Alarm berdering tepat di pukul 5 pagi. Mata Lily membuka perlahan, dia bangun dengan meregangkan otot-ototnya.
Setelah mematikan alarm, gadis itu menggaruk-garuk kepala, saat itu dia masih setengah sadar. Matanya dalam kondisi terpejam.Lily membuka mata, dia pun dikejutkan oleh dua potong roti dan juga segelas susu di samping alarm itu. Itu adalah sandwich isi sayur selada, tomat, bawang bombai dan irisan daging sapi.Gadis itu mengambil satu potong roti dan susu itu. Dia tersenyum dengan perasaan heran.“Siapa yang meletakkannya di sini?”Lily melahap potongan roti itu hingga habis. Dia merasa seperti putri raja jika dilayani seperti itu. Gadis itu menginginkannya setiap hari.Setelah puas menghabiskan sandwich itu, dia meneguk susu hangatnya hingga habis. Dia menghela nafas lega. Tanpa sengaja dia juga bersendawa.“Ah. Aku makan lebih baik di sini daripada rumah sendiri.”Beranjak dari ranjangnya. Dia mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.“Andai saja dari dulu seperti ini.”Menghidupkan shower. Air pun mengalir deras membasahi tubuhnya. Lily sampai lupa tidak menutup pintu, karena dia pikir tempat mandinya sedikit jauh dari pintu, jadi dia tidak akan ada yang masuk.Dia tak menyadari siapa yang sedang masuk ke dalam kamarnya. Tentu saja itu Kendrick, dia menoleh pada pintu yang tidak ditutup itu. Langkahnya menuju padanya.Saat akan masuk, dia mendengar suara rintikan air. Langkahnya pun terhenti, namun tangannya bergerak menutup pintu itu.Mendengar hal itu, Lily seketika menutup kedua organ sensitifnya dengan tangan. Jantung gadis itu seperti akan berhenti, dia sangat kaget. Nafas Lily begitu cepat setelahnya.Lily cukup trauma, dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Untung saja Kendrick tak sampai masuk.Mengintip sedikit saat akan keluar, Lily saat itu hanya memakai handuk. Dia takut Kendrick masih berada di luar menunggunya.“Dia sudah pergi atau belum?” gumam Lily bertanya-tanya. Tapi jika dia pikir-pikir, dia tak mungkin berdiam di sini terus-menerus.“Ya sudahlah.”Dengan santainya dia melangkah ke luar menuju ranjangnya.Langkahnya berhenti dengan tatapan panik saat melihat Kendrick duduk di ranjangnya dengan kedua tangan berada di belakang menopang tubuhnya.Pria itu menatap tubuh Lily dari ujung kaki sampai ujung rambut. Bibirnya terangkat dengan bergairah saat tatapan tajamnya tertuju pada wajah gadis itu.“Eh ....”“Aku akan ganti baju,” ucap gadis itu sambil berbalik arah.“Stop!”Teriakan Kendrick membuat langkahnya berhenti, hingga Lily menoleh kembali padanya.“Kau ingin ke mana? Ambil dulu pakaianmu di lemari, sayang.”Kendrick sedikit tertawa melihat kepanikan di wajah Lily. Bahkan otak gadis itu sampai tak berfungsi karena panik.Lily menuju pada lemari. Saat membuka lemari itu, dia dikejutkan dengan banyaknya berbagai macam pakaian yang telah terisi. Dia heran kapan mereka mengisi lemari itu, padahal kemarin dia lihat masih kosong.