"Hei budak! Berhenti!"
"Berhenti di sana!"Tubuh Bella gemetar hebat. Keringat dingin menjalari tubuhnya dengan cepat seolah ia baru saja dicelupkan ke dalam tangki air es. Bella merasa sangat ketakutan hingga ia pikir ia akan pingsan di tempat.Kepalanya yang sakit dipaksa untuk berpikir keras, mencari jalan keluar.Mobil yang melaju dengan kecepatan sedang itu terlihat semakin dekat dan lampu depan yang menyilaukan tidak sengaja menyoroti tubuhnya. Mata Bella melebar panik, ia berputar secepat kilat dan memaksa kakinya untuk berlari kencang.Suara teriakan marah pengawal terdengar di belakangnya."Aku bilang berhenti! Kau akan mendapat masalah!""Budak sialan!"Bella menggigil. Ia tidak boleh tertangkap. Tuan Hugo akan langsung membunuhnya.Bella terus berlari, memaksakan diri, tidak peduli kepalanya seperti akan copot dari tubuhnya karena rasa pusing yang mendera.Ketika tiba di persimpangan jalan, ia menerobos semak mawar yang tinggi dan melompat ke dalam kegelapan. Ia meringis tertahan saat rasa perih menjalar di kulitnya yang tergores duri dari semak mawar tersebut.Bella dengan cepat berjongkok di balik semak dan mendengar suara mobil yang datang. Napasnya menderu tidak terkendali, terlebih saat menyadari kalau mobil itu berhenti sangat dekat dari tempatnya bersembunyi."Hei, aku melihat budak itu berbelok ke sini."Terdengar suara berat dari pengawal yang Bella kira adalah penjaga gerbang. Ia kemudian mendengar suara langkah kaki lain yang mendekat. Berapa orang pengawal yang datang?"Kau yakin budak itu berbelok ke sini?" Tanya suara lain."Ya. Aku benar-benar melihatnya."Bella menahan napas. Ia mundur dengan sangat perlahan dan meraba-raba tanah yang lembab, berusaha untuk tidak tersandung. Sekelilingnya sangat gelap, hanya sedikit cahaya bulan yang berhasil menembus lebatnya dahan-dahan pohon yang saling berkelindan. Ia nyaris tidak bisa melihat apa pun, namun ia tidak bisa diam saja di tempat."Coba lihat dibalik semak ini, mungkin saja dia bersembunyi di sana," kata si penjaga gerbang, suaranya nyaris tidak terdengar.Bella berhenti di salah satu pohon dan bersembunyi dibalik batangnya yang lebar. Ia menelan ludah dengan gugup mendengar gemerisik langkah kaki yang menembus semak mawar."Ck, gelap sekali. Aku tidak bisa melihat apa pun. Apa kau bawa senter? Cepat kemarikan.""Ck, tidak ada.""Astaga.""Periksa saja."Mereka tidak membawa penerangan apa pun? Ada sedikit perasaan lega yang menelusup ke dalam hati Bella. Ia benar-benar berharap mereka tidak menemukannya di sini dan memutuskan untuk pergi saja.Kedua pengawal itu terdengar berdecak kesal. Hening untuk beberapa saat, lalu suara langkah kaki terdengar mendekat. Bella mencengkeram lututnya kuat-kuat dan merasakan jantungnya memukul seperti gong.Ia tidak ingin tertangkap. Ia tidak boleh tertangkap.Bella menahan napas ketika mendengar langkah kaki dari kedua penjaga itu berhenti tepat dibalik pohon tempatnya bersembunyi. Tubuhnya menegang, ia tidak berani bergerak satu inci pun.Ya Tuhan. Ya Tuhan. Ia tidak ingin tertangkap.Keheningan kembali menguasai dan Bella merasa jantungnya akan melompat keluar dari rongga dadanya. Apakah pengawal itu sebenarnya telah melihatnya? Kenapa mereka diam saja."Sepertinya dia tidak ada di sini. Mungkin kau salah lihat," kata penjaga gerbang setelah semenit."Apakah mungkin dia pergi ke pemukiman terdekat?"Melinda, Elena, dan Talia. Di mana mereka sekarang?"Kita harus menemukan setidaknya salah satu dari mereka atau Nyonya Deborah akan marah besar.""Ck, budak-budak itu sangat menyusahkan. Ayo cepat pergi."Bella terdiam kaku di tempat mendengar suara mereka yang dipenuhi kekesalan. Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki menjauh. Bella masih tidak bergerak, bahkan sampai mobil yang mereka tumpangi terdengar melaju pergi.Bella menghela napas panjang penuh kelegaan, tetapi masih tidak beranjak dari tempatnya.Setelah lima menit, ia baru beranjak perlahan dari tempatnya dan mengintip dari balik semak dengan hati-hati.Sudah sepi.Bella memperhatikan jalanan yang lenggang beberapa kali, memastikan mobil pengawal itu sudah benar-benar pergi sebelum keluar dari semak mawar. Iris hazelnya menatap sekeliling dengan bingung dan takut.Ia harus ke mana?Pengawal tadi bilang akan ke pemukiman terdekat dan mereka sepertinya mengambil rute di jalur sebelah kiri. Bella memandang jalur sebelah kanan, menimbang-nimbang apakah itu adalah jalan yang tepat. Bagaimana kalau rutenya berakhir di jalan yang sama dengan jalur sebelah kiri dan ia bertemu dengan pengawal itu lagi?Tetapi Bella juga tidak bisa berdiri di sini terus-menerus. Ia harus pergi ke suatu tempat untuk bersembunyi sementara waktu.Bella sebenarnya merasa sangat bingung, ia tidak tahu harus ke mana. Ia tidak pernah keluar dari rumah majikannya sejak kecil sampai sekarang, kemudian kejadian tidak terduga ini menimpanya.Bella menghela napas panjang dan pada akhirnya memilih rute di jalur kanan. Ia hanya perlu berhati-hati dan memasang telinganya baik-baik ketika mendengar suara mobil milik pengawal tadi.Kaki Bella baru bergerak selangkah ketika suara mobil kembali terdengar. Kali ini bukan mobil yang berasal dari rumah sang majikan. Namun, Bella tetap merapatkan diri ke semak-semak dan menajamkan penglihatan.Tiba-tiba terpikir olehnya untuk meminta tolong, tetapi ia merasa ragu-ragu. Bagaimana jika pemilik mobil adalah orang jahat? Atau mungkin orang yang mengenal majikannya?Ia tidak ingin mengambil resiko.Sang pemilik mobil terlihat memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, tidak jauh dari tempat Bella berdiri. Pintu pengemudi terbuka, kemudian seorang pria berperawakan tinggi keluar dari sana. Dia berjalan ke bagasi dan mengeluarkan sesuatu ... apa itu?Pria itu menyeretnya menjauh dari mobil dan Bella akhirnya bisa melihatnya dengan jelas. Kedua mata Bella membelalak kaget.Itu... seonggok tubuh pria dewasa yang dipenuhi darah... bukan, tapi mayat—Bella spontan terkesiap keras, suaranya membuat si pria menoleh cepat ke arahnya. Alih-alih takut karena ketahuan, pria itu malah menyunggingkan seringai manis yang membuat tubuh Bella seketika gemetar.Alarm dalam kepala Bella berdering keras, menyuruhnya untuk berlari menjauh, namun kakinya tidak mau bekerja sama. Tubuh Bella stagnan di tempat, membeku menatap pemandangan saat si pria meninggalkan mayat itu di tepi hutan dan menutupinya dengan karung.Baru ketika pria itu berjalan ke arahnya, kesadaran Bella seolah kembali ke tubuhnya. Ia berlari ke arah berlawanan, tetapi pria itu berhasil mengejarnya tanpa kekuatan berarti. Tubuh Bella ditarik ke belakang dengan kasar dan mulutnya langsung dibekap kuat."Hmph!" Bella berusaha memberontak, tetapi hasilnya sia-sia saja, kekuatannya tidak sebanding. Cengkeraman pria ini begitu kuat dan tubuh Bella rasanya remuk."Kau pikir kau bisa lolos setelah melihat semuanya, gadis manis?"“Awas! Itu ada di mana-mana! Sebaiknya tepikan sepedamu di tempat lain!”Musim panas telah tiba. Kehangatan, liburan, dan piknik yang dirindukan oleh semua orang ada di depan mata. Tetapi, saat itu pula tanaman tumbleweed memulai perjalanannya untuk mencari mangsa. Bella tidak tahu sudah berapa kali ia memberi peringatan pada anak-anak yang tengah bersepeda.Tanaman itu menggelinding seperti bola di sepanjang jalan yang berdebu. Setiap kali angin bertiup kencang, ada saja tanaman tumbleweed penuh duri yang melintas. Bukan hanya satu, tetapi tiga sampai empat sekaligus. Anak-anak mulai berteriak saat kulit atau ban sepeda mereka tertusuk.“Sayang, biarkan saja mereka. Mereka sendiri yang ingin bersepeda ke sana,” kata Damian seraya membelokkan mobilnya ke jalan utama.Bella menoleh dengan tatapan tajam dan Damian mengatupkan bibirnya. “Tetap saja, mereka hanya anak-anak!” protes Bella.Damian menghela napas dan mengangguk mengiyakan. “Baiklah, baiklah. Terserahmu saja, Sayang,” ucapny
“Apa kau sungguh ingin meninggalkan desa kita dan pergi bekerja di kota saat dewasa nanti?”“Ya, aku tidak ingin makan tumis jamur liar terus. Aku ingin sering makan daging dan membelikan apa pun untuk Ibuku,” jawab Bella, menatap Damian dengan senyum kecil.Bibir Damian mengerucut dan ia tampak merenung untuk sejenak. “Ayah juga pernah bilang ingin pergi ke Pennsyl, tapi aku belum tahu apa itu sungguhan,” katanya kemudian.“Berarti kita akan sama-sama meninggalkan desa. Apa kau pikir desa kita akan berubah?”“Entahlah. Saat kita tumbuh dewasa, mungkin desa kita sudah berubah menjadi kota.”Bella mengangguk setuju. “Mungkin.”Kenyataannya tidak begitu. Desa mereka telah menghilang.Bella tersenyum sendu mengingat kenangan masa lalunya. Bella dan Damian kecil yang penuh dengan mimpi dan harapan. Mereka tidak pernah mengira bahwa masa depan akan menjadikan mereka sebagai budak dan mafia.Hidup terus berjalan. Orang-orang pergi dan berdatangan. Tempat yang mereka kira takkan berubah pun k
Bella menatap suaminya, napasnya masih terengah-engah setelah ciuman panjang mereka. Rasa alkohol yang pahit tertinggal di mulutnya.Senyum tipis merekah di bibir Damian, tetapi matanya terasa membakar seluruh tubuh Bella. Mereka telah melakukannya beberapa kali sebelum pernikahan, tetapi malam ini, Damian tampak berbeda.Ini bukan efek alkohol atau minuman apa pun. Mereka tenggelam dalam gairah dan hanya ada satu hal yang dapat meredakan gejolak itu.Damian membungkuk dan menciumi rahang hingga leher Bella yang terbaring telentang di atas kasur. Bibirnya yang lembap meninggalkan jejak basah di kulit Bella, membuat gadis itu tanpa sadar mendesah. Tangan Bella bergerak turun untuk mengusap pinggang Damian.“Ya, sentuh aku di sana, Sayang,” gumam Damian serak. Suaranya rendah, menggoda.Bella menggerakkan tangannya semakin ke bawah dan napas Damian memberat. Damian memiliki pinggang yang ramping, padat, dan berotot, sementara bahu dan pundaknya lebar.Tubuhnya atletis, terbentuk dengan
“Dagingnya matang sempurna, itu terlihat enak.”“Kau mau?”“Tidak, aku hanya ingin memasukkannya ke dalam mulutku, brengsek!”“Sama saja kau mau, dasar bajingan!”“Memangnya aku tadi bilang apa?”“Heh! Mulutmu bau telur busuk!”Bella menggeleng-geleng mendengar percakapan heboh dari para anggota organisasi. Mereka tidak pernah menggunakan filter saat berada di mansion. Semua umpatan dan kata-kata kotor diucapkan secara gamblang.Di luar, mereka mungkin menunjukkan kesopanan dan sikap manis yang tidak ada duanya. Tetapi di wilayah mereka sendiri, semuanya serba transparan.Malam ini, setelah acara resepsi usai, mereka mengadakan perayaan kecil dengan membakar daging di halaman samping mansion. Hanya keluarga Damian dan anggota organisasi yang tinggal, sisanya sudah pulang sejak jam 5 sore.Bella duduk di salah satu bangku sambil menikmati anggurnya. Ia hanya minum sedikit, tidak sampai segelas. Di sisi lain, Damian entah sudah menghabiskan berapa botol anggur.Dia ikut membakar daging
“Kuenya sangat enak. Ibu sendiri 'kan yang membuatnya bersama yang lain?”Helena mengangguk, dan memberikan sepotong kue lagi ke dalam piring Bella. “Iya, kami membuatnya bersama-sama. Ibu senang kau menyukainya, Sayang. Damian juga sudah mencobanya?”“Sudah, Ibu. Dia menghabiskan tiga potong sebelum pergi ke sana.” Bella mengedikkan kepalanya ke seberang ruangan, tempat di mana Damian sedang bicara dengan rekan bisnis Martinez. “Ibu sudah makan?”“Sudah. Jangan khawatirkan, Ibu, ya.” Helena tersenyum simpul. Jemarinya dengan lembut merapikan leher gaun Bella yang terlipat, kemudian ia menatap wajah putrinya lekat-lekat.Terlihat jelas bahwa Helena masih tidak menyangka bahwa putri satu-satunya yang ia miliki telah menikah. Helena tidak bisa berhenti mengucap rasa syukur. Setiap kali ia menatap Bella cukup lama, rasanya air matanya akan tumpah.Itu semua adalah air mata kebahagiaan.Seorang ibu yang sepanjang hidupnya membesarkan anaknya dalam keadaan menyedihkan, bahkan menyeretnya k
“Damian?”“Hm?”“Damian?”“Ya?”“Vergara?”“Apa?!” Damian menoleh sepenuhnya dengan wajah jengkel. Ia tidak mengerti kenapa Bella sejak tadi hanya terus memanggilnya tanpa mengatakan apa-apa.Bella cengengesan. “Kau marah?”“Tidak. Tapi kenapa kau terus memanggil?”“Aku ingin tahu apa...” Bella memainkan tangannya dan terlihat ragu-ragu sejenak. “Apa kau mau menemaniku mencari jamur liar di hutan?”Damian mengernyit. Tangannya yang tengah membilas badan kuda mendadak terhenti. Ia menatap Bella dengan saksama. “Apa ayahmu masih belum pulang?”Bella menunduk, menatap air sungai yang telah keruh. Mereka hampir selesai memandikan kuda ayah Damian dan berniat pulang. “Iya. Ibu tidak punya uang untuk membeli gandum.”Terdengar helaan napas berat, kemudian Damian menyahut pelan, “Baiklah. Aku akan menemanimu.”Bella langsung mengangkat kepalanya. “Benarkah? Tapi apa ayahmu tidak marah?”“Tidak akan. Kau tunggu di sini, aku akan membawa pulang kuda ini dulu.”Bella mengangguk patuh dan keluar