Share

Gadis Incaran Duda Menawan
Gadis Incaran Duda Menawan
Penulis: Author Mars

Alasan Bercerai

Penulis: Author Mars
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 14:45:52

Di sebuah apartemen yang mewah namun kini kacau balau, pecahan vas bunga, gelas, dan barang-barang antik tersebar di lantai. Suasana di ruangan itu terasa tegang, seperti angin badai yang baru saja berlalu. Di tengah kekacauan itu, seorang wanita muda dengan rambut panjang terurai dan mengenakan pakaian kasual berdiri mematung, tatapannya penuh emosi. Di depannya, seorang pria tampan dengan postur tinggi tegap berdiri dengan wajah dingin, seperti dinding batu yang tak bisa ditembus.

"Tanpa alasan, kau mengakhiri ini semua? Kenapa?" suara wanita itu pecah, menggema di antara dinding apartemen. Matanya berkilat dengan campuran rasa sakit dan amarah.

Pria itu menarik napas panjang, mencoba menghindari tatapan wanita itu. Suaranya terdengar tenang, namun dingin seperti es yang mencair perlahan. "Karena pernikahan kita adalah satu kesalahan besar. Aku sangat menyesalinya," jawabnya, setiap kata bagai belati yang menancap di hati wanita itu.

Wanita itu mengepalkan kedua tangannya dengan gemetar. Rasa sakit yang menyesakkan dada kini berubah menjadi pertanyaan yang memaksanya berbicara. "Apakah kau memiliki wanita lain?" tanyanya dengan suara serak, matanya yang berkaca-kaca mengungkapkan luka yang mendalam.

Daniel mengalihkan pandangannya, enggan menatap langsung ke mata istrinya. "Charlotte," katanya dengan nada datar, "surat perceraian sudah kusiapkan. Uang dan apartemen ini menjadi milikmu. Yang aku inginkan hanyalah berpisah denganmu." Setelah itu, dia berbalik, melangkah perlahan menuju pintu, seolah ingin mengakhiri semuanya dengan satu langkah keluar.

Charlotte menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir tumpah. "Daniel Harris," panggilnya dengan nada yang lebih kuat, "Beritahu aku alasan untuk bercerai. Uangmu dan apartemen ini aku tidak butuh."

Daniel menghentikan langkahnya sejenak di ambang pintu, punggungnya tegap, tetapi ia tidak berbalik. Hanya ada keheningan singkat sebelum dia berkata dengan suara yang nyaris tidak terdengar, "Aku sudah membuat keputusan." Tanpa basa-basi, dia membuka pintu dan pergi begitu saja, meninggalkan Charlotte yang berdiri terpaku, ditemani keheningan dan pecahan kenangan mereka di lantai.

Charlotte menggigit bibirnya, air mata yang tadi ia tahan akhirnya jatuh membasahi pipinya. Tangannya mengepal di sisi tubuh, suaranya terdengar serak namun penuh dengan kemarahan dan luka yang mendalam.

"Daniel Harris, aku bersumpah selamanya tidak akan memaafkan-mu," ucapnya dengan nada tegas.

Daniel, yang kini berdiri di luar pintu, terdiam sejenak. Ia bersandar pada dinding lorong apartemen, tangannya mengusap wajahnya yang terlihat lelah. Dalam keheningan, matanya yang berkaca-kaca menyiratkan emosi yang sulit ia ungkapkan. Ia memejamkan mata, menghela napas panjang.

"Maaf," gumamnya pelan, hampir seperti berbisik kepada dirinya sendiri. "Kita ditakdirkan tidak bisa bersama. Apa alasannya, suatu saat kau akan mengetahuinya." Batinnya bergejolak, namun ia tetap melangkah pergi, meninggalkan segala kenangannya.

1 Tahun yang lalu, sebelum pertemuan Daniel dan Charlotte.

Di atas bukit yang gelap dan dingin, seorang wanita berdiri dengan matanya berbinar penuh harapan. Angin malam bertiup kencang, membuat rambut panjangnya berkibar. Di hadapannya berdiri seorang pria, dengan tatapan yang sulit ditebak.

"Daniel, aku mengandung anakmu," kata wanita itu dengan suara lembut, penuh kebahagiaan yang terpancar dari senyumnya. Ia meraih tangan pria itu, menggenggamnya dengan lembut. "Akhirnya kita bisa memiliki keturunan setelah kita menikah selama setahun."

