Share

7. Benci (5)

Author: pramudining
last update Last Updated: 2024-12-24 09:48:40

Happy Reading

*****

"Auw," ucap Kiran. Memegang lututnya yang terasa begitu nyeri.

"Hati-hati, Mbak," ucap salah satu karyawan bagian pengemasan yang berada tak jauh dari Kiran.

"Iya, Bu. Terima kasih sudah membantu." Kiran langsung berjalan cepat menjauh Amir padahal jelas-jelas kakinya terseok-seok saat berjalan.

"Sepertinya, dia ketakutan ketika bertemu Pak Amir. Siapa dia?" tanya tamu yang dibawa Amir tadi.

"Dia salah satu karyawan saya yang mengepalai bagian produksi," terang si bos. Berusaha menjawab pertanyaan tamunya senormal munkin karena dia sendiri tidak tahu sebab pastinya mengapa Kiran selalu bertinkah aneh saat bertemu.

"Oh. Harusnya, dia nggak perlu lari seperti tadi. Jika dia menyapa Anda dan berkolaborasi untuk menjelaskan semua detail produksi yang dilakukan di perusahaan ini, tentunya akan semakin bagus. Saya pasti lebih puas mendengar penjelasan dari kalian berdua." Lelaki berkemeja navy itu tersenyum.

"Dia masih baru di sini, Pak. Walau sudah lama bekerja di kantor pusat."

"Oh, dia pindahan dari kantor pusat?"

Amir mengangukkan kepala sebagai jawabannya. Mari, Pak. Saya akan mengajak Anda melihat-lihat proses produksi kami."

*****

Kiran merutuki dirinya sendiri yang begitu ceroboh hingga menimbulkan kekhawtiran semua orang. Dia begitu malu karena tingkah konyolnya tadi. "Bodoh," umpatnya, "kalau begini. Orang lain pasti mengira aku sedang mencari perhatian si bos galak itu padahal enggak gitu."

Menyingsingkan roknya ke atas, Kiran menatap luka memar di lutut akibat kejadian tadi. "Duh, sampai kayak gini. Ibu pasti bertanya-tanya kalau tahu," gumamnya tanpa sadar jika sang sahabat masuk ruangan.

"Lututmu kenapa, Ran?" tanya Fitri, panik.

Kiran meringis sambil meniup-niup lukanya. Tangannya masih sibuk mengoleskan minyak supaya memar itu tidak begitu terlihat. "Jatuh di ruang packing," jawabnya.

"Kok, bisa?"

"Bisa aja, sih. Aku enggak hati-hati pas jalan. Jadi, kakiku nyangkut di kabel dan jatuh."

Fitri memicingkan mata. Jelas, dia tidak percaya begitu saja dengan ucapan sahabatnya itu. Sosok Kiran yang dikenalnya bukan orang ceroboh. Pasti ada sesuatu yang membuatnya sampai terjatuh dan terluka seperti sekarang.

"Kamu pasti menghindari sesuatu hingga luka seperti sekarang. Ngaku aja, deh," ucap Fitri sambil membantu meniup luka sahabatnya.

"Apa, sih. Aku cuma kurang hati-hati saja pas jalan tadi," sanggah Kiran masih tidak mau mengaku kejadian sebenarnya.

"Terserahlah." Fitri mendengkus. Namun, detik berikutnya, dia berkata kembali, "Istirahat saja, jangan terlalu banyak bergerak."

"Siap, ibu suri," jawab Kiran disertai hormat membuat Fitri terkekeh.

Kiran bernapas lega saat jam pulang kantor terlihat jelas pada arloji yang dikenakannya. Senyumnya mengembang kala mengingat kegiatan yang akan dilakukan di akhir pekan nanti.

"Ran, aku duluan, ya," kata Fitri. Meja perempuan itu sudah bersih dan tasnya sudah menggantung di pundak. Wajah perempuan itu berseri-seri, kebahagiaannya terpampang nyata.

"Bahagia banget, Bu. Kenapa, nih? Apa ada cowok yang bakal ngapel nanti malam?" goda Kiran.

"Dih," dengkus Fitri. "Aku sudah jadi pengikutmu."

"Pengikut gimana maksudnya?"

"Pengikut dengan prinsip, halalkan atau tinggalkan. Nggak mau baper sama cowok yang nggak menjabat tangan Bapak. Ngapain jagain jodoh orang." Perempuan itu menjulurkan lidah setelah menyelesikan kalimatnya.

Kiran tertawa keras saat itu juga.

