Setelah selesai bermain, Dyra diantar pulang sampai depan rumah, lalu Robin berpamitan.
Dari kejauhan tampaklah halaman rumah yang dipenuhi dengan bunga, di depan rumah terdapat kursi bambu tua, dimana saat ini ayah Dyra sedang duduk bersantai dengan kain sampannya sambil menulis di atas buku. Kembali Dyra mengingat perkataan gurunya tentang kelanjutan studinya, Dyra ingin mencoba bertanya tentang pendapat ayahnya. Dyra mulai beranjak mendekati ayahnya lalu tetap berdiri disamping, namun tidak ada sepatah kata dari ayahnya.Dyra ingin mengatakan sesuatu. "Ayah. Dyra mendapat nilai teratas." Dyra menunjukkan sertifikat kelulusannya, tetap tidak ada respon dari ayahnya.Lalu Dyra mencoba berkata lagi. " Bagaimana jika Dyra melanjutkan sekolah di kota," ucap Dyra. Meski ragu, tetap Dyra menyampaikan keinginannya.Ketika mendengarnya, ayah Dyra meletakkan pulpennya, dan memperhatikan ke arah Dyra. Saat ingin mulai berkata, suara langkah kaki mendekat ke arah mereka, dia adalah ibu tiri Dyra yang saat ini datang dengan secangkir kopi."Sayang kamu sudah pulang." Memberi senyuman palsu. Namun Dyra tidak membalas senyuman itu, raut wajahnya tampak tidak suka sama sekali."Apa kamu tidak dengar, ibu sedang berbicara denganmu," ucap ayah Dyra."Iya. Aku sudah pulang. Terima kasih telah memperhatikanku." Dyra cemberut dan masih memegang ijazahnya."Pak. Ini kopinya, sudah hangat." Ibu tiri Dyra yang penuh dengan kelemah lembutan dalam ucapannya di depan ayahnya.Setelah beberapa menit berlalu, Sarianti datang dengan riang, dia berlari ke arah ayah Dyra lalu merangkul tangan ayahnya itu."Ayah. Sarianti ingin kuliah, sudah aku putuskan menjadi wanita berkarir di kota." Sarianti bersikap manja, dia duduk di tengah ayah Dyra dan Ibu tirinya itu.Dyra yang menatap itu sudah merasa muak, hatinya sakit melihat kedekatan itu. Ayah Dyra kini menjadi sangat bingung, karena keinginan Dyra dan Sarianti sama. Keduanya ingin melanjutkan kuliah di kota. Sedangkan keadaan ekonomi mereka sedang tidak stabil."Sebagai seorang gadis tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, nantinya juga akan menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak-anak di rumah." Ayah Dyra tidak menyetujui keinginan Dyra dan Sarianti.Pemikiran orang tua di desa masih kuno, sekolah tinggi tidaklah terlalu penting. Begitulah pak Adamas menanggapi keinginan mereka.Sarianti memikirkan cara agar dia bisa berkuliah, dengan merengek Sarianti menarik lengan ayah Dyra lalu berucap manja sambil mengatakan. "Ayah. Tolonglah, semua teman-temanku sekolah di kota. Bagaimana bisa hanya aku yang didesa. Aku malu ayah," ucap Sarianti dengan nada sedih.Dyra masih terdiam, melihat tingkah manja Sarianti itu sungguh membuatnya kesal dan tidak bisa berkata-kata."Dyra juga ingin kuliah." Sekali lagi Dyra mengatakan keinginannya.Ayah Dyra melihat ke arahnya. "Panen tahun ini kurang baik, ditambah lagi sekarang hasil panen tidak bisa dijual karena kapal kita rusak. Untuk modal bertani juga harus diperhatikan belum lagi upah para pekerja belum dibayarkan, adik kalian juga sebentar lagi akan masuk sekolah. Kalau kalian berdua mau kuliah, dimana ayah harus mencari uangnya." Ayah Dyra menjelaskan segala kesusahannya. Yang artinya permintaan mereka tidak bisa di kabulkan.Setelah menjelaskan dengan panjang lebar, Pak Adamas berharap bahwa kedua putrinya itu bisa mengerti tentang keuangan yang tidak mencukupi. Istrinya atau Ibu tiri Dyra mengelus pundak suaminya itu dengan sangat lembut."Pak, kasihan mereka kalau kamu bicara begitu. Kalau kamu setuju aku memikirkan satu cara." Senyumnya manis."Apa itu," ucap ayah Dyra."Bagaimana kalau tahun ini kita mengirimkan Sarianti lebih dulu kuliah, setelah keuangan kita stabil, barulah Dyra juga bisa kuliah di kota." Bujuknya dengan lembut.Setelah kembali berpikir, Adamas setuju dengan ucapan