“Ambil gaun berwarna hitam yang sopan. Kita akan berkunjung ke makam ibuku.”Lily hanya mengangguk. Dengan cepat dia mengambil salah satu gaun panjang dengan dengan lengan tertutup.Melihat di cermin. Ternyata gaun itu pas di tubuhnya dan juga sangat indah. Ly tak mengerti bagaimana cara pria itu mengetahui ukuran tubuhnya.Tak perlu berlama-lama untuk bersiap, karena Kendrick tak punya waktu untuk itu. Mereka berangkat menuju makam keluarga yang cukup mewah. Makam itu sebenarnya telah ada sejak satu abad sebelum Kendrick dilahirkan.Makam itu didesain dengan banyak bunga mawar putih di setiap sisinya. Di setiap joglo hanya ada satu makam, sehingga membuat pemakaman itu seperti taman jika seseorang tak mengetahuinya.Menginjakkan kaki pada salah satu joglo, Lily melihat ke sana ke mari karena baru pertama kali makam semewah ini.Duduk di depan kuburan ibu Kendrick. Lily mengangkat wajahnya. Dia melihat tulisan di batu nisan, Marry Jasmine Bahesmana. Ternyata dia telah meninggal 25 tahun yang lalu.Umur Kendrick dikirakan telah 35 tahun karena saat itu Kendrick pernah bilang jika ibunya meninggal saat dia masih berumur 10 tahun.Dia menoleh pada Kendrick. Pria itu sedang memejamkan mata, membaca doa-doa. Gadis itu pun ikut memejamkan mata, membaca doa yang dikhususkan pada ibunya Kendrick.Kendrick telah selesai, dia menoleh pada Lily yang masih terpejam. Dia bisa melihat dari dekat kulit wajahnya, begitu putih dan halus. Tanpa disadari, dia sedikit tersenyum.Lily pun telah selesai. Dengan wajah polos dia menatapnya balik. Matanya yang besar dan indah membuat Kendrick semakin betah menatap.“Ternyata kau bisa berdoa juga?” ucap Kendrick mengejeknya. Dia menertawakannya.Alis gadis itu seketika mengerut padanya.“Tuan pikir aku bodoh?” ucapnya kesal. Bibirnya mulai mengerucut.“Dasar tukang marah. Padahal kan aku hanya bercanda,” balas Kendrick dengan senyum tipisnya.“Aku sudah menunjukkan makam ibuku. Apa kau sudah percaya sekarang?”Lily menundukkan wajah dengan pikiran yang bertanya-tanya. Dia masih heran mengapa ibu Rosby bisa setega itu.“Aku mengenalnya sangat takut dengan darah. Jadi bagaimana dia bisa melakukannya?”Tatapan Kendrick berubah datar seketika. Dia menepuk jidatnya sendiri. Menoleh kembali pada Lily, menghela nafas berat.“Jangan tertipu dengan aktingnya. Dia itu penghianat.”“Memangnya dia memperlakukanmu dengan baik?”Wajah Lily muram. Dia menggelengkan kepala.“Dulu aku pikir dia baik. Tapi sekarang aku pikir lagi tidak juga.”Memejamkan mata dengan bernafas berat.“Aku gak pernah menyangka dia setega itu.”Lily menoleh padanya. “Ngomong-ngomong sekarang kau menguburkan jasad ibu Rosbyga di mana?”“Di sebuah gubuk di tengah hutan. Orang tak punya hati itu pantas mendapatkannya.”Mereka saling merenung dengan menatap kuburan Marry. Sejujurnya mereka lelah dengan kisah hidupnya masing-masing. Wajahnya sama-sama muram.“Ayo pulang.”Mereka beranjak, melangkah meninggalkan joglo itu. Namun tiba-tiba langkah Kendrick berhenti, dia menoleh pada makam ibunya itu. Matanya berkaca-kaca, dia sangat merindukan ibu Marry. Wanita tercantik dan terbaik yang pernah dia temui.Berada di perjalanan, Lily dan Kendrick sibuk dengan pikirannya masing-masing. Lily menatap ke luar jendela, sedangkan Kendrick fokus menatap ke depan.Semakin lama Kendrick menjadi bosan berdiam diri seperti itu.“Kau ingin makan apa?”Lily menoleh padanya. Dia tak langsung menjawab, namun berpikir terlebih dahulu.“Hm, aku tidak tahu makanan-makanan yang enak di kota. Tapi entah kenapa aku ingin sekali memakan mie sambil membaca buku.”