Share

Menjelang Pernikahan

Penulis: Miss Wang
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-17 15:54:25

Hari-hari setelah kepulangan Alexa berjalan pelan, seperti waktu yang sengaja memperlambat langkahnya agar mereka sempat bernapas.

Alexa belum sepenuhnya kuat—langkahnya masih pendek, napasnya kadang tersengal—namun senyumnya kembali utuh. Setiap pagi, cahaya matahari menyelinap ke kamar, dan Arsenio selalu sudah ada di sana lebih dulu. Kadang duduk membaca laporan dengan suara dipelankan, kadang hanya menatap Alexa seolah memastikan ia benar-benar nyata.

“Kamu tidak bosan menatapku seperti itu?” tanya Alexa suatu pagi, setengah menggoda.

Arsenio mengangkat alis, mendekat, lalu mencium keningnya lama. “Aku bosan ketika kamu tidak ada.”

Alexa tertawa pelan. Tawa itu masih lembut, tapi hidup. Dan Arsenio menyimpannya di dada seperti jimat.

Dokter datang rutin, memeriksa, mengangguk puas. “Pemulihan bagus. Tetap pelan, jangan memaksakan diri. Hindari stres yang berlebihan.”

Arsenio mengangguk terlalu cepat. “Baik, Dok. Kami akan patuhi.”

“‘Kami’?” Alexa mencolek lengannya.

Arsenio tersen
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Pergi dengan Tenang

    Suara langkah kaki berlari memenuhi ICU. Perintah dokter bersahutan, tangan-tangan cekatan bekerja di atas tubuh Ny. Peni yang rapuh. Alexa berdiri terpaku di ambang pintu, napasnya tercekat, matanya tak lepas dari layar yang seakan menentukan nasib seorang perempuan yang baginya lebih dari sekadar ibu panti—ia adalah rumah.“Mohon menunggu di luar!” seru seorang perawat.Arsenio menarik Alexa ke dadanya, memeluknya erat ketika pintu kembali tertutup. Alexa gemetar, tubuhnya seperti kehilangan tulang.“Tidak… jangan sekarang,” bisiknya berulang-ulang. “Tolong… jangan sekarang…”Detik berjalan seperti jam yang patah.Lalu—bunyi monitor itu berubah.Bukan lagi nada panjang yang menusuk, melainkan irama pelan yang tertatih, seolah jantung itu sedang berjuang mengingat cara berdetak.Seorang dokter keluar. Wajahnya letih, namun matanya memberi sedikit cahaya.“Dia sadar,” katanya pelan. “Sebentar saja. Satu per satu. Jangan terlalu lama.”Alexa nyaris jatuh karena lututnya melemah. Arsen

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Kritis

    Tawa itu pecah terlalu tiba-tiba—lalu lenyap seketika.Di tengah pesta yang masih dipenuhi musik lembut dan gemerlap lampu, Ny. Peni terhuyung saat hendak berdiri. Gelas di tangannya jatuh, pecahannya berdering nyaring di lantai marmer, memotong suasana seperti pisau. Beberapa anak panti berteriak panik. Dania berlari mendekat, wajahnya pucat. Ny. Eli menjerit memanggil nama Ny. Peni berulang-ulang. Musik dihentikan mendadak. Para tamu berdiri, kebingungan. Arsenio bergerak cepat, menopang tubuh Ny. Peni yang melemas, sementara Alexa membeku—jantungnya seakan berhenti—melihat perempuan yang selama ini menjadi tiang cinta itu perlahan kehilangan kesadaran di pelukannya.Teriakan Arsenio menggema, "Siapkan mobil, CEPAT!"***Satu jam kemudian... Langkah seorang dokter berhenti tepat di hadapan mereka.Semua suara seperti menghilang—tangis anak-anak, derap langkah perawat, dengung lampu neon. Yang tersisa hanya satu detik yang menggantung, terlalu lama, terlalu kejam.“Pasien mengalam

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Lantai Dansa

    Malam turun perlahan, membawa cahaya-cahaya kecil yang dinyalakan satu per satu di taman mansion. Lampu gantung berpendar keemasan, lilin-lilin menyala di setiap meja, dan musik mengalun lembut—cukup pelan untuk memberi ruang bagi tawa, cukup hangat untuk merangkul kenangan.Pesta setelah pernikahan itu tidak mewah dengan gemerlap berlebihan. Ia indah karena rasa.Alexa dan Arsenio berdiri di tengah taman, menerima ucapan selamat. Alexa bersandar ringan di lengan Arsenio, gaun putihnya kini terasa lebih hidup, seolah ikut tersenyum. Setiap kali seseorang mendekat, Arsenio selalu menoleh dulu ke Alexa—sebuah kebiasaan kecil yang tak ia sadari, tapi terlihat jelas oleh semua orang.“Kamu lelah?” bisiknya.Alexa menggeleng pelan. “Jangan khawatir. Aku ingin mengingat semuanya.”Arsenio tersenyum, lalu meraih tangannya. “Kalau begitu, kita buat kenangan.”Musik berubah. Nada waltz yang lembut mengalun. Arsenio mengulurkan tangan, alisnya terangkat sedikit—permintaan tanpa kata.Alexa tert

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Pernikahan Bahagia

    Pagi pernikahan itu datang dengan sunyi yang khidmat—sunyi yang bukan kosong, melainkan penuh makna.Cahaya matahari menyusup pelan melalui jendela-jendela tinggi mansion, memantul di lantai marmer, seolah ikut menyiapkan diri untuk menyaksikan sebuah janji besar. Udara terasa hangat, lembut, dan penuh doa yang tak terucap.Alexa terbangun dengan napas yang sedikit bergetar.Untuk sesaat, ia lupa di mana ia berada. Lalu semuanya kembali—gaun putih, undangan yang telah tersebar, janji yang akan diikrarkan hari ini. Tangannya refleks menyentuh perutnya, merasakan kehidupan kecil yang menjadi saksi bisu dari semua perjalanan ini.Ny. Peni masuk pertama, membawa senyum yang tak bisa menyembunyikan air mata.“Selamat pagi, pengantin cantik,” katanya lirih.Di belakangnya, Ny. Eli, Dania, dan beberapa penata rias mengikuti. Ruangan segera dipenuhi aroma bunga dan suara langkah yang ditahan-tahan, seolah tak ingin mengganggu ketenangan Alexa.“Apa kamu siap?” tanya Dania, setengah berbisik.

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Gaun Pernikahan

    Pagi berikutnya datang tanpa peringatan—dan langsung membawa hiruk-pikuk.Mansion yang biasanya berjalan dengan ritme tenang kini berubah menjadi pusat semesta kecil yang berputar cepat. Telepon berdering sejak subuh. Kotak-kotak bunga berdatangan. Gaun-gaun tergantung rapi, dibungkus kain tipis, seolah bernapas bersama harapan.Alexa terbangun oleh suara langkah-langkah pelan di luar kamar.Ia membuka mata dan mendapati Arsenio sudah duduk di kursi dekat jendela, mengenakan kemeja putih sederhana, lengan digulung, menatap halaman dengan secangkir kopi yang tak tersentuh.“Kamu bangun?” tanyanya lembut, segera berdiri dan mendekat.Alexa tersenyum. “Kamu tidak tidur?”Arsenio mengangkat bahu kecil. “Aku tidur ketika kamu bernapas tenang. Sisanya… aku berjaga.”Alexa meraih tangannya. “Berjaga itu melelahkan. Kamu harus pikirkan juga kesehatanmu."“Tidak jika yang dijaga adalah hidupku,” jawab Arsenio tanpa ragu.Alexa tertawa kecil, lalu meringis ketika mencoba bangun terlalu cepat.

  • Gelora Gadis Buta & Bodyguard Dingin   Menjelang Pernikahan

    Hari-hari setelah kepulangan Alexa berjalan pelan, seperti waktu yang sengaja memperlambat langkahnya agar mereka sempat bernapas.Alexa belum sepenuhnya kuat—langkahnya masih pendek, napasnya kadang tersengal—namun senyumnya kembali utuh. Setiap pagi, cahaya matahari menyelinap ke kamar, dan Arsenio selalu sudah ada di sana lebih dulu. Kadang duduk membaca laporan dengan suara dipelankan, kadang hanya menatap Alexa seolah memastikan ia benar-benar nyata.“Kamu tidak bosan menatapku seperti itu?” tanya Alexa suatu pagi, setengah menggoda.Arsenio mengangkat alis, mendekat, lalu mencium keningnya lama. “Aku bosan ketika kamu tidak ada.”Alexa tertawa pelan. Tawa itu masih lembut, tapi hidup. Dan Arsenio menyimpannya di dada seperti jimat.Dokter datang rutin, memeriksa, mengangguk puas. “Pemulihan bagus. Tetap pelan, jangan memaksakan diri. Hindari stres yang berlebihan.”Arsenio mengangguk terlalu cepat. “Baik, Dok. Kami akan patuhi.”“‘Kami’?” Alexa mencolek lengannya.Arsenio tersen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status