Share

Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar
Gadis Kembar Membuat Cinta Kembali Berlayar
Penulis: Wida Wianda

1. Bertemu kembali

"Mama, aku mohon jangan bawa putriku! Aku sanggup menghidupinya, Ma." 

Seorang wanita berparas memikat yang baru saja melahirkan bersimpuh dan memegang kaki wanita lain yang sedang menggendong seorang bayi perempuan baru lahir. 

"Jangan egois, kamu! Ini adalah balasan karena kamu telah merebut putraku," hardik wanita dengan usia yang dua kali lipat dengan usianya. Wanita paruh baya itu menghentakkan kakinya agar ibu dari bayi yang digendongnya melepaskan kakinya. 

Setelah lepas, dia pergi dengan cepat agar tidak bisa dikejar. 

"Ma…. Aku mohon…!" 

Ratna, mertua dari wanita yang baru saja melahirkan itu, sama sekali tidak menoleh. Kabar kematian anaknya–Erlangga Edward membuatnya tega memisahkan ibu dan bayi yang baru  dilahirkan, yang tak lain adalah cucu dan menantunya. Bagaimana tidak, menantunya baru saja menyebabkan hilangnya satu generasi penerus dari dari Fredi Edward, pemilik perusahaan WANGS GOOD. 

Wanita bernama Sabrina yang sebelumnya berstatus sebagai istri sah dari Erlang itu masih menangis dan duduk di lantai saat ibu mertuanya sudah tak terlihat. Dua tangannya menyangga badan agar tidak jatuh tengkurap. Sementara kakinya tertekuk pada siku dengkul. 

Suster perempuan yang bertugas merawat Sabrina langsung keluar setelah melihat Ratna hilang dari pandangannya. Suster itu memang secara tak sengaja melihat drama antara mertua dan menantu yang terjadi di koridor Rumah Sakit setelah kembali mengambil obat-obatan untuk pasiennya.

Suster ber-name tag Susi itu langsung membantu Sabrina berdiri dan memapah lalu membawanya menuju kamar rawat. Setelah sampai di kamar dia membaringkan wanita yang wajahnya kini basah dengan air mata itu di kasur brankar. 

"Nyonya, sebaiknya istirahat dulu!" ujar sang suster lalu beranjak untuk menenangkan bayi di dalam box. Bayi itu menangis sedari tadi, saat saudara kembarannya dibawa oleh Neneknya. 

Tersadar dengan keadaan pasiennya yang masih tak kuasa menahan tangis, sang suster itu pun menyiapkan membuat ASI dari Sabrina yang sebelumnya sudah dipompa untuk bayi yang baru lahir itu. Setelah bayi merah itu tenang dan tidur kembali, sang suster berusaha untuk menghibur Sabrina.

Sejujurnya, sang suster merasa iri kepada pasiennya sendiri karena merasa bahwa mertuanya memiliki rasa sayang yang luar biasa kepada menantunya sendiri. Wanita itu melihat dengan matanya sendiri bagaimana Ratna sangat khawatir kepada Sabrina. Tapi, semuanya berubah ketika Ratna menerima kabar kematian anaknya sendiri. Ratna yang tadinya peduli dengan kondisi Sabrina justru membentaknya dengan kasar.

"Nyonya, saya memang kurang tahu dengan permasalahan yang sedang Anda hadapi. Akan tetapi, Nyonya harus semangat. Lihatlah, anak Anda begitu cantik dan masih butuh sosok ibu!" ujar Susi tersenyum. Dia sudah berada di depan Sabrina dan memperlihatkan wajah bayi merah itu. 

Sabrina mengusap air matanya, kemudian beralih duduk. "Kamu benar. Aku masih memiliki anakku yang satu lagi." 

"Coba, Nyonya gendong!" Susi tersenyum dan mengulurkan bayi itu pada Sabrina. 

Bayi mungil nan cantik itu tersenyum di pangkuan ibunya meski terlelap. Menyaksikan senyuman dan juga mata bayinya yang masih terlelap itu, Sabrina pun ikut tersenyum. 

"Senyummu seperti embun di pagi hari yang membasahi tanah gersang. Memperindah bunga dan dedaunan. Karena itu, Mama akan memberimu nama Embun Mentari." 

 ***

Setelah seminggu, Sabrina dan bayinya sudah diperbolehkan pulang. Karena Sabrina adalah yatim pitau dan tak memiliki sanak saudara di kota ini, dia memutuskan untuk membeli rumah kecil di pinggiran kota menggunakan uang tabungannya semasa kerja. 

Sebuah rumah minimalis satu lantai yang memiliki, dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, satu ruang tamu dan halaman yang luas menjadi pilihan Sabrina. Dia mendapatkan rumah itu dengan bantuan Susi, sang suster yang telah membantunya ketika bersalin. Sabrina juga menjaga hubungan keduanya, sehingga Sabrina dan Susi kini berteman dengan baik. 

Dengan sisa uang membeli rumah, Sabrina memulai usaha membangun toko tanaman hias. Setelah lima tahun, toko itu mulai membesar dan kini dia merasa mandiri dan bisa membiayai kehidupan dirinya dan sang anak.