“Aku selalu melakukannya di rumahnya dulu setelah selesai bekerja.”Kendrick sedikit menoleh padanya, wajah gadis itu tampak ceria. Keceriaan wajahnya membuat Kendrick tersenyum.“Ide yang bagus. Kebetulan aku juga suka membaca buku. Hanya saja sekarang agak jarang.”Kendrick sebenarnya tak menyangka jika gadis itu menyukai hal yang sama dengannya. Namun, Kendrick sudah lama meninggalkan hobinya itu. Semua itu karena dia sibuk mengurus gangster dan juga bisnisnya.Alasan utama dia mendirikan gangster itu adalah untuk balas dendam atas kematian ibunya. Namun ternyata itu juga sangat membantu kelancaran bisnisnya, sehingga terkadang dia lebih sibuk mengurus permasalahannya dengan para mafia daripada mengurus perusahaan.Perpustakaan itu berkolaborasi dengan sebuah kafe yang menyediakan kopi dan juga banyak makanan lainnya. Saat memasuki perpustakaan itu, Lily seketika mengingat pada masa kecilnya yang sangat senang membaca buku di perpustakaan kakek Bretton. Sayangnya ternyata kakek Bretton tak sebaik yang dia pikirkan.Gadis itu melihat buku astronom yang sangat mirip dengan buku yang pernah dia baca dahulu. Ada sedikit perbedaan, namun juga tak mencolok. Lily membukanya.Luar biasa, ternyata itu buku yang sama seperti buku yang ingin Lily baca sampai tamat dahulu. Namun, entah kenapa dia tak menemukannya lagi setelah itu.“Akhirnya ketemu lagi.”Gadis itu membacanya. Duduk di samping Kendrick yang juga sedang sibuk membaca buku. Lily melirik pada buku yang dibaca Kendrick. Ternyata dia juga membaca buku sains, namun tentang anatomi.“Kau juga menyukai sains?” tanya Lily.“Sangat,” jawab Kendrick menoleh padanya.Tanpa mereka sadari ada seorang wanita bergaun merah panjang yang mendatangi mereka.Sandal hak tinggi berwarna merahnya terdengar ketika dia berjalan. Wanita itu tampak anggun dan elegan. Dia tersenyum lembut.“Hai.”“Hai.”Perhatian Lily dan Kendrick tertuju padanya wanita itu adalah Amber Waverly. Tampilannya cukup berbeda, dia tampak anggun dengan full make up dan juga gaun panjang berwarna merahnya.Tatapannya Kendrick bergerak dari ujung kaki sampai ujung rambut. Wanita itu sekarang memakai sandal hak tinggi yang juga berwarna merah. Padahal biasanya dia tak pernah berani memakainya.“Kenapa tampilanmu tiba-tiba berbeda?”Pertanyaan Kendrick itu membuat wajahnya tampak sedikit tak nyaman.“Eh ... aku tadi baru datang dari acara fashion show.”Wanita itu tersenyum setelahnya.“Kemari.”“Duduklah di dekat Lily.”Amber mengangguk pelan. Dia pun melangkah, duduk di dekat Lily. Amber tersenyum lembut pada gadis itu. Dengan senang hati, Lily juga tersenyum padanya.Saat Lily fokus pada bukunya kembali. Amber tetap menatap gadis itu. Wajah gadis itu memang sangat putih dan mulus, tak pernah Amber melihat kulit yang lebih indah daripada kulit Lily.“Sepertinya bisnismu sekarang semakin ber
