Share

Bab 5

Setelah selesai membersihkan diri, Dyra menatap ke sekeliling kamarnya. Gambar Almarhum Ibunya terpajang penuh di dinding. Dyra mulai merenung, dengan pelan Dyra berjalan ke arah tempat tidur, dia mulai membaringkan tubuhnya dan memejamkan mata.

Kenangan masa kecilnya terlintas di benaknya. Dulu sekali semua masih terasa indah bersama Ibunya, tapi hari ini, Dyra menyadari bahwa dia benar-benar membutuhkan Ibu kandungnya disisinya.

"Jika Ibu masih bersama Dyra saat ini, pasti Ibu akan mendengarkan Dyra," gumam Dyra.

Dyra menangis tersedu, tubuhnya yang kelelahan membuatnya cepat tertidur.

***

Matahari mulai terbenam, suara angin dan rasa dingin menandakan malam hari telah tiba.

Malam ini Ayah Dyra bertugas jaga malam, di desa ada kebiasaan bahwa setiap orang akan bergantian ronde keliling kampung dan berjaga pos, semua itu diperuntukkan untuk keamanan desa.

Brakkk.

Suara keras membanting pintu kamar Dyra, orang yang melakukan itu tidak lain adalah Sarianti dan Ibu tiri Dyra. Mereka berniat membalas perlakuan Dyra.

Dyra terbangun mendengar suara itu. Melihat Ibu tirinya dan Sarianti sudah berada di kamarnya.

"Apa yang kalian lakukan disini?" Dyra menatap dengan sinis.

Karena kejadian tadi siang, Ibu tiri Dyra masih kesal. "Tidak kusangka kau berani merendahkanku, akan kuberi kau pelajaran supaya bisa lebih hormat pada orang tua." Ibu tiri Dyra mendekat.

Kemudian Ibu tirinya itu menjambak rambut Dyra dengan kuat, lalu Sarianti mengikat tangan Dyra dan menutup mulut Dyra dengan kain.

"Lepaskan." Dyra berusaha untuk bersuara.

"Diamlah! Kau itu harus mengerti siapa yang berkuasa disini." Ibu tiri Dyra terus menarik rambut Dyra.

Walau berusaha melepaskan diri, tetap saja Dyra tidak bisa. Tubuhnya diseret keluar dari kamar.

"Mau diapain dia?" tanya Sarianti.

"Masukkan saja ke gudang, malam ini biarkan dia tidur di sana bersama tikus-tikus. Itu sangat cocok untuknya." Tertawa keras.

Dengan semangat mereka menyeret tubuh Dyra ke gudang, mereka melemparkan tubuh Dyra ke dalam gudang dan mengunci pintu dari luar.

"Rasain!" Sarianti terus saja tertawa, puas melihat Dyra dikurung.

"Setelah ini, dia akan mengerti siapa yang dia lawan." Ibu tiri Dyra menaikkan alisnya.

Dyra yang berada di gudang saat ini merasa ketakutan, tubuhnya mulai gemetar karena kedinginan, gelapnya malam lebih membuatnya takut, ditambah dengan suara-suara tikus yang berkeliaran di sekitarnya. Tangan dan kakinya yang terikat membuat Dyra tidak bisa bergerak, mulutnya masih tertutup sehingga Dyra tidak bisa bersuara meminta pertolongan.

Dyra menyeret tubuh dengan perlahan, dia berada di dekat pintu, Dyra membanting pintu dengan tubuhnya, sekuat apapun Dyra melakukannya, tidak seorang juga yang datang untuk menolong.

Dyra yang kelelahan mulai menyerah, dia bersandar ke dekat pintu sambil berusaha melepaskan ikatannya.

"Selalu saja seperti ini, kapan Ayah akan sadar dengan kelakuan mereka," gumam Dyra dengan sedih.

Tubuh Dyra semakin kedinginan, dia bergetar menahannya, setelah sekian waktu, akhirnya Dyra tertidur.

Disisi lain, tampaklah Rossy dan Sarianti senang, mereka senang memasukkan Dyra ke gudang.

"Seharusnya hukumannya berat Bu. Cambuk aja sekalian. Kalau hanya dikurung di gudang terlalu ringan, besok juga dia keluar." Sarianti memberikan saran pada Ibunya.

"Mencambuknya tidak bisa Ibu lakukan. Jika meninggalkan bekas, Ayah tirimu akan tahu kalau Dyra kita siksa," ucap Rossy.

"Benar juga. Ayah tidak akan pernah sadar kalau Dyra tidur di gudang."

Mencambuk Dyla akan meninggalkan bekas di tubuhnya, sehingga Rossy selalu memilih mengurung Dyra di gudang dan tidak memberi makan sepanjang hari.

***

Subuh-subuh sekali Rossy dan Sarianti kembali ke gudang, mereka harus melepaskan Dyra sebelum Ayah Dyra kembali. Saat membuka pintu gudang, Dyra masih tertidur. Dengan berteriak Rossy membangunkan Dyra.