"Ih, kok, malah ketawa, sih? Kan prinsipmu gitu?"

Menutup bibirnya dengan tangan, tawa Kiran makin keras. "Bagus kalau sadar. Pulang, yuk."

Keduanya meninggalkan ruangan dengan senyum terkembang hingga sampai di depan mesin absen. Sosok Amir terlihat membuat Kiran pamit ke toilet.

"Lah, mau pulang malah beser," sindir Fitri.

"Kamu duluan saja, Fit," pinta Kiran. Langsung berbalik, setengah berlari menuju toilet dan semua yang dilakukan sang gadis terlihat oleh Amir serta sang manajer HRD.

"Apa mukaku nyeremin, ya, Saya?" tanya Amir pada sang sahabat yang terlihat masih menatap kepergian Kiran dengan aneh.

"Iya. Persis kayak genderuwo kolor ijo," jawab Syaif. Setelahnya, dia terkikis sendiri.

Amir terpaksa menyentil kening lelaki berkemeja baby blue tersebut. "Mulutmu minta disumpal serbet dapur."

Tawa Syaif meledak. Dia sendiri juga heran kenapa Kiran berbuat seperti itu setiap kali bertemu Amir. Si bos sudah seperti virus mematikan yang harus dihindari.

*****

Pukul sepuluh pagi, Kiran pamit pada ibunya. Gadis itu sudah berpakaian rapi dengan gamis hitam andalannya ketika sedang keluar rumah.

"Mau ke mana, Ran?"

"Mau refreshing sebentar. Ibu mau ikut?"

"Nggak. Ngapain ibu ikut kamu keluar. Nanti, malah ngerepotin." Perempuan paruh baya itu menjulurkan tangannya.

Kiran menerim uluran tangan tersebut dan menciumnya penuh hormat. "Kalau gitu, aku bawain oleh-oleh saja pulangnya. Ibu mau apa?"

"Apa saja."

Kurang dari lima belas menit kemudian, Kiran sudah sampai di pusat perbelanjaan terbesar di kotanya. Gadis itu langsung menuju outlet yang menjual segala kebutuhan wanita muslimah.

Memilih-milih jilbab yang digantung, senyumnya tak pernah lepas dari wajah. Semua itu menarik perhatian seseorang yang sejak tadi mengamatinya.

"Sebenarnya, dia bisa tersenyum dan ceria. Tapi, kenapa saat di kantor malah sebaliknya. Apa memang ada yang salah denganku?" gumam lelaki yang tak lain adalah Amir.

Si bos kebetulan berada di mall yang sama dengan Kiran. Entah magnet apa yang membuat Amir terus berusaha mengawasi karyawannya itu. Tatapan Amir selalu mengarah pada Kiran padahal jelas-jelas si gadis cuma memilih jilbab saja.

Beberapa saat kemudian, Kiran mendekati seorang anak kecil yang sedang menangis.

"Assalamualaikum, adek sayang," sapa Kiran pada bocah perempuan dengan perkiraan umur 5 tahunan.

Si bocah menoleh. Bukannya menjawab pertanyaan Kiran, si kecil malah mengerjakan tangis.

"Lho, kok, malah keras nangisnya. Sini." Kiran meraih si kecil dan menggendongnya. "Cerita sama Mbak, kenapa adek nangis?"

Lalu, mengalirlah cerita si kecil yang ternyata terpisah dan kehilangan jejak orang tuanya. Telaten dan penuh sabar, sang gadis menjelaskan serta menasihati si kecil. Kiran juga tak segan untuk membantu menemukan orang tua bocah itu.

Beberapa menit kemudian, si kecil sudah bertemu dengan orang tuanya. Bibir Kiran terbuka lebar ketika orang tua si kecil mengucap terima kasih. Gadis berjilbab itu sempat berbincang  dengan orang tua si kecil, terlihat sangat akrab.

"Dengan yang lain kamu terlihat begitu baik. Bahkan dengan seseorang yang baru kamu temui sudah begitu akrab, tapi denganku, kamu bersikap sangat aneh. Ada apa sebenarnya? Apa kamu membenciku?" gumam Amir sambil mengamati Kiran dari kejauhan.

Amir masih saja mengikuti Kiran diam-diam dari belakang ketika si gadis berpindah ke outlet lainnya. Semakin lama, si bos mengikuti karyawannya, semakin dia penasaran apalagi ketika melihat senyum yang tak pernah lepas dari wajah. Amir seperti terhipnotis dan tanpa sadar sudah meninggalkan keluarganya cukup lama.

