SEASON 3 MALAM PERTAMA DENGAN KAKAK IPAR ATAU BIASA DISEBUT SEQUEL. CERITA ANAK PERTAMA MONA & ARKA. ***** MEREKA MENGHINAKU KARENA BUKAN DARI NEGARA INI, BAHKAN MENCELA MENGATAIKU TIDAK SELEVEL DENGAN SUAMIKU. MEREKA TAK TAU JIKA AKU ADALAH ...., ****
View More“Ini semua salahmu! Harusnya anakku tidak menikahimu, agar dia bisa bersama Nona Bai, dari pada sama kamu yang asal usulnya gak jelas,” sungut sang Ibu mertua.
Hawa di dapur terasa panas, semakin pengap oleh amarah Silvana yang menggelegak. Gaia, berusaha menyibukkan diri dengan menggosok piring, tak menghiraukan omelan mertuanya. Karena kesal Silvana menarik bahu sang menantu membuat tubuh gadis tersebut terhuyung. Gelas di tangan istri Xavier terlepas, meluncur dan menabrak lantai. “Kamu apa-apaan sih! Disuruh cuci piring aja tidak beres banget,” maki Silvana. Gaia hanya terdiam, ia berusaha bertahan demi sang suami. Sedangkan sang mertua geram karena perempuan yang dia maki sama sekali tak bereaksi, dengan gerakkan cepat mengambil pecahan gelas lalu menggores ke lengan. “Arghh … sakit! Gaia, kamu menyakitiku,” pekik wanita tersebut. Mata Gaia membulat sempurna, syok dengan apa dilakukan Ibu mertua. Silvana sungguh diluar dugaan perempuan itu, dia berani menyakiti diri sendiri hanya untuk menyudutkan istri Xavier. Jeritan wanita tersebut menggema, membuat ayah mertuanya berlari mendekat lalu dengan hati-hati memegang lengan sang istri dengan mata terpaku pada darah menetes dari pergelangan kekasihnya. “Apa yang terjadi? Kenapa kamu terluka,” ucap lelaki itu dengan nada khawatir. Suami perempuan itu segera menarik lengan Silvana dengan lembut lalu menghidupkan kran untuk membasuh luka. “Menantumu itu melukaiku, Sayang. Padahal aku hanya mengatakan kenyataan, kalau dia gak menikah dengan putra kita pasti Xavier sudah menikah dengan Nona Bai,” seru wanita tersebut. Pria bermarga Li ini hanya melirik sinis Gaia yang menundukkan kepala, lalu tak berselang lama suami menantu keluarga ini mendekat dan berdiri di samping sang kekasih. “Ada apa ini, Ayah, Mama?” tanya Xavier. Dia memandang sang istri dengan tatapan heran lalu menatap ayahnya yang sibuk memperlakukan Silvana penuh rasa hati-hati dalam tindakan. “Tanyakan pada istrimu sendiri, dia sangat mengecewakanku,” lontar lelaki bermarga Li ini. Li Jian-long segera mengajak sang istri untuk pergi dari sini, sedangkan Xavier langsung mengalihkan pandangan pada Gaia. Perempuan berumur dua puluh tiga tahun ini memilih berjongkok dan merapikan pecahan gelas. “Apa yang sebenarnya terjadi saat aku gak berada di sini, Gaia?” tanya Xavier memandang sang istri yang sibuk memungut pecahan gelas. Gaia tidak menjawab wanita itu mengusap air mata yang jatuh, melihat gerakkan tersebut Xavier segera berjongkok. Dia segera memegang bahu istrinya agar mereka saling bertatapan. “Ada apa sebenarnya, Gaia? Tolong ceritakan, jangan membuat aku kebingungan, bagaimana aku tau kalau cuma melihatmu begini,” seru lelaki dengan tinggi tubuh seratus delapan puluh tiga centimeter ini. Bibir Gaia berkedut lalu langsung berhamburan memeluk Xavier, ia menangis tersedu-sedu. “Tenanglah, Sayang … sebenarnya ada apa? Kenapa kamu menangis? Kenapa ayah seperti kecewa sama kamu,” lontar Xavier. Perempuan ini hanya menggelengkan kepala, membuat Xavier langsung menggendong Gaia lalu mendudukkan ke party dan mengusap air mata sang istri. “Diamlah dulu di sini, aku bersihkan pecahan gelas dulu, takut kamu terluka,” ucap lelaki ini. Gaia hendak melarang tetapi dia langsung bungkam kala sang suami mengecup bibirnya, ia akhirnya memilih menunduk lalu mengulum senyum. Xavier yang melihat tingkah perempuan itu hanya tersenyum, dia segera merapikan pecahan gelas lalu membuang ke tempat aman. “Sudah, ayo kita pergi tidur! Ini sudah malam,” ajak sang suami. Istri lelaki itu mengangguk sebagai jawaban untuk suaminya, lalu mengulurkan tangan drngan gaya manja dan segera disambut Xavier. “Dasar pendek.” ledek Xavier dengan nada menggoda. Anak Mona ini mengerucutkan bibirnya mendengar ledekkan sang suami, ia langsung menghadiahi pukulan di dada Xavier dan disambut tawa lelaki ini. “Nah gini, kamu lebih cantik tertawa begini dari pada kaya tadi,” ujar putra kedua Silvana. Gaia termenung sejenak, lalu tersenyum kembali. Dia dan sang suami bergandengan tangan, berjalan mrnuju kamar. Sesampai di tempat tujuan, Xavier mendesak perempuan tersebut untuk menceritakan kejadian tadi, akhirnya gadis yang berstatus istri ini mulai bercerita. “Kamu gak perlu masukkan ke hati apa yang Mama aku katakan, yang penting kan sekarang aku suami kamu,” tutur lelaki ini. “Bersabarlah sedikit lagi, kalau rumah kita udah selesai kita bakal langsung pindah. Biar kamu gak tersiksa lagi mendengar ucapan Mama dan adikku,” lanjutnya. Gaia menganggukkan kepala lalu mereka segera tidur tetapi sebelumnya kedua manusia ini melakukan ritual suami istri. Waktu berlalu begitu cepat, karena aktifitas panas kala malam, kekasih Xavier bangun jam delapan suami perempuan tersebut sudah tak ada di kediaman. “Haduh … aku bangun kesiangan, gimana ini? Pasti Mama menggerutu deh,” keluh perempuan ini. Ia segera turun dari ranjang dan bergegas ke bilik mandi untuk membersihkan diri. Setelah berpakaian dia melangkah keluar kamar dan langsung disambut semboran air dari kedua sisi. “akh …!” jerit Gaia. Li Xinxin dan Ibunya tertawa bahagia melihat perempuan di hadapan mereka basah kuyup, mereka menyiram Gaia dengan air dingin. Membuat istri Xavier mengigit dengan tatapan marah pada adik ipar lalu sang mertua. “Kenapa tatapanmu itu, mau marah ha!” sentak Li Xinxin. Silvana tersenyum sinis, dia segera merangkul putrinya dan menatap tajam sang menantu. “Dasar pemalas! Cepat rapikan rumah, kamu ini harusnya bangun lebih pagi dari kami, ini malah jam segini baru bangun. Sebagai hukuman bekerjalah dengan keadaan begini, awas kalau sampai ganti pakaian! Cepat buat cake, calon menantu idamanku bakal datang lagi sekarang,” seru Silvana. “Buat rada red velvet,” lanjutnya. Setelah berkata demikian mereka membalikkan badan lalu hendak melangkah pergi tetapi langsung dicekal Gaia. “Mama … apa yang kamu katakan, aku menantumu, Mah. Kenapa kamu menyebut Nona Bai sebagai calon menantumu, aku gak mau Xavier menikah lagi,” seru Gaia. “Lagian, apa Nona Bai tidak malu menginginkan suami orang lain, atau menjadi simpanan.” Perkataan Gaia langsung mendapatkan tamparan dari sang mertua, perempuan berstatus istri Xavier ini memegang pipi dan mata berkaca-kaca memandang wanita yang melahirkan suaminya ini. “Jaga ucapanmu! Kamu yang memasuki hubungan calon menantuku dan putraku, jika kamu gak menikahi Xavier pasti malam kemarin adalah pembahasan pernikahan mereka,” sentak Silvana. Xinxin hanya menonton dengan tangan terlipat di depan dada, ia memang tidak menyukai Gaia karena Jian-long pernah memarahi dia karena istri Xavier ini. “Kakak Lisha gak akan menjadi simpanan Kak Xavier ataupun istri keduanya. Dia bakal jadi istri satu-satunya Kakakku dan bakal jadi kakak ipar hebatku,” lontar Xinxin dengan penuh semangat. Gaia mengerutkan kening, perempuan ini mencerna apa yang dikatakan adik iparnya lalu membulatkan mata. Silvana segera memanggil beberapa lelaki suruhannya dan lekas memerintahkan mereka memegangi menantu perempuan dia. “Karena kamu sudah tau semuanya, jadi kamu bakal susah diperintah sekarang. Jadi mendingan kamu dengan patuh menandatangani surai perceraian dengan putraku,” seru Silvana, Perempuan ini menggelengkan kepala sebagai penolakan atas ucapan sang mertua perempuannya. Melihat hal ini Silvana melotot dengan penuh amarah, dia bahkan kini menampar Gaia. “Kamu gak berhak menolak! Kamu harus tanda tangan surat yang dibawa Lisha nanti, Kamu itu harusnya tau diri, kamu gak pantas bersanding dengan anakku, dia menolak bantuan Lisha karena kamu! Harusnya sekarang perusahaan yang diurus Xavier mendapatkan dana itu, karena kamu ini semua hancur lebur. Kamu harusnya tau diri, nanti kamu harus tanda tangan surat perceraian itu,” sentak sang ibu mertua. Anak Arka ini kembali menggelengkan kepala membuat Silvana sangat murka. “Kamu menghambat kesuksesan anakku, sialan!” maki Silvana penuh amarah. Silvana dengan penuh kekuatan menampar Gaia membuat pipi perempuan ini memerah. Xinxin melihat adegan tersebut hanya mengulas seringai, sedangkan Gaia dengan keras kepala menggelengkan kepala lagi. “Aku gak akan menanda tangani surat perceraian itu, kalau suamiku membutuhkan dana, aku bakal minta ayahku untuk membantunya. Pokoknya walaupun kamu menyiksaku aku gak bakal mau tanda tangan,” balas Gaia. Mendengar ucapan Gaia, Silvana memandang sinis, urat leher sampai terlihat karena saking marah dengan menantunya ini. "Benarkah? Kamu yakin dengan perkataanmu itu? Kalau gitu ayo kita buktikan, cepat bawa dia ke ruang tengah!" perintah Silvana. "Ambil alat penyiksaan untuk menyiksa perempuan keras kepala ini, aku gak percaya kalau dia masih menolak menandatangani surat percerai dengan putraku."Semua langsung heran mendengar perkataan Gaia, beberapa dari mereka memandang Xinxin yang menundukkan kepala. Wajah gadis itu berkeringat dingin, bahkan beberapa kali melangkah mundur. "Maksudmu apaan, jangan bercanda dong," lontar salah satu teman Xinxin. Gaia memiringkan kepala, dia memandang wajah gadis yang berbicara tadi. "Aku gak pernah bercanda, ahh ... lebih tepatnya aku gak bercanda, lagian ... bukannya Xinxin tidak pernah mengakuiku sebagai kakak ipar kan. Bukannya kamu hanya mengakui Bai Lisha," balas Gaia sinis. "Mana mungkin Kakak! Dia seorang narapidana," jawab Xinxin cepat. "Cuma kakak yang pantas jadi kakak iparku." Perempuan itu menaikkan alisnya saat mendengar ucapan Xinxin, dia kini bersidekap dan memandang sinis sang adik ipar. "Benarkan? Tapi ... aku sudah gak menganggapmu adik iparku lagi." "Jangan banyak tingkah! Apa kamu begitu cepat melupakan masa lalu yang terjadi? Tapi aku begitu ketara, begitu jelas mengingat. Aku gak akan memaafkan kalian,"
Seminggu sudah berlalu, Gaia disibukkan mengurus perusahaan semenjak acara pengenalannya. Apalagi kini ia menjabat dengan secara terang-terangan menjadi pemilik tempat tersebut. Saat mengetahui perempuan itu putri Arka, beberapa orang di kantor yang menindas meminta pengampunan. Aura Arka sesekali terasa dalam diri anak pertamanya membuat semua orang merasa hawa mencengkram. "Suamimu mengirimkan makan siang, dan ... Bunga ini, dia begitu perhatian," seru calon istri Jiang. Wanita itu berkata demikian saat memasuki ruangan Gaia, membuat perempuan tersebut mendongak memandangnya lalu mengulas senyum. Suara notifikasi pesan terdengar dari ponsel pemilik perusahaan ini, membuat sang empu lekas mengambil benda pipih keluaran terbaru di atas meja kerja. "Apakah dari suamimu?" tanya wanita tersebut. Alis wanita itu terangkat kala bertanya demikian, membuat Gaia tidak bisa menyembunyikan roda merah di pipi, bahkan senyuman begitu lebar. "Apaan sih!" balas Gaia dengan cepat. "Ini,
Sesampai di rumah sakit Gaia langsung ditangani oleh dokter, Xavier memesan ruangan very important person. Selesai diobati wanita itu segera di make over oleh perias dan telah berganti pakaian yang dibawa oleh Damian. Kini perempuan tersebut tampil cantik, walaupun ada beberapa goresan tidak bisa ditutupi. "Ayo pergi! Ini sudah terlalu lama," ajak Gaia. Perempuan itu muncul dari balik pintu, membuat tiga pria yang menunggu menoleh. Mereka langsung terpesona melihat penampilan sang perempuan, Xavier melihat hal ini cemburu dan lekas mendekat lalu menyentuh jemari sang istri. "Kamu sangat cantik, istriku," kata Xavier menekan kata istriku. Senyuman terukir di bibir wanita tersebut, Gaia menggerakkan kepala tanda mengajak mereka pergi. Kini semua mengikuti kendaraan Xavier melaju, lelaki berstatus suami perempuan itu sesekali menoleh. "Sayang, kamu kan gak punya undangan. Aku takut kamu dipermalukan," ungkap lelaki itu jujur. Mendengar kata sang suami Gaia membalas dengan senyuman
Langit semakin gelap, tidak ada penerang sama sekali disana. Bulan dan bintang menghilang, seperti ikut mencari keberadaan Gaia. Tiga kendaraan melaju begitu kencang, satu tujuan mereka yaitu gedung terbengkalai. Xavier, Leonard dan Damian masing-masing mengendarai mobil sendiri, wajah ketiganya penuh akan ketegangan dan amarah. Xavier berada di barisan terdepan, tangan mencengkeram kemudi dengan erat, napas memburu. Pikirannya dipenuhi kecemasan tentang Gaia. "Bertahanlah, sayang. Aku akan segera datang." Di belakangnya, Leonard menekan pedal gas lebih dalam, mata lelaki ini begitu tajam memperhatikan jalur di depannya. Tangan menggenggam pistol yang sudah dipersiapkan di dasbor mobil. "Jika mereka menyentuhnya lebih dari yang seharusnya, aku tidak akan memberi mereka ampun," gumamnya dalam hati. Damian, yang berada di posisi terakhir, dia membenarkan airpods di telinga. "Aku akan menyisir bagian belakang gedung. Pastikan tidak ada yang lolos." "Mengerti," jawab Xavier singkat.
Di sisi lain, gedung terbengkalai Gaia mulai sadar. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lemas akibat zat yang dihirup. Ia berusaha menggerakkan tangan dan kaki, namun mendapati keduanya terikat erat. "Kamu cepat juga sadarnya." suara dingin seorang pria terdengar dari sisi gelap kendaraan. Gaia menatap ke arah suara itu, meski pandangannya masih buram. Napas terengah, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" tanyanya, suara wanita itu terdengar serak. Pria itu mendekat, wajahnya masih tertutup masker, sorot mata penuh ancaman. "Kau akan segera tahu," ucapnya singkat, lalu kembali duduk dengan santai seakan mereka sedang tidak melakukan kejahatan. "Salahkan dirimu yang menyinggung orang-orang besar," lanjut salah satu dari mereka. Sementara itu, di lokasi acara, Mona hampir jatuh pingsan setelah mendengar kabar dari seseorang bahwa supir taksi yang membawa Gaia ditemukan dalam keadaan babak belur di pinggir jalan. Arka segera menangkap istrinya,
Gaia langsung memamerkan senyuman pada sang suami, sedangkan Xavier mendengkus. Lelaki itu segera berdiri dan diijuti istrinya, tatapan pria tersebut masih begitu tajam. "Kamu ini, awas aja! Kalau aja aku gak ada acara, kamu udah aku buat gak bisa bangun dari kasur," ucap Xavier dengan nada kesal. "Udah jam segini, aku pamit ya. Coba kalau masih ada waktu, aku bisa mengantarmu," lontar lelaki itu sambil mengembuskan napas. Wanita berstatus istrinya segera menepuk bahu lelaki tersebut, membuat sang empu memandangnya kembali saat dia tengah merapikan pakaian. "Kamu tenang aja, aku udah pesan taksi kok," balas Gaia dengan nada santai. Xavier yang hendak protes mengembuskan napas, ia akhirnya memilih menganggukkan kepala. "Aku pergi dulu, nanti pulangnya aku jemput." Setelah perpisahan singkat, Xavier akhirnya langsung pergi ke acara tersebut. Sementara itu, Gaia bersiap-siap dengan mengenakan gaun rancangan desainer terkenal. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments