Mata Lisha membulat sempurna, seperti seekor elang yang menatap mangsanya. Tatapan perempuan ini sangat tajam dan menusuk, tepat terarah ke istri Xavier. Seolah dari pandangan tersebut bisa menembus kulit, daging, tulang Gaia. Semua terkesima mendengar kemarahan wanita yang mencintai suami orang lain ini.
"Kamu gila!" Lisha berteriak sampai suaranya bergetar dengan amarah yang tidak terbendung. Citra anggun yang selama ini dijaga Bai Lisha, hancur berkeping-keping layaknya sesuatu jatuh dari ketinggian lalu mendarat ke tanah. Sangat hancur dan tidak terbentuk, ruat wajah perempuan tersebut sangat merah padam, mata melotot tajam dengan jari menunjuk ke arah Gaia. Gaia hanya menyeringai sinis kala mendengar ucapan gadis yang mencintai suaminya ini, ia sangat puas melihat kemarahan yang terpancar dari wajah Lisha. Sudut bibir terangkat membentuk senyuman mengejek. Dia segera membuang muka sambal melipat tangannya di depan dada, menunjuk sikap acuh tak acuh. "Kamu gak mampu, kan? malah mengataiku gila. Kalau gak mampu, ya gak usah mau mengatur-ngatur hidupku, kamu tidak layak untuk hal itu," ucap Gaia dengan nada sinis. Suara perempuan itu sangat dingin dan menusuk, membuat Harga diri Lisha sangat terluka. Tangan Bai Lisha mengepal erat, kukunya seakan menancap ke telapak tangan dan menembus. Raut wajah perempuan itu menegang, tatapan wanita ini terarah ke Gaia, seolah hanya dari pandangan mata ini bisa membakar gadis yang membuat ia sangat emosi. Napas Lisha Bahkan tersengal dengan dada naik turun berusaha menahan amarah yang memuncak. "Ternyata kamu menikah dengan putraku mengincar harta kami! Benar dugaanku, aku harus segera memberitahu Xavier, dia salah memilih wanita," desis Silvana. Gaia memutarkan bola mata dengan malas, terlihat sangat bosan mendengar ocehan yang keluar dari mulut sang mertua. Ia Bahkan menghela napas sangat Panjang, menggelengkan kepala dengan ekspresi datar. Sikap tak peduli perempuan ini memancing amarah Silvana, membuat wanita ini sangat geram. "Kamu, kamu harus bercerai dengan anakku sekarang juga!" teriak Silvana. Suaranya bergetar sangat kuat, menunjukkan gejolak amarah yang tidak terbendung. Wajah perempuan ini sampai memerah, tangan mengepal kuat. Seolah siap menerkam dan menghancurkan Gaia kapan saja. "Maaf, Mama. Aku sekali lagi harus mengecewakanmu, aku gak akan pernah menceraikan Xavier," jawab Gaia. Dari nada bicara Gaia sangat terdengar tenang namun ada ketegasan di sana, seolah menantang amarah Silvana yang sudah sangat membara. Silvana sudah sangat terlampau emosi, ia mengerutkan kening, matanya menyipit tajam. "Kamu pikir kamu bisa melawan kami? Kamu harus tau! Di sini kami yang memiliki kuasa, kamu hanya menantu yang gak jelas asal-usulnya." Setelah berkata demikian, Silvana melirik dua pria yang tadi memegangi Gaia, dengan gerakkan mata dan perintah yang terlontar di mulut. mereka segera melaksanakan tugas. "Cepat pegang dia!" Alarm diotak langsung berbunyi kala mendengar perintah yang keluar dari mulut mertuanya, merasa dalam bahaya. Perempuan tersebut segera berlari dan dikejar dua pria yang diperintahkan Silvana. "Lepas!" teriak Gaia. Mereka tertawa melihat Gaia terus memberontak tetapi kala tenaga dengan pria yang memeganginya, perempuan yang tak menyukai istri Xavier ini bersidekap bersamaan dan memandang mengejek ke arah wanita yang terus meminta dilepaskan. "Kami gak akan melepaskanmu sebelum kamu menandatangani