"Papi!" teriak seorang bocah perempuan sambil mencolek lengan Amir.

Oleh karena teriakan tersebut cukup nyaring, reflek Kiran pun menoleh. Tak ingin ketahuan menguntit, Amir menggendong putrinya dengan cepat dan bersembunyi di balik gamis. Mendekap bibir mungil itu agar tak lagi memanggil namanya.

"Lepas, Papi," kata si bocah yang tertahan tangan kekar Amir.

"Maaf, Sayang. Apa ada yang sakit?"

Bocah berusia 5 tahun itu turun dari gendongan dan menggelengkan kepala. Hampir saja lelaki itu menyakiti putrinya sendiri.

"Papi lagi ngapain kok bengong sambil ngeliatin Tante tadi?"

"Papi nggak bengong kok. Cuma lagi mikir baju yang cocok buat Nenek yang mana."

"Masak, sih?"

"Iya." Amir menggandeng tangan putrinya pergi menjauhi Kiran.

"Kok, nggak percaya, ya. Jangan-jangan, Tante itu pacarnya Papi, ya?" goda si kecil.

"Hust," sahut Amir.

"Kok, muka Papi memerah."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   155. Kabar Bahagia (TAMAT)

    Happy Reading*****Seluruh keluarga Wijananto telah berkumpul di meja makan untuk sarapan. Nasi goreng pesanan Naumira juga sudah terhidang walau bukan Kiran yang membuatkannya karena perempuan itu diminta Amir untuk menyiapkan semua keperluan suaminya. Walau semula, Kiran tidak begitu tertarik dengan nasi goreng pesanan Naumira. Namun, ketika melihat tampilan makanan tersebut, semuanya berubah. Kiran seperti menemukan harta Karun ketika mencium dan melihat aroma nasi goreng tersebut."Njenengan mau sarapan apa, Mas?" tanya Kiran sebelum mengambil nasi goreng yang cukup menggugah seleranya."Aku nasi putih, sayur bayam aja."Cekatan, Kiran mengambilkan apa yang disebutkan sang suami, sedangkan si kecil sudah mengambil nasi goreng terlebih dahulu. Jadi, Kiran tidak perlu melayaninya lagi.Selesai menyiapkan sajian untuk sarapan suaminya, Kiran ingin memindahkan nasi goreng ke piringnya. Baru akan menyentuh nasi goreng tersebut, perut perempuan itu bergejolak.Mual mulai menyerang kar

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   154. Curiga

    Happy Reading*****Belum sempat Kiran menjawab pertanyaan sang mertua, suara Amir terdengar menginterupsi."Ada apa, Ma? Pagi-pagi, kok sudah mengumpulkan mereka semua," tanya Wijananto dan Amir secara bersamaan.Kiran menarik tangan kanan sang suami, mencium punggung tangan tersebut penuh hormat. Beberapa detik kemudian, dia berbisik.Amir melihat semua pegawainya dengan muka malu. "Maaf, ya. Karena kesalahan saya, kalian kena omelan Mama.""Hah, maksudnya gimana?" tanya Laila dengan mata terbuka sempurna."Jadi, gini, Ma," ucap Amir yang menceritakan kejadian semalam bersama sang istri. Semua orang mendengarkan dengan baik kecuali Kiran yang menunduk dalam karena merasa bersalah telah membuat para pembantunya dimarahi Laila."Maafkan Kiran, ya, Ma. Sebenarnya, Kiran mau membereskan semua peralatan kotor, tapi sama Mas Amir nggak dibolehin. Kata beliau, keburu ngantuk. Jadi, kami langsung ke kamar untuk istirahat," jelas Kiran. Dia masih menunduk karena malu.Wijananto tertawa keras

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   153. Puyeng

    Happy Reading*****Amir melongo mendengar perintah sang istri. "Sayang, kan, kamu yang tadi ngomong lapar. Kenapa sekarang Mas yang kamu suruh makan? Ini gimana konsepnya? Mas nggak biasa makan sepagi ini, lho. Lagian, bentar lagi subuh dan jam sarapan sangat dekat.""Jadi, Mas, enggak mau makan masakanku?" tanya Kiran dengan suara bergetar."Bukan gitu, Sayang." Amir meremas rambutnya. Benar-benar bingung harus menjelaskan bagaimana pada sang istri. "Ya, sudah sini. Aku mau buang saja makanannya." Kiran mengambil kembali piring berisi cap cay dan juga es jeruk nipis dari hadapan suaminya.Amir bergerak dengan sangat cepat, merebut benda yang dipegang Kiran. "Oke ... oke. Mas akan makan semua ini, tapi dengan syarat.""Apa?" Kiran menatap sang suami dengan kening berkerut. "Kalau enggak ikhlas melakukannya, mending aku buang saja makanan ini.""Jangan, dong. Mas akan menghabiskannya asal kamu memenuhi syarat itu.""Cepetan ngomong. Apa syaratnya?" pinta Kiran. Perempuan itu tiba-tib

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   152. Terlalu Cinta

    Happy Reading*****"Aduh, kok, malah kenceng nangisnya?" Amir pun panik. "Pokoknya, kalau Mas enggak mau. Aku turun di sini saja. Aku mau jalan kaki ke supermarket itu terus nyari orang yang bisa buatkan aku tahu lontong," kata Kiran, ngaco.Amir meremas rambutnya, mulai bingung dan panik menghadapi sikap sang istri. "Jangan gitu, dong, Sayang. Oke, Mas bakalan masak untuk kamu, tapi kamu harus berjanji nggak akan marah kalau rasanya nggak sesuai harapanmu," kata lelaki itu."Terima kasih, Sayang." Kiran memeluk Amir dan mencium pipinya. Tangsinya pun terhenti bahkan kini wajah perempuan itu terlihat begitu bersinar.lHampir pukul dua pagi, Kiran dan Amir berbelanja di super market setelah mencari bahan-bahan apa saja yang diperlukan untuk membuat tahu lontong khas bumi Blambangan. Melihat banyaknya sayur dan buah di hadapannya, indera Kiran berbinar-binar apalagi ketika melihat wortel dan kembang kol. "Mas, kayaknya aku pengen masak cap cay saja, deh," kata Kiran. Perempuan itu me

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   151. Keanehan Lainnya

    Happy Reading*****Melihat kepergian Amir, Kiran mulai panik. "Mas, maaf. Aku beneran enggak ingat di tanggal sepuluh, dua bulan lalu. Tapi, bukan berarti aku enggak sayang sama njenengan. Jangan kekanakan, dong, Mas," ucapnya supaya sang suami tidak marah lagi. Amir tidak menggubris perkataan Kiran, dia memilih melanjutkan langkahnya ke kamar mandi. Sengaja memang, supaya sang istri menyadari kesalahannya dan tidak mengatakan hal-hal yang tidak mengenakkan lagi.Bukankah pernikahan itu adalah ibadah terpanjang. Jadi, mana mungkin Amir akan dengan mudah melupakan ikrar suci yang sudah diucapkannya. Baru juga dua bulan pernikahan, tetapi Kiran sudah menuduhnya sembarangan. "Mas, kamu marah sama aku?" tanya Kiran, sedikit berteriak. Amir tak menjawab bahkan tidak menoleh pada Kiran sama sekali. Namun, bahunya sempat terangkat ke atas. "Mas, ih. Maafin aku," ucap Kiran sekali lagi. Tak tahan dengan sikap diam suaminya, perempuan itu turun dari ranjang walau tanpa menggunakan sehelai

  • Gadis Lugu Penakluk Bos Galak   150. Membalas Kemarahan Kiran

    Happy Reading*****Sang sopir menatap Amir dengan ketakutan. Tangannya bahkan bergetar ketika berusaha menghentikan sang tuan rumah. "Pak, tolong maafkan sikap istri saya. Dia mungkin lagi banyak pikiran, makanya ngomong kasar seperti tadi. Padahal Bapak kan tahu sendiri kalau Kiran itu nggak pernah suka jika ada suara keras," kata Amir.Sopir yang bernama Widodo itu mengangguk. "Sebenarnya, saya juga salah, Pak. Nggak seharusnya menuruti semua keinginan Mbak Rara. Benar kata Mbak Kiran," ucap lelaki paruh baya itu dengan suara bergetar dan kepala menunduk."Jadikan pelajaran saja, ya, Pak. Lain kali, sekiranya menurut Bapak permintaan anak saya agak keterlaluan, tolong ingatkan saja. Kalau Rara ngeyel, njenengan bisa menelpon saya. Biar saya yang menasihatinya. Mungkin itu saja, Pak. Njenengan boleh melanjutkan pekerjaan lainnya." Amir berusaha tersenyum walau pikirannya masih terus berputar pada perubahan sikap sang istri. Sepeninggal sopir tersebut, Amir menyusul istrinya ke kam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status