Begitupun putri cantiknya, Embun Mentari. Bocah yang kerap disapa Tari itu tumbuh menjadi sosok gadis kecil yang imut, lucu dan juga aktif. Tak jarang gadis itu mengganggu karyawan Sabrina di sela pekerjaan. Karena itu, di tahun ajaran kali ini, Susi menyarankan pada Sabrina untuk memasukkan Tari ke paud. 

"Tante Susi…," panggil Tari saat melihat Susi pulang dan memasuki gerbang toko. Saat itu Tari baru saja selesai membuat satu karyawan Sabrina kelelahan karena terus mengajaknya bermain.

Susi menyambut Tari dengan merentangkan kedua tangannya. "Euummm, wanginya ponakan Tante yang cantik ini," pujinya sembari mencium rambut Tari. 

"Tante juga wangi, sudah mandi 'kah?" 

"Belum. Tapi tadi menggunakan sanitizer di seluruh badan Tante, agar tidak ada kuman yang ikut tante dan menular pada Tuan Putri yang cantik ini," gemasnya lalu melepas pelukan dan mencubit hidung Tari yang minimalis. 

"Sakit, Tante!" protes Tari mengerucutkan bibirnya mungilnya. Susi tertawa dan menggandeng Tari untuk masuk ke rumahnya. 

Kini, mereka sudah berada di dalam rumah Susi. Gadis kecil itu langsung melompat pada sofa ruang tamu seperti biasanya. Sementara Susi melepaskan sepatunya. 

"Tante, sekolah paud itu gimana sih?" tanya Tari dengan suara khas anak kecil yang menggemaskan. 

"Kamu mau sekolah?" Bukannya menjawab, Susi justru balik bertanya. 

Bersamaan dengan dia selesai melepas sepatu. Lalu meletakkan sepatunya di rak sepatu dan menggantung tasnya di tempat penggantungan tas di depan pintu kamar. 

"Mama bilang, besok Tari mau dimasukkan ke paud. Tadi tidak sengaja, Tari dengar Mama bicara di telepon." Sudut bibir mungil Tari melengkung ke bawah setelah mengatakan itu. 

"Kenapa sedih? Kan bagus kalau Tari sekolah, nanti banyak temannya." Susi yang baru saja selesai meletakkan tasnya kembali menghampiri Tari. 

"Tapi… kalau Tari kebelet pipis bagaimana, Tan?" Spontan Susi menepuk jidat.

***

"Asalamualaikum, Selamat pagi, Bu! Permisi! Saya Sabrina Maharani yang kemarin menghubungi yayasan ini via telepon," sapa Sabrina yang membuat wanita berhijab dan badannya sedikit gempal itu menoleh ke arahnya. Sebelumnya dia terlihat serius menatap laptop di depannya. 

"Oh iya, Bu Sabrina. Silahkan duduk!" sambut wanita berpipi chubby dengan pandangan teduh itu. 

"Wahh, anak Ibu cantik sekali!" puji wanita berhijab ungu itu setelah dia, Sabrina dan Tari duduk di sofa. 

"Terima kasih, Bu! Benarkah ini dengan pemilik yayasan PAUD RUMAH MUTIARA?"

"Benar Bu Sabrina. Anak–anak biasa memanggil saya Bunda," jawabnya lalu beralih menatap Tari yang sedari tadi menatap lemari kaca berisi banyak piala. Dia mengagumi benda baru yang pertama kali dilihatnya itu. 

"Hai anak cantik! Bunda boleh tahu nggak siapa namamu?" Namun, Tari tidak menjawab karena fokus menghitung piala dalam hati. 

Sabrina menyenggol Tari dan mengisyaratkan kalau Bunda Asih bertanya padanya. 

"Ibu gendut mau kenalan dengan saya?" ceplos Tari dengan polosnya dan membuat Sabrina menutup wajahnya menggunakan tas. Ingin sekali rasanya bersembunyi ke dasar bumi. 

Sedangkan wanita yang kerap dipanggil Bunda itu hanya tersenyum dan menahan tawa melihat kejujuran anak kecil di depannya. Sama sekali dia tidak tersinggung dengan ucapan Tari. 

"Iya, Sayang! Boleh 'kan?" 

"Boleh. Namaku Tari, Ibu. Kata Mama nama lengkapku Embun Mentari. Kalau nama Ibu?" Tari balik bertanya.

"Nama saya Asih dan Tari bisa memanggil saya Bunda. Mau 'kan?" 

Tari mengangguk. 

"Bunda, saya minta maaf ya! Anak saya kalau ngomong memang suka ceplas–ceplos." Sabrina malu dan sungkan karena Tari tadi mengatainya 'gendut'. 

"Selamat pagi, Bunda!" sapa seorang anak perempuan kecil dari pintu dan menghentikan Bunda Asih saat hendak menjawab. 

Spontan Ratna menoleh ke arah pintu. Matanya membulat sempurna saat melihat seorang pria di belakang anak kecil itu. 

"Mas Erlang?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status