Daniel memandangnya dengan senyuman kecil, tetapi bukan senyuman kebahagiaan. Senyuman itu dingin, penuh arti yang tak bisa ditebak. "Mengandung anakku?" tanyanya dengan nada sinis, membuat wanita itu sedikit terkejut. Sebelum ia sempat merespons, tangan Daniel bergerak cepat. Pisau yang sejak tadi disembunyikan di balik jaketnya kini menghujam perut wanita itu.

"Aahh!" jerit wanita itu, tubuhnya terhuyung ke belakang, memegangi perutnya yang kini mengucurkan darah segar. Rasa sakit luar biasa melumpuhkan tubuhnya, membuatnya tak percaya pada apa yang baru saja terjadi.

"Ke-kenapa?" tanyanya dengan suara lemah, matanya menatap pria yang dicintainya dengan ketidakpercayaan. Namun Daniel tidak menjawab, hanya menatapnya dengan tatapan dingin yang membuat tubuhnya terasa semakin lemah.

Pisau itu kembali menghujam perutnya, bukan sekali, tapi dua kali lagi. Setiap tusukan membawa rasa sakit yang tak tertahankan, membuat wanita itu terjatuh berlutut. Darah membasahi tanah di bawahnya, menciptakan genangan merah di bawah kaki mereka.

Daniel menghela napas pelan, lalu, tanpa ragu, ia menendang tubuh wanita itu. Wanita itu terjatuh ke jurang dengan jeritan terakhir yang melengking, tubuhnya melayang bebas sebelum akhirnya terhempas ke aliran sungai yang deras di bawah. Suara tubuhnya menghantam air menggema di antara tebing-tebing, sebelum tenggelam sepenuhnya dalam derasnya arus malam.

Daniel berdiri di tepi bukit, menatap ke bawah dengan ekspresi datar. Angin kencang menggoyangkan dedaunan di sekitarnya, membawa aroma darah yang masih menempel di pisau di tangannya. Tanpa kata, ia berbalik, melangkah menjauh dari tempat itu, meninggalkan malam yang menjadi saksi bisu kekejaman yang baru saja terjadi.

"Aku adalah Daniel Harris, Mana mungkin akan mempertahankan wanita sepertimu," batinnya.

2 Bulan Kemudian

Di sebuah jalan yang sepi, seorang gadis berambut panjang berjalan dengan santai sambil membawa galon kosong di tangannya. Langkahnya terlihat malas, dan wajahnya penuh dengan ekspresi jengkel. Suaranya terdengar pelan, namun cukup jelas untuk mencerminkan isi hatinya.

"Sudah nikah cerai berulang kali, tapi saat disuruh angkat galon, selalu saja tidak kuat. Papa itu selalu cari alasan. Pantas saja nenek suka memukulnya," gumam gadis itu dengan nada kesal.

Langkahnya tiba-tiba terhenti ketika ia menoleh ke arah sebuah kafe yang berada di sisi jalan. Matanya menangkap sosok yang sangat familiar di balik kaca. Seorang pemuda tampan sedang duduk di sana, tersenyum dengan begitu manis, membuat hatinya berdegup kencang. Namun, senyumnya memudar saat melihat siapa yang duduk bersamanya.

"Calvin?" gumamnya, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tatapannya tertuju pada pemuda itu yang kini memegang tangan seorang gadis lain. Gadis yang duduk bersamanya terlihat cantik, dengan senyum yang lembut dan penuh pesona. Ia bahkan melihat Calvin dengan santai mencium tangan gadis itu, seperti menunjukkan kasih sayang tanpa rasa bersalah.

"Kurang ajar," gumamnya lagi, kini dengan nada yang lebih rendah namun penuh kemarahan. "Dia berani berselingkuh di belakangku." Tubuhnya membeku di tempat, dadanya terasa sesak seperti tertimpa beban berat. Perasaan campur aduk memenuhi benaknya—kemarahan, kecewa, dan rasa sakit bercampur menjadi satu.

Dengan langkah penuh amarah, gadis itu memasuki kafe tanpa mempedulikan tatapan para pengunjung. Tangan kanannya menggenggam galon kosong erat-erat, sementara matanya tertuju pada Calvin yang masih duduk bersama gadis lain. Ia tidak memberi waktu untuk penjelasan atau pembelaan.