Gadis berambut merah jahe dan berkulit kuning kecokelatan. Wajahnya tampak begitu mirip dengan Lily. Itu membuat Lily yang penasaran mendekat dengan perlahan.Langkah Lily terhenti ketika melihat gadis itu menoleh pada seseorang dengan raut bahagia. Dia tiba-tiba berlari ke arah Amber Waverly, mereka pun langsung berpelukan. Dari cara mereka melepas rindu, mereka seperti orang yang tak bertemu bertahun-tahun. Mungkin gadis berambut jahe itu adalah sahabat Amber yang berpisah dengannya dari sekian lama.Lily hanya memerhatikan mereka dengan wajah heran. Ternyata gadis berambut jahe itu tak terlalu mirip dengannya jika dilihat dari depan. Dia memiliki hidung yang lurus, bibir yang tebal dan juga mata yang panjang namun tampak kecil. Lily sangat menyukai bentuk matanya.Gadis berambut merah jahe itu memerhatikan tubuh Amber, dia tampak begitu takjub. “Amber. Kamu sekarang sudah banyak berubah.” “Kamu semakin cantik dan semakin sukses.”Dengan senyum gembira, dia menjulurkan t
Bersandar di sofa sambil menikmati secangkir kopi. Saat ini Kendrick malas melakukan apa pun dan juga malas memikirkan apa pun. Tak ada yang membuatnya terkesan hari ini.Mengambil majalah hariannya. Kendrick membukanya selembar, membaca berita baru yang terjadi hari ini. Isinya hanyalah korban kecelakaan, kebakaran rumah dan beberapa iklan. Dia melemparkannya kembali ke meja. Berita yang dia harapkan tak pernah terjadi.Deringan telepon berbunyi. Kendrick sedikit melirik ke arahnya. Lagi-lagi itu telepon dari orang yang tak dikenal.Dengan gerakan malas, Kendrick mengambil ponselnya itu. Dia mengangkatnya.“Ini dengan Tuan Kendrick?” tanya penelepon itu.Kendrick sedikit kaget, ini pasti yang dia tunggu-tunggu.“Iya. Ini saya sendiri. Ada apa?”“Nama saya adalah Wilson. Saya adalah seseorang yang anda suruh untuk melacak sebuah peta.”Seketika Kendrick mengembangkan senyumnya dengan lebar.“Kau telah menemukan keberadaan ayahku?” tanya Kendrick sangat penasaran.“Saya tidak
“Halo? Apakah ini Lily?”Lily benar-benar kaget, rautnya seperti membeku dalam sesaat. Entah siapa yang meneleponnya, itu membuat Lily ketakutan.“Halo?”Seketika lamunan Lily bubar dengan terkejut. Dia membuat nafas gadis itu berdegup kencang.“Bukan. Aku bukan Lily.”“Tapi siapa kau? Apakah kau kenal dengan gadis bernama Lily itu?” ucapnya berusaha tenang. Gadis itu menelan salivanya dengan berat.Entah kenapa. Tiba-tiba pria penelepon itu tertawa. Mata Lily langsung membelalak.“Kau pikir aku tidak mengenalmu? Aku sangat hafal dengan suaramu yang manis itu.”Dahi Lily berkerut. Dia sangat penasaran siapa pria itu.“Kau siapa?”“Namaku Revan Narandra. Aku temanmu saat sekolah dulu. Waktu masih SMP,” jelasnya dengan nada lembut.Tentu saja Lily mengenalnya. Dia dahulu sangat akrab dengan Revan Narandra. Tapi dia masih bingung bagaimana Revan mengetahui nomer rumah ini.“Oh, iya! Aku masih ingat,” ucapnya dengan tersenyum lebar. Perasaannya berubah begitu cepat.“Bagaiman
“Apakah kau mengenal Revan?” Lily menatapnya dengan datar, tentu saja dia kaget dengan pertanyaan itu. “Kenal. Dia temanku saat sekolah menengah pertama. Memangnya kenapa?” Gadis itu tak langsung menjawab, dia malah memainkan jarinya. Itu membuat Lily semakin penasaran. “Apakah kau pernah memiliki hubungan dengannya? Sepertinya dia sangat perhatian padamu,” ucap Liza dengan malu-malu. Wajahnya tampak muram. Di hari biasanya, Lily tak pernah sedikit pun melihatnya muram. Lily menjadi curiga jika Revan memiliki hubungan spesial dengannya. “Sebentar.” “Kenapa kau bertanya seperti itu padaku? Apakah kau menyukainya?” Liza mengangkat wajahnya menatap Lily. Gadis itu begitu malu-malu, seakan-akan ada lem yang merapatkan mulutnya. “Anu.” Gadis itu tak langsung menjawab. Lily semakin la semakin kesal melihatnya seperti itu. Dia berdecak. “Liza, katakan!” Mata Liza seketika membelalak, kedua tangannya ke belakang menopang tubuhnya yang akan terjatuh. “Dia ... dia pacarku,” ucapnya