istrinya itu, dia memutuskan bahwa tahun ini Sarianti akan berkuliah lebih dulu. Mendengar itu Sarianti dan Ibunya sangat senang.Hati Dyra terasa perih, selalu saja begini, Sarianti yang akan lebih dulu diutamakan dibandingkan dirinya. Dengan mata berkaca-kaca, Dyra menahan air matanya agar tidak menetes."Ayah, dibandingkan Sarianti, aku lebih pantas untuk lebih dulu kuliah, nilai juga memungkinkan untuk mendapatkan beasiswa," ucap Dyra."Apa kamu mengejekku karena nilaiku rendah," ucap Sarianti dengan penuh kemarahan."Tenanglah," bisik Ibunya kepada Sarianti. "Kenapa kamu marah, apa yang aku katakan adalah kenyataan," ucap Dyra.Melihat Dyra memberontak, Ibu tirinya itu memikirkan cara. "Dyra. Kamu tahu bahwa Sarianti itu tidak terlalu pintar, jika dia tertinggal, maka dia akan lebih bodoh lagi, sedangkan kamu sangat pintar, meski tertinggal satu tahun, aku yakin kamu bisa." Ibu tiri Dyra mendekat dan menatap Dyra dengan senyuman manis."Diamlah!" Bentak Dyra. Lalu kembali berkata. "Dyra anak kandung ayah, mengapa ayah selalu lebih mementingkan Sarianti. Apa sekarang Dyra tidak ada artinya untuk ayah." Suara Dyra menjadi bergetar karena menahan kekecewaan."Dyra! Kamu sudah keterlaluan." Ayah Dyra memasang wajah garang.Dyra yang sudah tidak tahan lagi, melanjutkan ucapannya bahwa Sarianti itu hanya anak tirinya, anak yang dibawa oleh Ibu tirinya, tidak ada hubungan darah."Kurang ajar! Dia ini Ibumu." Ayah Dyra menarik istrinya itu ke hadapan Dyra. "Lihat dia. Sekarang ini dia Ibumu." Tegasnya."Dia bukan Ibuku. Bagi Dyra, wanita ini bukan siapa-siapa, mereka ini hanya orang jalanan yang ayah tampung di rumah Ibuku." Dyra membantah ucapan Ayahnya.Ayah Dyra menjadi sangat marah ketika mendengar perkataan Dyra. Dia memukul meja dengan sangat keras. Setelah itu meangkat jarinya dan mengarahkan pada Dyra."Sekali lagi aku mendengar itu, Ayah akan mengusirmu dari rumah ini. Ingat! Dia ini Ibumu," ucapnya dengan keras."Ibuku sudah meninggal, tidak ada yang bisa menggantikannya. Baik wanita ini atau wanita lain, mereka tidak akan pernah menjadi Ibuku." Dyra menegaskan bahwa Ibunya hanya satu dan tidak akan pernah bisa digantikan.Ibu tiri Dyra mulai merasa geram, wajahnya penuh dengan kemarahan, dia menyeritkan dahinya, tangannya sudah terkepal hendak memukul Dyra, namun semuanya ditahan karena suaminya itu masih dirumah, jika saja suaminya itu tidak ada dirumah, sudah pastilah Dyra akan di siksa.Sarianti juga merasa kesal, dia merasa dirinya dipermalukan oleh Dyra. Rasanya Dyra sudah ingin memberi pukulan."Hiks."Ibu tiri Dyra mulai membuat aksinya, dia berpura-pura menangis, dan merasa hatinya tersakiti mendengar ucapan Dyara.Sarianti mendekat dan mengusap punggung Ibunya itu. "Maafkan aku Ibu, gara-gara aku. Ibu dihina seperti ini oleh Dyra. Padahal Ibu sangat menyayanginya." Melihat sandiwara itu, Dyra sudah tidak tahan lagi, dia pergi meninggalkan mereka, dengan sangat kesal Dyra melangkah kearah kamarnya, kemudian dengan kuat membanting pintu kamar.Dengan ekspresi marah, Ayah Dyra memanggil dengan suara keras. "Dyra! Berhenti disana! Minta maaf pada Ibu sekarang juga." Berteriak keras.Dyra yang telah berada di kamar menutup kupingnya dengan kedua tangannya. Dyra bahkan lupa bahwa saat ini tubuhnya kediinginan karena baju yang dikenakan basah, dia berbaring sambil menarik nafas dengan dalam."Kapan kamu akan kembali, aku disini sudah sangat lama menunggu." Dyra berlirih rindu.Percakapan diluar masih berlanjut, mereka yang bersandiwara masih saja terus menghasut Ayah Dyra."Selama ini Ibu selalu bersikap baik pada Dyra. Tetapi hari ini Dyra sudah sangat menyakiti hati Ibu. Aku sedih untuk Ibu." Sarianti berucap sedih sambil memperhatikan Ayah tirinya itu.Adamas hanyut melihat kesedihan istrinya dan Sarianti. "Jangan menangis, aku yakin suatu hari nanti, Dyra akan mengakuimu