want to say yes, but I'm not." Jawab Daffin akhirnya.

Ganti Serena yang mendelik. "Terus kenapa lo waspada banget sama gue?!"

"Karena memang lo patut diwaspadai kan?"

Mata Serena menyipit ingin protes tapi ia tidak mengatakan apa pun. Gadis itu hanya memperhatikan Daffin yang masih berkutat dengan programnya. Daffin cukup tampan. Bukan, Daffin itu punya wajah yang menarik. Entah siapa, tapi Serena merasa wajah Daffin mirip dengan seseorang. Perempuan itu heran kenapa ia tidak pernah menyadari eksistensi seorang Daffin selama ini?

"Kenapa lagi, sih?" Tanya Daffin merasa risih karena Serena masih belum berpindah dari posisinya.

"Heran, aja. Lo cowok pertama yang bilang gue jelek." Jawab Serena asal.

"Gue nggak pernah bilang lo jelek."

"Tapi jelek banget maksudnya?" Tebak Serena.

Daffin melengos tak menyahuti. Tangannya sibuk menutup aplikasi yang tadi ia buka kemudian meng-klik menu shutdown untuk mematikan komputernya. Daffin membereskan barang-barangnya bersiap untuk pergi.

"Nggak mau kiss bye dulu?" Tanya Serena iseng.

"In your dream!" Sahutnya keras tanpa menoleh.

Serena tertawa keras. "See you, babe!" Teriaknya lantang pada Daffin yang sudah diambang pintu keluar.

***

Siang ini Serena berjalan santai di koridor seakan-akan lupa dengan kelas paginya yang terlewat. Ketika mahasiswi-mahasiswi lain berebut untuk mengambil kelas Pak Galen, Serena malah dengan sengaja melewatkan kelasnya hari ini. Bukan tanpa alasan sebenarnya. Serena hanya ingin mencari ketenangan. Ketika jadwal keluar, gadis itu tidak bisa menahan makiannya. Mata kuliah yang diampu Galendra mempunyai bobot 3 sks dengan begitu tentu saja ia mendapat dua kali pertemuan dalam seminggu.

Tapi sepertinya dewi keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Tidak, perempuan itu paham betul sang dewi memang tidak pernah berpihak padanya. Percayalah situasi Serena ketika melihat Galendra lebih dari sekedar mahasiswa yang kepergok bolos kelas oleh dosen mata kuliah 3 sks.

Balik kanan, grak!

"Kamu mau menghindar lagi?"

Serena merapatkan bibirnya. Menyiapkan segenap hidupnya sebelum memutuskan untuk berbalik. Ia tidak ingin membuat keributan dengan berlari-larian.

"Pagi, Pak!" Sapa Serena sambil menunjukan cengiran canggung.

"Pagi, Pak?" Tanya Galendra mengulangi. Keningnya mengernyit, ada dua kata yang terdengar sangat janggal di telinganya.

"Selamat siang maksudnya, Pak." Ralat Serena mengingat sekarang sudah lewat jam 12 siang.

Galendra menatap Serena dengan pandangan tak terbaca. "Sampai kapan kamu mau kabur-kaburan?"

Serena menggaruk telinganya yang tak gatal. "Perasaan saya sedang diam, nggak sedang lari Pak." Ujarnya berusaha mengalihkan pembicaraan.

"It is not funny at all." Kata Galendra sambil mendengus samar.

Serena memutar matanya malas. "And I'm not joking either." Gadis itu mengalihkan pandangannya. "Fine. Aku kesiangan."

Galendra tersenyum sinis. "Sengaja bangun kesiangan maksud kamu?"

"Nggak, sih. Rencanaku mau bolos ke perpustakaan, tapi alarm-ku nggak bunyi. Jadi murni kesiangan." Serena menjelaskan kondisinya tadi pagi.

"Intinya tetap berniat bolos." Galendra memijat keningnya lelah. "Kamu harus tetap masuk kelasku meski muak sekali pun." Katanya terdengar frustasi.

Serena menyeringai. "Saya masih bisa mengulang dengan dosen lain semester depan.” 

Galendra menatap gadis itu nanar. “Kamu berubah.”

“Pak, saya bukan Sailor Moon.”

“Berhenti bercanda.”

Serena malah tertawa terbahak-bahak hingga tubuhnya bergetar, ia bertepuk tangan heboh seakan sedang menonton pertunjukan.

“Hidupku selama ini kan memang hanya sebatas candaan. Bukannya kamu tahu?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status