“Gagal? Apakah kakek Bretton memberimu peta palsu?!”Berdiam di pelukan gadis itu. Kendrick merasakan dadanya terasa panas dengan detak jantung tak karuan.“Iya.”Pria itu pun memejamkan matanya di pelukan Lily. Kendrick benar-benar memeluk Lily seperti anak kecil yang berada di pelukan ibunya. Sejak kecil dia memang memiliki kebiasaan memeluk ibunya ketika dia merasa sangat lelah. Kamar yang Lily tinggali sebenarnya juga kamar bekas almarhum ibunya dulu, sehingga Kendrick mengkhayalkan Lily adalah ibunya.Lily bisa merasakan nafas Kendrick yang hangat di punggungnya. Gadis itu jadi teringat saat memeluk keponakan laki-lakinya yang berumur 6 tahun. Saat anak kecil itu menangis, biasanya dia berlari pada Lily dan tidur di pelukannya. Namun, kali ini Lily memeluk anak kecil raksasa dengan berat dua kali lipat dari tubuhnya.Gadis itu bergerak memeluknya balik. Tangan kanannya menepuk-nepuk ringan punggung pria itu.Mungkin untuk sementara waktu terasa nyaman, namun semakin lama
“Kendrick?!”Kedua orang yang masih berselimut itu langsung bangun dengan mata membelalak. Jantung mereka berdua langsung berdetak kencang tak karuan. Terutama Kendrick yang kedua kancing kemeja bagian atasnya terbuka dan dasinya tak karuan.“Bibi. Ini tidak seperti yang Bibi pikirkan.”“Kami hanya—“Bibi Freda mengangkat tangan kanannya menyuruh pria itu diam. Kendrick saat ini hanya bisa terdiam. Seluruh tubuh pria itu terasa panas karena ketakutannya sendiri.Kendrick beranjak dari ranjangnya, melangkah menghampiri bibinya itu. Wajahnya hanya menunduk, dia bahkan tak berani menatap mata Bibi Freda.“Kendrick minta maaf, Bi. Kendrick salah,” ucapnya dengan wajah murung. Dia tampak sangat menyesal.Bibi Freda menatap ke arah lain dengan wajah yang sinis. Dia tak pernah percaya anak laki-laki yang dia besarkan seperti anak sendiri sekarang berani melakukan itu.“Untuk apa minta maaf ke Bibi, hm?”“Minta maaf ke pacarmu itu. Kau menodainya tanpa nikah.”Kendrick sedikit membe
Berdiri dengan menenteng kopernya, sorot mata Lily ke sana ke mari menatap seluruh ruangan itu. Itu adalah pertama kalinya dia masuk ke hotel. Saat itu dia sedang menunggu James yang sedang mengurus pemesanan kamar.Bangunan itu sangat megah baginya.“Lily.”Menoleh dengan kaget sehingga tatapannya sedikit membelalak. Dia merasa malu sehingga menurunkan tatapannya. James menghampiri dengan sebuah kunci kamar di tangannya. Dia meletakkannya langsung di tangan Lily. “Ingat. Kamar nomer 106.”Lily hanya mengangguk. Dia memerhatikan kunci dengan berhias gantungan nomor kamar.“Ayo. Akan kutunjukkan kamarnya.” Pria itu melangkahkan kaki. Namun, dengan cepat Lily meraih tangannya sehingga dia berhenti. Menoleh pada gadis itu.“Apakah tuan Kendrick akan menemuiku nanti?”Menatap datar raut polosnya. James melepaskan tangan gadis itu pada lengannya.“Aku tidak tahu, Nona.”Tanpa memedulikannya lagi. James melangkah meninggalkannya. Tak peduli gadis itu akan mengikutinya atau tida