Ramaikan yukk Bestie
"Sebentar! Mama kamu yang bilang ya?" Bulan bingung, kemudian dia menatap Erlangga dan Tari secara bergantian. Sedangkan Tari menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku lihat di ponsel Mama, Om." Kemudian, bel berbunyi dan para pengajar anak–anak mulai memanggil anak didiknya. Tari teramat kecewa karena sebelum mendapat jawaban dari Erlangga, jam belajar sudah mulai. "Tari tunggu nanti, Om," ujar Tari datar lalu pergi ke Bunda yang menjadi Wali kelasnya. Tidak seperti biasa, Tari berjalan dulu tanpa menggandeng Bulan. Bulan sedikit kecewa, tetapi dia tetap berpikir positif. Hari ini adalah pelajaran mewarnai. Tari mendapatkan gambar buah apel yang harus diwarnai beserta tangkai dengan satu daun. Sedangkan Bulan mendapat gambar pisang. Kedua anak itu duduk dalam satu meja. Bersebelahan pula. Meja belajar mereka memutar seperti meja belajar di film kartun anak kembar botak yang berasal dari negara tetangga. "Tari, tadi… apa yang kamu ucapan benar? Soal Papa mau mencari mama baru u
"I–iitu… aku…" "Cukup! Kamu tidak perlu menjelaskan apapun lagi. Aku sudah tahu jika kita memang memiliki hubungan yang spesial di masa lalu," ujar Erlangga menyela perkataan Sabrina yang tergagap. Hati Sabrina semakin dag-dig-dug. Ingin sekali dia mengatakan semua, tapi mulutnya seakan terkunci. "Kalau kamu belum mampu mengatakannya, tidak apa. Aku akan berusaha lagi untuk menemukan ingatan tentangmu." Setelah mengatakan itu, Erlangga beranjak dan pergi dari kamar Sabrina. Sementara Sabrina masih mematung. Sedih ataukah bahagia saat ini? Dia tidak tahu apa yang akan mertuanya lakukan jika Erlangga tahu. Sama sekali dia belum membuat persiapan matang. *Di sekolah paud. Tari dan Bulan sedang menunggu jemputan di depan kantor Bunda Guru. "Siap ya?" titah Tari pada bulan saat melihat mobil Erlangga yang berhenti di depan gerbang. Bulan mengangguk dan tersenyum sekilas. Lalu bocah itu pergi duduk di bangku lain yang tak jauh dari Tari. Wajah cemberut sudah di pasang saat Erlang
"Tapi, Oma janji untuk tidak membuat Tari dan Mama Sabrina kenapa–napa. Janji untuk tidak membakar rumah mereka?" Ratna mengangguk dan tersenyum. Kemudian dia memeluk Bulan dengan penuh kasih sayang. Sedangkan Bulan bimbang. Dan terus bertanya. "Jadi Mama Sabrina adalah Mama kandung Bulan dan Tari adalah saudara kembar Bulan?" Kini, Bulan bertanya dengan suara yang lembut. "Iya, Sayang." "Memangnya Mama Sabrina melakukan apa hingga membuat hidup Papa hancur?" "Setelah kamu dan Tari lahir, Papa kalian kecelakaan dan koma berbulan–bulan. Terus Mama kalian kesepian, lalu dia menjalin hubungan terlarang dengan temannya yang dulu.""Maksudnya hubungan terlarang?" "Begini, kalau dua orang menikah. Seperti Mama dan Papa. Lalu salah satu membagi kasih sayang kepada orang lain, itu namanya hubungan terlarang. Nanti kalau Bulan dewasa tidak boleh melakukan itu.""Berarti Oma juga melakukan hubungan terlarang dong? Karena membagi kasih sayang Oma kepada Papa dan juga aku. Kenapa Oma dan O
Pria itu adalah Erlangga. Meskipun Erlangga sudah mempersiapkan diri agar tidak terkejut saat bertemu Sabrina, dia sekilas tercengang. "Darimana saja kamu?" celetuk Farhan. Sehingga membuat Sabrina sadar kembali. "Maaf, tadi ada klient yang rewel. Jadi gagal ontime untuk sahabatku yang keren ini," timpal Erlangga dengan nada yang dibuat–buat seperti sedang menyesal. Lalu Farhan berdiri dan mengajak Erlangga duduk. Kebetulan tempat duduk yang kosong adalah samping kiri Sabrina. Mereka kembali berbincang–bincang seakan baru saja bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. "Wahh kalian cocok banget jadi keluarga," puji Farhan yang meluncur begitu saja untuk Erlangga, Sabrina dan Tari. "Tapi…bukankah dulu kalian menikah?" tambahnya. Lalu saat menyadari ekspresi keduanya yang berubah, Farhan buru–buru mengalihkan topik. "Maaf! Aku tidak bermaksud apa–apa." "Ahh, tidak masalah," ucap Sabrina Dalam sekejap, Farhan langsung akrab dengan para tetangga disini. Jadi dia membahas perih