sebagai Ibunya." Menenangkan istrinya."Aku juga merasa sedih saat ini, selama ini aku pikir Dyra sudah menerimaku sebagai saudara, tapi aku salah. Dyra hanya menganggap sebagai gelandangan yang Ayah tampung." Sarianti meneteskan air mata."Meski Dyra belum menerimamu, tapi Ayah sudah menganggap sebagai anak kandungku sendiri, cepat atau lambat Dyra juga akan menerimamu sebagai saudara," ucap Ayah Dyra.Ayah Dyra dengan lembut menghibur mereka, setelah keadaan menjadi tenang, barulah Ayah Dyra membereskan barang-barangnya lalu pergi dari sana, dia melangkah masuk kedalam rumah.Sedangkan Sarianti dan Ibunya tertawa tipis melihat pertengkaran anatara Dyra dan Ayahnya. Semakin Dyra tidak mengakui mereka, maka jarak antara Dyra dan Ayahnya akan semakin jauh."Siapa juga yang mau jadi saudaranya. Aku tidak sudi," ucap Sarianti."Anak itu tidak tahu bahwa sikapnya itu memberikan keuntungan bagi kita. Dyra akan diaanggap sebagai anak pembakang." Ibu tiri Dyra tersenyum puas.Setelah selesai membersihkan diri, Dyra menatap ke sekeliling kamarnya. Gambar Almarhum Ibunya terpajang penuh di dinding. Dyra mulai merenung, dengan pelan Dyra berjalan ke arah tempat tidur, dia mulai membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata.Kenangan masa kecilnya terlintas di benaknya. Dulu sekali semua masih terasa indah bersama Ibunya, tapi hari ini, Dyra menyadari bahwa dia benar-benar membutuhkan Ibu kandungnya disisinya."Jika Ibu masih bersama Dyra saat ini, pasti Ibu akan mendengarkan Dyra," gumam Dyra.Dyra menangis tersedu, tubuhnya yang kelelahan membuatnya cepat tertidur.***Matahari mulai terbenam, suara angin dan rasa dingin menandakan malam hari telah tiba. Malam ini Ayah Dyra bertugas jaga malam, di desa ada kebiasaan bahwa setiap orang akan bergantian ronde keliling kampung dan berjaga pos, semua itu diperuntukkan untuk keamanan desa.Brakkk.Suara keras membanting pintu kamar Dyra, orang yang melakukan itu tidak lain adalah Sarianti dan Ibu tiri Dyra. Mereka b
Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya."Dyra," suara memanggil Dyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kerahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat je
Dyra saat ini memandang ke arah langit, menikmati udara malam lewat jendela. Tiba-tiba suara samar-samar memanggil namanya."Dyra," suara memanggil Dyra menoleh dan mendapati Robin sedang berjalan kearahnya dengan mengendap-endap."Apa yang kamu lakukan disini, kenapa tidak lewat depan saja," ucap Dyra."Aku malas bertemu dengan Ibu tirimu," sautnya pelan."Memangnya ada apa, sampai kamu harus datang dengan bersembunyi?""Ayu mengadakan acara di penginapan, sebelum pergi kekota, Ayu ingin mengucapkan perpisahan pada semua orang," jelas Robin."Kita kesana sekarang juga. Tunggu aku disini," ucap Dyra bergegas.Robin menghentikan Dyra. " Kamu mau kemana?" tanyanya."Aku akan berpamitan pada Ayah lebih dulu, tunggu aku di depan," saut Dyra."Bagaimana kalau Ibu tirimu ada disana, pasti dia akan melarangmu pergi dengan dalih sudah malam," ucap Robin.Apa yang dikatakan Robin memang ada benarnya, Dyra berpikir sejenak."Terus kita harus bagaimana?" tanyanya."Seperti biasa, keluar lewat je
Rossy merasa Dyra mulai berani melawannya, selama ini Dyra hanya diam dan menerima perlakuan darinya. Tetapi sekarang Dyra lebih berani dan tidak takut.Tentu Rossy tidak akan membiarkan Dyra seperti itu. "Kamu, sepertinya menjadi kurang ajar." Tangannya menunjuk ke wajah Dyra.Sarianti juga mengambil bagiannya, dia begitu merasa kesal dengan Dyra mulai menghasut Ibunya agar Dyra dihukum. "Cambuk saja Bu, biar dia tahu akibatnya membanta Ibu. " Kata Sarianti memanasi ibunya.Ibu tiri Dyra berdiri dan menuju ke arah Dyra, saat tangannya ingin memukul wajah Dyra tangannya terhenti ditahan oleh Dyra."Karena ayah juga tidak dirumah, maka aku tidak perlu patuh terhadapmu, selama ini aku menjaga perasaan ayah, tapi tidak hari ini" Sembari memegang tangan ibu tirinya.Terkejut melihat ekspresi Dyra yang penuh dengan amarah. Rossy tidak tahu harus berbuat apa lagi, karena itu dia memikirkan satu cara yaitu
