LOGINAku dan Arga dulu sangat dekat. Dia sudah kuanggap sebagai adikku sendiri. Namun sejak aku mulai ikut Papa mengurus perusahaan, jarak itu perlahan tercipta. Kesibukan mengambil alih, dan aku tidak lagi punya waktu seperti dulu.Saat aku mulai mengenal Bunga, aku bahkan hampir tidak pernah lagi datang ke rumah Vanya. Hal itu juga yang akhirnya membuatku jarang bertemu Arga.Pada masa itu, Arga sudah duduk di bangku SMA. Usia yang rawan karena mudah terpengaruh lingkungan pertemanan.Dan berawal dari sanalah semuanya mulai salah.Arga terjerumus terlalu jauh. Geng, tawuran, judi balap, mabuk, narkoba, semuanya menjadi bagian dari hidupnya. Bukan sesekali, tetapi setiap hari.Hingga akhirnya di suatu malam, ketika Arga berada di kelas tiga, warga menemukannya tergeletak di atas jembatan. Tubuhnya remuk oleh pukulan dengan beberapa luka tusuk benda tajam.Aku tidak tahu detail kejadiannya. Aku hanya tahu, bahwa kondisinya nyaris tidak tertolong.Tim medis menemukan beberapa butir pil ekst
(Pov Adrian)Aku melirik arloji di pergelangan tanganku. Pukul 01.00 dini hari, dan aku masih berada di ruang pesta VIP, menemani para orang tua Hartono Group.Jika bukan karena posisi, aku tidak akan sudi berada di sini, hanya untuk mendengarkan ocehan mereka.Beberapa dewan tertawa keras, bersikeras bahwa malam masih panjang dan matahari belum terbit. Padahal dari cara mereka berdiri yang mulai oleng dan ucapan yang semakin tidak terarah, jelas stamina mereka tidak sekuat mulut mereka.Aku sama sekali tidak menanggapi. Tidak perlu.Hal yang harus kulakukan hanyalah menunggu. Menunggu sampai satu per satu dari mereka tumbang, dan pesta ini berakhir dengan sendirinya.Dan jika dilihat dari raut wajah yang sudah memerah, serta gelas-gelas yang tidak lagi terangkat dengan benar, kurasa itu tidak akan lama lagi.Aku melirik ke sisi ruangan dan memberi isyarat singkat kepada Danu.Danu yang langsung menangkap sinyal itu pun langsung mendekat. Ia berdiri sedikit di belakangku, lalu menundu
Entah sudah berapa lama berlalu ketika akhirnya kesadaranku kembali. Kelopak mataku terasa berat saat kucoba untuk membukanya perlahan.Sekarang, kepalaku sudah jauh lebih ringan daripada sebelumnya, seolah tidur panjang telah merenggut semua pening yang tadi sempat kurasakan.Langit-langit kamar menjadi hal pertama yang kulihat. Aku mengedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri, sampai kesadaran datang sepenuhnya.Saat ini ... aku sedang berbaring di atas tempat tidur, dan ada selimut yang menutupi tubuhku. Namun, sesuatu terasa ganjil. Ini terlalu ringan, kulitku terasa langsung bersentuhan dengan kain.Napasku tertahan. Aku melihat ke dalam selimut, dan benar saja, saat ini telanjang bulat.Tidak hanya itu. Aku menoleh ke samping dengan gerakan pelan, dan pada saat itulah aku menyadari bahwa ada seseorang yang tertidur di sampingku.Hal yang lebih mengejutkan lagi, orang itu ialah ... Kak Arga.Aku seketika membeku. Kamar ini terasa lebih sunyi dan dingin dari sebelumnya.Perla
Setelah rangkaian sambutan berakhir, acara pesta untuk para eksekutif dan petinggi perusahaan berpindah ke ruang VIP. Lokasinya terpisah dari hall utama, dengan suasana yang jauh lebih tertutup dan eksklusif.Di sana, para tamu berpencar dalam kelompok-kelompok kecil. Percakapan berlangsung lebih tenang namun intens, diselingi tawa singkat dan denting gelas yang saling beradu. Tidak ada keramaian berlebihan, hanya senyum yang terjaga, sapaan sopan, dan relasi yang dirajut di balik nuansa pesta yang elegan.Sejak tadi aku berdiri di sisi Tuan Adrian, mengikuti setiap pergerakannya. Namun, tidak lama kemudian, ia ditarik oleh beberapa rekan bisnis untuk berbincang di sisi lain ruangan. Tanpa sempat menolak, aku terpisah darinya.Karena tidak tahu harus berbuat apa, apalagi sekarang Nona Amara juga telah meninggalkanku untuk berbincang dengan para istri petinggi lainnya, akhirnya aku memutuskan menuju meja hidangan dan berniat mengambil minuman.Saat tanganku hampir meraih salah satu gel
Di malam pesta ulang tahun Hartono Group ....Aku turun dari lantai dua Rumah Bunga dengan gaun yang dipilihkan desainer sore tadi. Potongannya sederhana, berwarna lembut, tanpa hiasan berlebihan.Aku menunduk sejenak, merapikan ujung gaun itu dengan jemariku, seolah sedang menenangkan diri sendiri. Entah mengapa, ada perasaan bahwa malam ini akan membawa sebuah kejutan besar.Aku hanya berharap, kejutan itu adalah hal yang baik.Tidak lama kemudian, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan rumah.Aku melangkah keluar, dan pintu belakang mobil terbuka lebih dulu. Tuan Adrian sudah duduk di dalam, menunggu. Namun di sampingnya, Nona Amara juga sudah ada di sana.“Masuklah,” ujar Tuan Adrian singkat.Aku tersenyum tipis, lalu masuk ke mobil, duduk di samping Tuan Adrian. Begitu pintu tertutup dan mobil melaju, suasana di dalam langsung terasa berbeda.Nona Amara segera merapat, melingkarkan lengannya di lengan Tuan Adrian dengan kepala yang sedikit dimiringkan ke arahnya. “Adrian,” ka
Satu bulan kemudian …Setelah Nona Nadia diusir oleh Tuan Adrian, situasi di Kediaman Cempaka perlahan kembali kondusif. Sejak pelaku sebenarnya terungkap, rumor yang sempat menyeret nama Nona Amara pun mereda. Tidak ada lagi yang berani bergosip tentangnya.Namun, meski demikian, perihal kemungkinan adanya orang lain di balik tindakan Nona Nadia masih belum diketahui kebenarannya. Entah Tuan Adrian dan Kak Danu memang tidak mengetahuinya, atau justru sengaja memilih diam dan tidak menunjukkannya, aku tidak tahu.Sementara itu ... setelah hampir dua bulan libur, akhirnya kini aku kembali memasuki perkuliahan di semester baru. Suasana di kampus saat ini sedikit berbeda dari sebelumnya. Ada perasaan sedikit aneh, karena tiba-tiba orang-orang jadi lebih ramah padaku.Aku menduga ini adalah efek dari pengakuan Nina sebelumnya yang sudah menyebar ke berbagai sudut kampus, yang mana membuat cara pandang teman-teman seangkatanku terhadapku berubah.Sekarang, aku jadi lebih sering didekati. A