surat perceraian ini," balas Silvana. Suara perempuan ini sangat menusuk seperti pisau tajam yang langsung ditajamkan tanpa aba-aba, sedangkan Gaia terus memberontak. Memcoba melepaskan diri walau sadar pasti kalah tenaga. Silvana yang melihat sang menantu masih belum menyerah, wanita itu melayangkan tamparan ke pipi istri Xavier. "Sudahlah, Gaia. Kamu terima nasib aja, jangan keras kepala. Bisa gak sih! Gak usah melawan kami terus, apa tidak capek," ujar Lisha. Ucapan Lisha terdengar sangat tajam dan dari nada sangat mengartikan jika tidak ingin ada penolakan Kembali. Perempuan ini melangkah agar lebih dekat dengan Gaia. "Aku masih berbaik hati padamu, aku bakal memberikan uang jika di negaramu senilai tiga ratus juta rupiah. Aku akan memberikan sebanyak itu jika kamu menandatangani surat perceraian ini," lontar Lisha. "Ini sudah termasuk banyak buat kamu rakyat miskin, jadi ayo cepat! Jangan banyak tingkah, cepat tanda tangani surat ini," lanjutnya. Perempuan itu tidak bisa menyembunyikan, ada nada kebencian yang keluar dari mulutnya. Sedangkan Gaia tersenyum sinis walau keadaan sangat tidak mendukung dia, melihat seringai yang muncul di bibir istri Xavier. Tangan Bai Lisha mengepal, urat leher sampai menonjol akibat emosi yang menggunung. "Cih! Uang segitu mana cukup, Nona Bai yang terhomat," ketus Gaia. Silvana yang sudah tak tahan dengan tingkah menantunya, ia segera mengeluarkan perintah untuk menyiksa perempuan tersebut. Jeritan istri Xavier menggema di ruangan, sedangkan ketiga wanita ini tersenyum penuh kebahagiaan. Rambut Gaia dijambak, alat penyiksaan mulai digunakan untuk menganiaya perempuan ini. "Hahaha … ini akibatnya kalau kamu terlalu memandang tinggi diri sendiri, bahak menolak tawaran uang yang ditawarkan Nona Bai. Beraninya kamu!" geram Xinxin dengan nada sinis. Di luar kediaman ini, Xavier baru saja sampai, dia segera berlari memasuki kediaman,air mata menetes membanjiri wajah, Bahkan darah di jari-jari perempuan tersebut. Seringai segera muncul kala melihat sang suami berada di sini, begitupun beberapa orang langsung bungkam dan menundukkan kepala melihat anak Silvana. "Kamu mau memisahakan aku dengan suamiku? gak akan bisa! Uang segitu gak ada artinya bagiku, aku gak akan meninggalkan Xavier. Kecuali dia melanggar perjanjian kami," sungut Gaia. Perkataannya sangat tegas dan berani, Bahkan manik mata tidak berkedip sekalipun. Tatapan tajam terarah pada perempuan bermarga Bai. Lisha merasa terhina, ia langsung menendang dengan penuh kekuatan ke Gaia, membuat wanita ini sampai terjungkal. Tubuh menghantap lantai, Xavier melihat adegan tersebut segera berteriak kencang. "Istriku!" Mendengar teriakan dan kedatangan Xavier yang menurun mereka sangat tiba-tiba membuat ketiga perempuan ini terkejut. Mereka hanya mematung melihat lelaki ini membopong Gaia dan mendudukkan ke sofa. "Sayang … ini sangat menyakitkan," adu wanita itu. Suara Gaia bergetar seperti menahan sakit, air mata menetes dengan bebas. Ia menunjukkan jemari yang berdarah, beberapa luka tusukkan sangat terlihat jelas. Wajah perempuan ini pucat, bibir mengerucut menahan rasa nyeri yang menyerang. Xavier begitu terkejut melihat luka dijari lentik sang istri, mata membulat sangat sempurna. Gigi terdengar beradu, tatapan langsung terarah pada ketiga perempuan yang menjadi tersangka, Bahkan mereka kini menunduk takut akibat aura menguar dari tubuh lelaki ini sangat mengerikan. "APA