"Kenapa ayah tidak mendengarkan penjelasan Dyra, kenapa hanya wanita itu dan para tetangga yang ayah dengar. Sekali saja ayah bertanya pada Dyra apa yang terjadi." Ucap Dyra mulai berkaca-kaca."Ayah tidak perlu penjelasanmu, apapun yang dilakukan ibumu, kamu pasti akan menjelek-jelekkan ibumu." Ayah Dyra yang sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Dyra."Sekali lagi ayah suruh kamu meminta maaf pada ibumu. Kalau tidak ayah akan memukulmu sampai kamu setuju meminta maaf." Ucap ayah Dyra."Pukul saja, lebih baik aku dipukul daripada meminta maaf pada wanita jahat itu." Dyra yang tidak sama sekali takut dipukul oleh ayahnya.Dyra diam dan hanya menatap ibu tirinya itu dengan wajah biasa saja, ayahnya mulai memukul kakinya.Plakk,,. Satu pukulan di kaki Dyra. "Tetap tidak mau minta maaf." Ucap ayah Ardella.Ayah Dyra semakin kesal melihat Dyra yang keras kepala. Mengangkat kembali rotannya tak henti
Keesokan harinya.Pagi sekali seluruh keluarga berkumpul di pelabuhan, mereka memberangkatkan Sarianti untuk melanjutkan sekolahnya. Disana terlihat kesedihan dimata ibu tiri Dyra karena melihat putri kesayangannya pergi, dia memeluk Sarianti dan mengatakan untuk menjaga diri, sedangkan ayah Dyra sibuk merapikan barang bawaan Sarianti."Ibu, aku pasti akan merindukan kalian semua." Peluk Sarianti ibunya."Ibu juga pasti akan merindukanmu sayang." Ucap ibunya membalas pelukan Sarianti."Sarianti hanya pergi untuk menuntut ilmu, dia juga akan masih kembali, jadi jangan menangis." Ucap ayah Dyra."Ayah. Sarianti juga pasti akan rindu ayah." Ucap Sarianti."Ayah juga. Sebaiknya kamu segera masuk. Kapalnya sebentar lagi akan berangkat. Jaga dirimu baik-baik selama berada di kota.""Baik ayah." Kata Sarianti mencium tangan ayah Dyra.Akhirnya Sarianti masuk ke dalam kapal. Kapal
Hari pertama Dyra hidup mandiri, mulai dari hari ini Dyra akan mencari uang sendiri untuk bertahan hidup, selama ini dia bekerja di perkebunannya sendiri, karena itu Dyra masih bingung cara mencari uang di luar sana.Dyra yang tengah bingung pergi ketempat Robin, saat sampai disana Robin juga sedang bersiap untuk menggembala, dia yang melihat Dyra langsung menyapa."Dyra. Tumben kamu sepagi ini udah berkeliaran." Tanya Robin.Dyra kemudian menceritakan dengan singkat permasalahan antara dia dan ayahnya. Mendengar cerita Dyra. Robin hanyut dalam ceritanya dan merasa kasihan melihat temanya."Dyra yang sabar, jangan sedih. Aku akan selalu mendukungmu." Ucap Robin."Sungguh, kau akan membantuku," ucap Dyra tersenyumDengan semangat Robin mengatakan bahwa dia akan membantunya. "Betul. Aku akan membantu dan selalu berada disamping Dyra Karena itu jangan bersedih, Dyra tidak sendirian, aku a
Hujan dan petir terdengar nyaring saling sahut, sebuah rumah yang mewah dipenuhi dengan aura mencekam, di dalam rumah itu, seorang lelaki paruh baya sekitar 50 tahunan duduk di sofa.Semua orang tengah berkumpul, sekitar empat orang di sana duduk saling berhadapan."Itu semua salahmu, jika bukan karenamu Anggara tidak akan mati," suara berat berbicara lebih dulu."Sudahlah kak, Ayah akan marah," seorang gadis dengan suara lembut menyahut.Sedangkan wanita paruh baya hanya meneteskan air mata tanpa bicara sepatah kata.Ashmore. Alih-alih mengatakan bahwa mereka adalah keturunan bangsawan yang berasal dari jerman. Sebulan lalu alih waris Ashmore yang bernama Anggara Ashmore wafat saat menjalankan bisnis.Didunia bisnis, kematian bisa saja menghampiri setiap saat."Mulai hari ini, kau akan menempati posisi Anggara, persiapkan dirimu sebagai ketua dari Ashmore," suara berat dan disertai bat