Share

5. Benci (3)

Author: pramudining
last update Last Updated: 2024-12-22 17:20:38

Happy Reading

*****

Pulang dengan rasa jengkel, Kiran melajukan motornya dengan cepat. "Kok, ada lelaki menyebalkan seperti itu?" gerutunya sepanjang perjalanan.

Mungkin, jika bukan karena ingin dekat dengan Fitri, Kiran akan minta mutasi lagi ke pusat. Dia tidak mau bekerja dalam tekanan dan bertemu dengan Amir setiap hari.

Mengucap salam ketika memasuki rumah, Kiran melihat wajah teduh perempuan yang telah melahirkannya. Segera memeluk perempuan paruh baya itu dengan segenap jiwa.

"Eh, ini kenapa?"

"Bentar saja, Bu." Kiran mengeratkan pelukannya.

"Tumben, sih." Perempuan paruh baya dengan daster rumahan itu mengajak putrinya duduk di sofa ruang tengah sambil memeluk.

"Lagi ada masalah di kantor, ya? Nggak biasanya kamu pulang kerja manja gini."

Bukannya malu dikatakan manja, Kiran malah meletakkan kepalanya di pangkuan sang ibu. "Enggak ada masalah, Bu. Cuma agak capek saja. Maklum, pertama kerja di kantor baru, butuh banyak penyesuaian."

Selalu, Kiran berusaha menutupi semua yang menjadi kegalauan hati di hadapan perempuan yang telah melahirkannya. Prinsip hidupnya, biarlah derita dia tanggung sendiri tanpa harus membebani sng ibu.

"Oalah, gitu." Perempuan paruh baya itu mengusap lembut puncak kepala sang putri. Sesekali menyelipkan kata-kata nasihat serta petuah.

Kiran hampir memejamkan mata jika ibunya tidak mengguncang pelan lengannya.

"Mandi sana. Nggak baik anak perawan mandi malam-malam," suruh sang ibu. Sedikit mendorong tubuh Kiran untuk duduk.

"Bu," protes di gadis.

"Nggak, kamu harus segera mandi. Azan Isya sudah berkumandang."

"Hmm. Iya ... iya. Aku mandi sekarang."

Hari yang melelahkan dilalui Kiran dengan berat. Pagi ini, dia tidak ingin mengulang kejadian kemarin. Bertemu dengan bos galak yang bersuara keras.

Selalu merapalkan bacaan basmalah setiap berjalan di area kantor, Kiran berharap tidak akan bertemu dengan bos dan suara kerasnya. Namun, apa yang dia harapkan tidak terwujud.

Lelaki berkemeja hitam slimfit dengan si manajer HRD berpapasan di depan ruang meeting. Kiran berusaha menjauh, tetapi Fitri mencekal pergelangan tangannya dengan cepat.

"Mau ke mana?" bisik Fitri. Di tangan kirinya sudah ada map berwarna merah. "Kamu nggak tahu ada pengumuman kalau Pak Amir nyuruh semua karyawan meeting."

"Enggak, tuh. Memang di mana pengumumannya?" Kening Kiran berkerut dalam. Dia baru saja sampai di kantor. Tidak tahu menahu adanya pengumuman yang meminta semua karyawan meeting di ruangan tersebut.

Fitri menepuk keningnya sendiri. "Apa kamu belum masuk grup chat kantor? Pagi tadi, sekitar jam enam, Pak Amir ngasih tahu semua karyawan di grup itu."

Kiran menggelengkan kepala sebagai jawabannya.

"Ih, gimana sih Pak Syaif itu. Biar aku chat beliau supaya memasukkanmu di grup chat." Fitriya menggerakkan jemarinya dengan cepat di layar ponsel. Walau Syaif jelas-jelas berada tak jauh darinya, tetapi gadis itu tetap mengirimkan pesan.

"Sudahlah, Fit. Mungkin beliau lupa," ucap Kiran sambil mengamati Amir dan Syaif.

"Biarin, kalau nggak dikasih tahu. Kamu akan ketinggalan informasi dan pengumuman di grup, seperti sekarang."

Beberapa orang mulai memasuki ruangan tersebut membuat Fitri mau tak mau memelankan suara sambil menyeret sahabatnya masuk juga.

"Fit, jangan gini, dong. Enggak enak sama yang lain," bisik Kiran.

"Ngapain nggak enak? Kita di sini sama-sama kerja, nyari uang untuk makan."

"Ya, tapi enggak perlu sampai nyeret-nyeret gini kayak anak kecil aja," protes gadis berjilbab tersebut.

"Bodo amat, Ran. Aku harus duduk yang sekiranya dekat dengan Pak Amir." Gadis itu mulai sibuk mencari kursi yang paling dekat dengan si bos dan manajer HRD padahal Kiran malah berpikir sebaliknya.

"Ngapain sih dekat-dekat sama bos galak kayak dia. Aku nggak mau, ih." Kiran berusaha menepis tangan sahabatnya yang mencekal pergelangannya. Lalu, sedikit menjauh dari sahabatnya itu.

"Ran, Pak Amir itu nggak suka karyawan yang mengantuk dan nggak fokus saat meeting. Nah, kalau aku memilih duduk terlalu jauh dari beliau, maka dipastikan aku akan sering menguap. Kalau duduknya dekat, suara Pak Amir nggak akan pernah membuatku ngantuk," jelas Fitriya membuat Kiran melengos dan menjauhinya. "Ran, mau ke mana?"

"Duduk saja di sana, aku di sini saja," kata Kiran setelah menemukan kursi yang berada di ujung paling jauh dari tempat duduk si bos.

Fitriya ingin memprotes pilihan sahabatnya, tetapi suara Syaif terdengar. Lelaki itu membuka meeting mereka, mewakili si bos. Beberapa kalimat terlontar dari sang menajer HRD, dirasa cukup dia menyerahkan pembasahan selanjutnya pada sang atasan. Sampai saat ini, Kiran masih terlihat normal dan berusaha memperhatikan apa yang disampaikan oleh Syaif dan Amir.

Namun, ketika Amir mulai menyingung tentang komplain dari salah satu customer mereka, suara lelaki itu mulai mengeras. Kiran meremas-remas tangannya. Keringat mulai bercucuran walau pendingin ruangan sudah dinyalakan.

"Bekerja dengan serius! Customer kita satu itu adalah yang paling besar memberikan kontribusi pendapatan di perusahaan kita. Saya nggak mau hal serupa terulan yang menyebabkan kerugian. Jadi, untuk order selanjutnya, saya akan mengenakan pemotongan gaji jika masih ada komplain yang sama," kata Amir keras. Wajahnya terlihat menakutkan. Datar, nyaris tanpa belas kasihan sama sekali walau ada salah seorang yang mengajukan keberatannya.

"Kalau nggak mau dipotong gaji, kerja yang bener," bentak Amir membuat nyali Kiran makin ciut.

Perempuan berjilbab itu, terpaksa berdiri hendak meninggalkan ruang meeting. Dia sengaja melakukannya secara diam-diam di saat Amir berdebat dengan karyawan yang mengajukan keberatan. Namun sayang, apa yang Kiran harapkan lagi-lagi tidak sesuai dengan keinginan.

"Mau ke mana kamu?" teriak si bos, tepat di saat Kiran memutar kenop pintu.

Kiran berjingkat, menoleh ke belakang. Lalu, menunduk dalam ketika melihat bola mata Amir terbuka sempurna.

"Kebiasaan pergi nggak jelas. Apa kamu nggak menghargai aku sebagai atasan?" kata Amir dengan suara menggelegar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
pramudining
pokoknya ikuti terus kisahnya, Kak. terima kasih ...️...️
goodnovel comment avatar
Ade Murti
seru jadi penasaran ada apa antara kiran dan amir
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   155. Kabar Bahagia (TAMAT)

    Happy Reading*****Seluruh keluarga Wijananto telah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Nasi goreng pesanan Naumira juga sudah terhidang walau bukan Kiran yang membuatkannya karena perempuan itu diminta Amir untuk menyiapkan semua keperluan suaminya. Walau semula, Kiran tidak begitu tertarik dengan nasi goreng pesanan Naumira. Namun, ketika melihat tampilan makanan tersebut, semuanya berubah. Kiran seperti menemukan harta Karun ketika mencium dan melihat aroma nasi goreng tersebut."Njenengan mau sarapan apa, Mas?" tanya Kiran sebelum mengambil nasi goreng yang cukup menggugah seleranya."Aku nasi putih, sayur bayam aja."Cekatan, Kiran mengambilkan apa yang disebutkan sang suami, sedangkan si kecil sudah mengambil nasi goreng terlebih dahulu. Jadi, Kiran tidak perlu melayaninya lagi.Selesai menyiapkan sajian untuk sarapan suaminya, Kiran ingin memindahkan nasi goreng ke piringnya. Baru akan menyentuh nasi goreng tersebut, perut perempuan itu bergejolak.Mual mulai menyerang kar

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   154. Curiga

    Happy Reading*****Belum sempat Kiran menjawab pertanyaan sang mertua, suara Amir terdengar menginterupsi."Ada apa, Ma? Pagi-pagi, kok sudah mengumpulkan mereka semua," tanya Wijananto dan Amir secara bersamaan.Kiran menarik tangan kanan sang suami, mencium punggung tangan tersebut penuh hormat. Beberapa detik kemudian, dia berbisik.Amir melihat semua pegawainya dengan muka malu. "Maaf, ya. Karena kesalahan saya, kalian kena omelan Mama.""Hah, maksudnya gimana?" tanya Laila dengan mata terbuka sempurna."Jadi, gini, Ma," ucap Amir yang menceritakan kejadian semalam bersama sang istri. Semua orang mendengarkan dengan baik kecuali Kiran yang menunduk dalam karena merasa bersalah telah membuat para pembantunya dimarahi Laila."Maafkan Kiran, ya, Ma. Sebenarnya, Kiran mau membereskan semua peralatan kotor, tapi sama Mas Amir nggak dibolehin. Kata beliau, keburu ngantuk. Jadi, kami langsung ke kamar untuk istirahat," jelas Kiran. Dia masih menunduk karena malu.Wijananto tertawa keras

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   153. Puyeng

    Happy Reading*****Amir melongo mendengar perintah sang istri. "Sayang, kan, kamu yang tadi ngomong lapar. Kenapa sekarang Mas yang kamu suruh makan? Ini gimana konsepnya? Mas nggak biasa makan sepagi ini, lho. Lagian, bentar lagi subuh dan jam sarapan sangat dekat.""Jadi, Mas, enggak mau makan masakanku?" tanya Kiran dengan suara bergetar."Bukan gitu, Sayang." Amir meremas rambutnya. Benar-benar bingung harus menjelaskan bagaimana pada sang istri. "Ya, sudah sini. Aku mau buang saja makanannya." Kiran mengambil kembali piring berisi cap cay dan juga es jeruk nipis dari hadapan suaminya.Amir bergerak dengan sangat cepat, merebut benda yang dipegang Kiran. "Oke ... oke. Mas akan makan semua ini, tapi dengan syarat.""Apa?" Kiran menatap sang suami dengan kening berkerut. "Kalau enggak ikhlas melakukannya, mending aku buang saja makanan ini.""Jangan, dong. Mas akan menghabiskannya asal kamu memenuhi syarat itu.""Cepetan ngomong. Apa syaratnya?" pinta Kiran. Perempuan itu tiba-tib

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   152. Terlalu Cinta

    Happy Reading*****"Aduh, kok, malah kenceng nangisnya?" Amir pun panik. "Pokoknya, kalau Mas enggak mau. Aku turun di sini saja. Aku mau jalan kaki ke supermarket itu terus nyari orang yang bisa buatkan aku tahu lontong," kata Kiran, ngaco.Amir meremas rambutnya, mulai bingung dan panik menghadapi sikap sang istri. "Jangan gitu, dong, Sayang. Oke, Mas bakalan masak untuk kamu, tapi kamu harus berjanji nggak akan marah kalau rasanya nggak sesuai harapanmu," kata lelaki itu."Terima kasih, Sayang." Kiran memeluk Amir dan mencium pipinya. Tangsinya pun terhenti bahkan kini wajah perempuan itu terlihat begitu bersinar.lHampir pukul dua pagi, Kiran dan Amir berbelanja di super market setelah mencari bahan-bahan apa saja yang diperlukan untuk membuat tahu lontong khas bumi Blambangan. Melihat banyaknya sayur dan buah di hadapannya, indera Kiran berbinar-binar apalagi ketika melihat wortel dan kembang kol. "Mas, kayaknya aku pengen masak cap cay saja, deh," kata Kiran. Perempuan itu me

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   151. Keanehan Lainnya

    Happy Reading*****Melihat kepergian Amir, Kiran mulai panik. "Mas, maaf. Aku beneran enggak ingat di tanggal sepuluh, dua bulan lalu. Tapi, bukan berarti aku enggak sayang sama njenengan. Jangan kekanakan, dong, Mas," ucapnya supaya sang suami tidak marah lagi. Amir tidak menggubris perkataan Kiran, dia memilih melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. Sengaja memang, supaya sang istri menyadari kesalahannya dan tidak mengatakan hal-hal yang tidak mengenakkan lagi.Bukankah pernikahan itu adalah ibadah terpanjang. Jadi, mana mungkin Amir akan dengan mudah melupakan ikrar suci yang sudah diucapkannya. Baru juga dua bulan pernikahan, tetapi Kiran sudah menuduhnya sembarangan. "Mas, kamu marah sama aku?" tanya Kiran, sedikit berteriak. Amir tak menjawab bahkan tidak menoleh pada Kiran sama sekali. Namun, bahunya sempat terangkat ke atas. "Mas, ih. Maafin aku," ucap Kiran sekali lagi. Tak tahan dengan sikap diam suaminya, perempuan itu turun dari ranjang walau tanpa menggunakan sehelai

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   150. Membalas Kemarahan Kiran

    Happy Reading*****Sang sopir menatap Amir dengan ketakutan. Tangannya bahkan bergetar ketika berusaha menghentikan sang tuan rumah. "Pak, tolong maafkan sikap istri saya. Dia mungkin lagi banyak pikiran, makanya ngomong kasar seperti tadi. Padahal Bapak kan tahu sendiri kalau Kiran itu nggak pernah suka jika ada suara keras," kata Amir.Sopir yang bernama Widodo itu mengangguk. "Sebenarnya, saya juga salah, Pak. Nggak seharusnya menuruti semua keinginan Mbak Rara. Benar kata Mbak Kiran," ucap lelaki paruh baya itu dengan suara bergetar dan kepala menunduk."Jadikan pelajaran saja, ya, Pak. Lain kali, sekiranya menurut Bapak permintaan anak saya agak keterlaluan, tolong ingatkan saja. Kalau Rara ngeyel, njenengan bisa menelpon saya. Biar saya yang menasihatinya. Mungkin itu saja, Pak. Njenengan boleh melanjutkan pekerjaan lainnya." Amir berusaha tersenyum walau pikirannya masih terus berputar pada perubahan sikap sang istri. Sepeninggal sopir tersebut, Amir menyusul istrinya ke kam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status