Sebenarnya Aldo mengatakan itu hanya sebuah candaan. Akan tetapi, saat Erlangga benar menikah dengan Sabrina, Aldo memberinya kado sebuah mobil sports keluaran terbaru di zaman itu. Dari ketiga teman Erlang lainnya, Aldo-lah yang paling kaya. Ayah Aldo merupakan salah satu orang terkaya di negara ini. Jadi memberi hadiah mobil untuk Erlangga adalah hal yang kecil. "Kalau mobil itu, sepertinya masih ada di garasi," lirih Erlangga. Tatapannya sendu dan lurus ke depan. "Saat menyadari ini, kenapa lo tidak menghubungi Aldo dan Samuel? Aku yakin pasti mereka akan mengatakan yang sebenarnya." Mobil yang di setir oleh Farhan berbelok menuju sebuah kafe. "Gue kehilangan kontak mereka setelah kecelakaan." Erlangga masih pada posisi semula saat mobil sidah berada di halaman parkir. "Kita mampir dulu." Keduanya turun dari mobil dan masuk ke kafe itu. Di dalam, suasana cukup rame. Farhan memilih tempat duduk yang berada di sebuah ruangan. Ya, kafe ini juga memiliki konsep in–door seperti
Ratna muncul di depan pintu dengan napas yang terengah. Erlangga dapat mendengarnya. Secepat kilat, Erlangga menutup pena itu. Beruntung setelah mengambil penanya, Erlangga kembali meletakkan kotak beludru di laci dan menutupnya kembali. "Mama? Mama ngapain kemari?" tanya Erlangga seraya memasukkan pena itu ke sakunya. Ratna terus mengamati gerak Erlangga yang memasukkan pena ke saku. Hatinya lega saat melihatnya. Syukurlah hanya pena, gumanya dalam hati. "Ti–tidak, ta–tadi, Ma–ma, pergi ke rumah Susi," jawab Ratna gugup. Erlangga semakin mengerutkan kening. "Kenapa suara Mama tergagap?" "Ehh, tidak, tidak. Mungkin karena Mama barusan lari." Sembari mengatakan itu, Ratna masuk mendekat pada Erlangga. "Kenapa juga Mama harus lari? Sudah tahu umur tidak muda, nanti kalau terjadi sesuatu, 'kan Papa juga yang repot cari istri baru." Bughh! Spontan Ratna menabok mulut anaknya. "Dasar itu mulut!" "Jangan main tabok dong, Ma. Nanti kalau wajah Erlangga berubah menjadi seperti Lemi
Saat ini, matahari berada pada posisi dimana masih menyebarkan sinar yang pagi yang sejuk untuk bumi. Mobil Erlangga sudah berhenti di tempat parkir depan toko tanaman hias Sabrina. Setelah pintu mobil terbuka otomatis, Bulan langsung berlari keluar. "Mama… Mama Sabrina…." panggil gadis mungil itu berteriak. Matanya masih sembab dan masih mengeluarkan tetesan air mata. Berkali-kali gadis itu memanggil Sabrina. Akan tetapi, Sabrina masih menangis di kamar Tari. Jadi dia tidak mendengarnya. Luna yang sedang menyiram bunga terkejut melihat Bulan yang berlari sembari menangis. Dia mengira itu adalah Tari. "Mama Sabrina? Sejak kapan Neng Tari manggil mamanya 'Mama Sabrina'? Terus itu kapan ganti bajunya? Tadi 'kan sudah pakai dress, kapan ganti piyamanya?" Namun, Luna tidak berniat menghampirinya. Dia memilih melanjutkan menyiram bunga. Sementara Bela dan Ilham yang berada di dalam toko juga terkejut dan mengira itu Tari, tapi saat hendak buka suara, Bulan tidak menanggapinya. "Mam
Di ruang makan, Sabrina duduk berhadapan dengan Erlangga. Sementara Bulan bermain di kamar Tari sendirian. Tari dan Susi belum pulang. "Kamu tahu alasan Mama melakukan ini?" tanya Erlangga lirih seraya menatap mata Sabrina. Kedua tangannya menggenggam erat tangan Sabrina. Sesekali dia mencium punggung tangan Sabrina. "Aku tidak tahu pasti. Tetapi, Mama pernah bilang kalau beliau punya dendam dengan almarhum orangtuaku," jawab Sabrina yang juga menatap mata Erlangga. Tatapan mereka menyiratkan rindu yang sangat dalam. "Lalu, kenapa kamu lebih percaya padaku daripada dengan cerita Mama?" "Hati yang sudah lama terpaut, pasti akan tertarik kembali oleh benang yang menyatukan." ***"Tante,maaf ya jika menunggu lama. Aku baru saja selesai syuting. Huft, melelahkan sekali memiliki profesi seperti ini," ujar seorang wanita yang baru saja masuk ke ruangan privasi pada sebuah kafe, kepada seorang wanita paruh baya yang sudah berada di dalam. Wajah seukuran telapak tangan lelaki dewasa de