"Bangun!" Rossy menendang tubuh Dyra.

Dyra terkejut, dia masih mengerjapkan matanya, perlahan melihat Rossy dan Sarianti di depannya.

"Cepat kau bangun!" Dengan kasar Sarianti membuka ikatan Dyra.

Dyra menatap, tapi tidak berbicara. Dia seakan enggan melawan.

"Cepat kau pergi kedapur dan siapkan sarapan,. Awas sampai kau mengadu pada Ayahmu. Aku akan lebih menyiksamu lagi," ucap Rossy.

"Pergi sana!" Sarianti mendorong Dyra.

Dyra terbanting ke dinding, kakinya sangat terasa keram. Perlahan Dyra mulai berjalan ke arah dapur, tatapan dan pandangannya terasa kosong, ingin menangis pun tidak mampu lagi, mengadu pada Ayahnya tidak ada gunanya, Ayahnya tidak akan pernah percaya pada Dyra.

***

Pagi Hari.

Ayah Dyra telah kembali, semua orang menyambut kedatangannya. Sarianti lebih dulu menghampiri Ayah tirinya itu lalu menyalim. Diikuti oleh Rossy dari belakang, tersenyum manis menyambut kedatangan suaminya itu.

Berbeda dengan Dyra, sikap acuh dibenamkan dalam dirinya.

Semua berjalan seperti biasanya, Ayah Dyra tidak tahu sama sekali. Mereka berkumpul di meja makan.

"Sebaiknya kamu mulai persiapan masuk kuliah. Jika ada yang kamu butuhkan, beritahu Ayah," ucap Ayah Dyra.

Sarianti merasa senang, raut wajahnya menunjukkan kebanggaan karena telah berhasil merebut perhatian Ayah Dyra.

"Terima kasih Ayah, Sarianti sayang Ayah," saut Sarianti meriah.

Dyra menatap kearah Sarianti, dengan wajah datar dan tidak berkomentar, Dyra hanya menyantap makanannya, perlakuan ini sudah biasa baginya, karena itu hati Dyra mulai membatu.

Ayah Dyra memutuskan untuk tidak mempekerjakan orang di kebunnya. Meminta Dyra membantu dan bekerja di kebun, sebagai gantinya tahun depan Dyra akan melanjutkan sekolahnya.

"Untuk sementara Dyra bantu Ayah untuk mengelola kebun, modal ayah tidak cukup untuk membayar upah para pekerja, jadi untuk tahun ini, kebun kita kelola sendiri," kata Ayah Dyra.

Dyra menurut dan mendengarkan perkataan Ayahnya dan berpikir bahwa Ayahnya yang sedang kesusahan membuatnya tidak bisa menolak. Apapun yang terjadi padanya, meski tersiksa Dyra tidak pernah peduli tentang dirinya, meskipun kadang Ayahnya mengabaikan dirinya, kasih sayang Dyra terhadap Ayahnya tidak pernah berkurang, Dyra selalu berharap suatu hari Ayahnya akan melihat wajah asli dari Ibu tirinya dan Sarianti.

Rossy sebagai istri yang baik berusaha menunjukkan sikap perhatian dan manis.

"Aku juga akan ikut bekerja di kebun, agar bisa membantu keuangan kita membaik." Memegang tangan Ayah Dyra dengan lembut.

Mendengar perkataan sang istrinya membuat Ayah Dyra semakin mencintainya.

"Terima kasih sayang, tapi kamu tetap harus memperhatikan anak-anak. Aku tidak ingin kamu terlalu lelah mengerjakan pekerjaan rumah dan pekerjaan di kebun." Senyum Ayah Dyra pada Rossy.

Sikap manis yang kulihat itu terasa menjijikkan, bahkan sampai sekarang Ayah tidak pernah tahu kalau selama ini aku yang melakukan pekerjaan rumah. Wanita itu hanya mengandalkan mulutnya untuk merayu Ayah. Lihat saja nanti, suatu hari Ayah akan percaya padaku. Batin Dyra.

"Ayah, aku belum terlalu paham cara bekerja di kebun," ucap Dyra.

"Nanti akan Ayah ajarkan, kamu juga bisa minta bantuan dari para pekerja lain, tidak semua orang Ayah berhentikan," ucap Ayah Dyra.

"Baiklah Ayah," saut Dyra.

"Ayah, bisakah aku minta uang, soalnya aku harus membeli perlengkapan kuliah." Pinta Sarianti lembut.

"Nanti Ayah berikan setelah selesai makan," ucap Ayah Dyra.

"Terima kasih Ayah," saut Sarianti tersenyum lebar.

"Rasain, sekarang Ayah lebih sayang aku dan Ibuku," batin Sarianti.

Dyra dan Sarianti sali beradu tatap, Dyra tahu apa yang sedang dipikirkan Sarianti, setelah saling menatap, Sarianti menjulurkan lidahnya ke arah Dyra.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status