Brak!

Galon kosong itu menghantam kepala Calvin dengan keras, membuat pria itu terhuyung ke belakang. Suara benturan keras disertai jeritan Calvin langsung membuat semua pengunjung menoleh, terkejut dengan kejadian tak terduga itu.

"Aah!" jerit Calvin sambil memegangi kepalanya yang terasa nyeri. Wajahnya menunjukkan rasa sakit bercampur kaget. Ia memandang ke arah gadis yang berdiri di hadapannya dengan galon di tangan, wajahnya penuh kemarahan. Matanya terbelalak ketika akhirnya mengenali siapa gadis itu.

"Lollipop?" tanyanya dengan suara gemetar, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Aku adalah Charlotte Wilson," katanya tegas, suaranya menggema di ruangan yang kini hening. "Dan hari ini aku akan menghajarmu habis-habisan!" lanjutnya dengan nada penuh kemarahan.

Para pengunjung saling berbisik, Di pojokan kafe, seorang pria misterius yang sejak tadi duduk sambil menyeruput kopinya mengamati Charlotte dengan tatapan tertarik. Ia tidak berkata apa-apa, hanya mengamati dengan senyum kecil di wajahnya, seolah menemukan sesuatu yang menarik dari gadis itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charlotte Sadar

    Keesokan harinya, Charlotte perlahan membuka matanya. Pandangannya masih buram, dan aroma khas rumah sakit menyeruak ke dalam indra penciumannya. Lampu ruangan yang redup membuatnya merasa sedikit nyaman, tapi saat kesadarannya pulih sepenuhnya, ia segera menyadari bahwa tempat ini asing baginya.Sebelum sempat berpikir lebih jauh, seorang suster yang tengah merapikan peralatan medis di samping ranjangnya terkejut melihatnya sudah terjaga."Nona, Anda sudah sadar!" seru suster itu dengan wajah lega.Charlotte mengerutkan kening, mencoba mengingat bagaimana ia bisa sampai di tempat ini. Ada perasaan lelah yang masih menggerogoti tubuhnya, tapi lebih dari itu, ada kepedihan yang terus bersemayam di hatinya."Ada apa denganku? Kenapa aku masuk rumah sakit?" tanyanya, suaranya serak dan lemah.Suster itu tersenyum lembut, seolah ingin menenangkan Charlotte. "Supir taksi yang membawa Anda ke sini. Anda pingsan karena kelelahan," jelasnya.Charlot

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Pernah Bahagia Bersama

    Daniel duduk di tepi ranjangnya, menatap kosong ke luar jendela. Malam sudah larut, dan hanya cahaya lampu jalan yang samar-samar menerobos ke dalam kamarnya. Dalam genggaman tangan kirinya, ia menatap cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya. Sebuah benda kecil yang seharusnya melambangkan cinta dan kebahagiaan, tapi bagi Daniel, itu hanyalah simbol dari kenyataan pahit yang harus ia terima.Ia menghela napas panjang, matanya yang lelah masih menatap cincin itu. "Charlotte Wilson, kita ditakdirkan tidak bisa bersama dan harus bermusuhan… " Pikirannya berputar pada wanita yang telah menjadi istrinya, wanita yang ia cintai tapi juga wanita yang terikat dengan seseorang yang paling ia benci di dunia ini—ayahnya.Daniel mengepalkan tangannya, merasakan cincin itu semakin menekan jarinya. "Walau pada saat itu kau akan membenciku juga tidak apa-apa… "Suaranya bergetar, nyaris tak terdengar. "Aku tidak membencimu sama sekali, Charlotte… Mata Daniel mulai memanas, tapi ia cepat-cep

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charlotte Tidak Sadarkan Diri

    Charlotte berdiri di ambang pintu dengan tubuh bergetar, bukan karena ketakutan, tetapi karena amarah yang membakar setiap inci dirinya. Matanya memerah, dan air mata yang ia tahan akhirnya jatuh tanpa bisa dikendalikan. Ia tak lagi peduli jika terlihat lemah—saat ini, ia hanya ingin melampiaskan semua rasa sakitnya."Tuan, mungkin istri Anda akan datang. Lebih baik kita hentikan dulu," ucap wanita itu dengan suara menggoda, meski ada sedikit kegelisahan dalam nadanya.Daniel tertawa kecil, sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah. Ia mengusap wajah wanita itu dengan penuh gairah sebelum menjawab, "Kristy, biarkan saja. Jangan sampai dia merusak kesenangan kita. Tubuhmu sangat seksi dari atas hingga bawah, dan selain membuatku puas, mulai saat ini aku tidak membutuhkan siapa pun, termasuk Charlotte. Aku hanya membutuhkanmu. Tetap rawat tubuhmu dan buat aku bahagia."Kata-kata itu bagai pisau yang menusuk jantung Charlotte tanpa belas kasihan. Tangannya

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Charlotte Semakin Terluka

    "Kita tidak serasi sama sekali. Kalau bersama juga tidak akan bahagia. Daripada dipaksa lebih baik diakhiri saja," ucap Daniel dengan suara dingin dan tak berperasaan.Charlotte menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. Sakit. Kata-kata itu menusuknya tanpa ampun. Dua bulan yang ia habiskan sebagai istri pria itu ternyata tidak berarti apa-apa baginya. Hanya omong kosong."Baru dua bulan menikah, kau sudah bisa melontarkan ucapan seperti itu?" Suaranya bergetar. "Daniel Harris, aku tidak menyangka kau adalah manusia paling kejam dan tidak berperasaan."Daniel tersenyum miring, seolah menikmati rasa sakit yang ia berikan. "Iya, aku adalah pria yang tidak berperasaan," katanya tanpa sedikit pun penyesalan. "Jadi jangan serius dan percaya semua ucapanku. Aku bisa memberi janji apa saja di saat aku ingin memiliki seorang gadis. Setelah itu, aku akan bosan dan ingin meninggalkannya. Itulah sikapku yang sebenarnya."Charlotte terkekeh sinis. Tawanya dipenuhi kepedihan. Air mata yang sejak

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Membencimu

    "Bos, apakah Anda tidak ingin memberitahu kakak ipar yang sebenarnya?" tanya Levis dengan ragu. Daniel menghela napas panjang, jemarinya mengetuk ringan permukaan meja. "Dia akan tahu suatu saat nanti," jawabnya dengan suara pelan, tetapi penuh kepastian. "Namun, pada saat itu, semuanya sudah berubah."Levis menatap Daniel dengan hati-hati. "Lalu, apa rencana kita selanjutnya?" tanyanya, mencoba mengalihkan pembicaraan ke hal yang lebih penting.Daniel menegakkan tubuhnya, sorot matanya kembali tajam seperti biasanya. "Selidiki di mana markas mereka," perintahnya dengan suara dingin. "Aku harus membubarkan organisasi mereka."Levis mengangguk mantap. "Baik, Bos," jawabnya tanpa ragu.Daniel meraih gelasnya dan meneguk isinya dalam satu tegukan sebelum berkata, "Pergilah! Aku ingin sendirian!"Tanpa banyak bicara, Levis segera beranjak dari sana, meninggalkan bosnya yang masih tenggelam dalam pikirannya. Namun, saat tiba di pintu, ia berhenti sejenak dan menoleh ke arah Daniel.Dalam h

  • Gadis Incaran Duda Menawan   Ingin Bercerai

    Beberapa hari kemudian.Charlotte masih sibuk mencari keberadaan suaminya yang hilang tanpa jejak. Ia mencoba menghubungi nomor Levis, tetapi tidak aktif. Nomor suaminya pun tak bisa dihubungi. Hanya ada satu cara—Charlotte harus kembali ke rumah keluarga suaminya dan menemui Sannia serta Lucia, adik tiri Daniel."Suamimu tidak pulang, dan kau mencarinya di sini? Apa dia sudah mencampakkanmu?" tanya Sannia dengan nada mengejek."Apakah Daniel pernah pulang ke sini?" tanya Charlotte, mengabaikan ejekan itu."Dia seorang mafia. Mana mungkin selalu ada di rumah? Kalau kau sudah memilih menikah dengannya, maka kau harus bersabar dan menerima apa adanya. Kakakku itu orang yang berbahaya dan tidak punya perasaan. Meskipun kau istrinya, jangan lupa bahwa Kristy selalu ada di sisinya," jawab Lucia santai."Jangan mengarang cerita di depanku. Wanita itu sudah pergi," balas Charlotte tegas."Kau percaya begitu saja? Kristy adalah wanita paling penting setelah Samantha. Daniel hanya ingin menenan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status