YANG KALIAN LAKUKAN! kenapa menyakiti istriku, ha!" murka Xavier. Mereka sangat terkejut dengan amarah yang keluar dari Xavier, Lisha mendengar bentakan lelaki ini berusaha memberanikan diri. Ia mendekat memcoba menyentuh lengan suami Gaia dengan lembut tetapi di tepis kasar oleh sang empu. "Vier, sadarkan dirimu! Dia, dia pantas mendapatkan siksaan ini. Dia menikahimu cuma demi uang, Bahkan dia meminta uang yang sangat besar untuk menyetujui tanda tangan disurat perceraian ini," seru Lisha menunjuk surat cerai. "Dia hanya perempuan gila uang, Vier. Dia gak pantes bersanding denganmu," lanjutnya. Lisha berkata demikian seperti ingin setiap kata yang keluar dari bibirnya, bisa menancap di hati lelaki tersebut lalu membuat pria ini menceraikan Gaia. Xavier diam mematung tidak merespon, ia memandang wajah sayu istrinya. Sedangkan perempuan ini kembali membalas pandangan pria yang menikahinya ini.Semua langsung heran mendengar perkataan Gaia, beberapa dari mereka memandang Xinxin yang menundukkan kepala. Wajah gadis itu berkeringat dingin, bahkan beberapa kali melangkah mundur. "Maksudmu apaan, jangan bercanda dong," lontar salah satu teman Xinxin. Gaia memiringkan kepala, dia memandang wajah gadis yang berbicara tadi. "Aku gak pernah bercanda, ahh ... lebih tepatnya aku gak bercanda, lagian ... bukannya Xinxin tidak pernah mengakuiku sebagai kakak ipar kan. Bukannya kamu hanya mengakui Bai Lisha," balas Gaia sinis. "Mana mungkin Kakak! Dia seorang narapidana," jawab Xinxin cepat. "Cuma kakak yang pantas jadi kakak iparku." Perempuan itu menaikkan alisnya saat mendengar ucapan Xinxin, dia kini bersidekap dan memandang sinis sang adik ipar. "Benarkan? Tapi ... aku sudah gak menganggapmu adik iparku lagi." "Jangan banyak tingkah! Apa kamu begitu cepat melupakan masa lalu yang terjadi? Tapi aku begitu ketara, begitu jelas mengingat. Aku gak akan memaafkan kalian,"
Seminggu sudah berlalu, Gaia disibukkan mengurus perusahaan semenjak acara pengenalannya. Apalagi kini ia menjabat dengan secara terang-terangan menjadi pemilik tempat tersebut. Saat mengetahui perempuan itu putri Arka, beberapa orang di kantor yang menindas meminta pengampunan. Aura Arka sesekali terasa dalam diri anak pertamanya membuat semua orang merasa hawa mencengkram. "Suamimu mengirimkan makan siang, dan ... Bunga ini, dia begitu perhatian," seru calon istri Jiang. Wanita itu berkata demikian saat memasuki ruangan Gaia, membuat perempuan tersebut mendongak memandangnya lalu mengulas senyum. Suara notifikasi pesan terdengar dari ponsel pemilik perusahaan ini, membuat sang empu lekas mengambil benda pipih keluaran terbaru di atas meja kerja. "Apakah dari suamimu?" tanya wanita tersebut. Alis wanita itu terangkat kala bertanya demikian, membuat Gaia tidak bisa menyembunyikan roda merah di pipi, bahkan senyuman begitu lebar. "Apaan sih!" balas Gaia dengan cepat. "Ini,
Sesampai di rumah sakit Gaia langsung ditangani oleh dokter, Xavier memesan ruangan very important person. Selesai diobati wanita itu segera di make over oleh perias dan telah berganti pakaian yang dibawa oleh Damian. Kini perempuan tersebut tampil cantik, walaupun ada beberapa goresan tidak bisa ditutupi. "Ayo pergi! Ini sudah terlalu lama," ajak Gaia. Perempuan itu muncul dari balik pintu, membuat tiga pria yang menunggu menoleh. Mereka langsung terpesona melihat penampilan sang perempuan, Xavier melihat hal ini cemburu dan lekas mendekat lalu menyentuh jemari sang istri. "Kamu sangat cantik, istriku," kata Xavier menekan kata istriku. Senyuman terukir di bibir wanita tersebut, Gaia menggerakkan kepala tanda mengajak mereka pergi. Kini semua mengikuti kendaraan Xavier melaju, lelaki berstatus suami perempuan itu sesekali menoleh. "Sayang, kamu kan gak punya undangan. Aku takut kamu dipermalukan," ungkap lelaki itu jujur. Mendengar kata sang suami Gaia membalas dengan senyuman
Langit semakin gelap, tidak ada penerang sama sekali disana. Bulan dan bintang menghilang, seperti ikut mencari keberadaan Gaia. Tiga kendaraan melaju begitu kencang, satu tujuan mereka yaitu gedung terbengkalai. Xavier, Leonard dan Damian masing-masing mengendarai mobil sendiri, wajah ketiganya penuh akan ketegangan dan amarah. Xavier berada di barisan terdepan, tangan mencengkeram kemudi dengan erat, napas memburu. Pikirannya dipenuhi kecemasan tentang Gaia. "Bertahanlah, sayang. Aku akan segera datang." Di belakangnya, Leonard menekan pedal gas lebih dalam, mata lelaki ini begitu tajam memperhatikan jalur di depannya. Tangan menggenggam pistol yang sudah dipersiapkan di dasbor mobil. "Jika mereka menyentuhnya lebih dari yang seharusnya, aku tidak akan memberi mereka ampun," gumamnya dalam hati. Damian, yang berada di posisi terakhir, dia membenarkan airpods di telinga. "Aku akan menyisir bagian belakang gedung. Pastikan tidak ada yang lolos." "Mengerti," jawab Xavier singkat.
Di sisi lain, gedung terbengkalai Gaia mulai sadar. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lemas akibat zat yang dihirup. Ia berusaha menggerakkan tangan dan kaki, namun mendapati keduanya terikat erat. "Kamu cepat juga sadarnya." suara dingin seorang pria terdengar dari sisi gelap kendaraan. Gaia menatap ke arah suara itu, meski pandangannya masih buram. Napas terengah, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" tanyanya, suara wanita itu terdengar serak. Pria itu mendekat, wajahnya masih tertutup masker, sorot mata penuh ancaman. "Kau akan segera tahu," ucapnya singkat, lalu kembali duduk dengan santai seakan mereka sedang tidak melakukan kejahatan. "Salahkan dirimu yang menyinggung orang-orang besar," lanjut salah satu dari mereka. Sementara itu, di lokasi acara, Mona hampir jatuh pingsan setelah mendengar kabar dari seseorang bahwa supir taksi yang membawa Gaia ditemukan dalam keadaan babak belur di pinggir jalan. Arka segera menangkap istrinya,
Gaia langsung memamerkan senyuman pada sang suami, sedangkan Xavier mendengkus. Lelaki itu segera berdiri dan diijuti istrinya, tatapan pria tersebut masih begitu tajam. "Kamu ini, awas aja! Kalau aja aku gak ada acara, kamu udah aku buat gak bisa bangun dari kasur," ucap Xavier dengan nada kesal. "Udah jam segini, aku pamit ya. Coba kalau masih ada waktu, aku bisa mengantarmu," lontar lelaki itu sambil mengembuskan napas. Wanita berstatus istrinya segera menepuk bahu lelaki tersebut, membuat sang empu memandangnya kembali saat dia tengah merapikan pakaian. "Kamu tenang aja, aku udah pesan taksi kok," balas Gaia dengan nada santai. Xavier yang hendak protes mengembuskan napas, ia akhirnya memilih menganggukkan kepala. "Aku pergi dulu, nanti pulangnya aku jemput." Setelah perpisahan singkat, Xavier akhirnya langsung pergi ke acara tersebut. Sementara itu, Gaia bersiap-siap dengan mengenakan gaun rancangan desainer terkenal. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna