Share

8. Pemakaman Marry

Alarm berdering tepat di pukul 5 pagi. Mata Lily membuka perlahan, dia bangun dengan meregangkan otot-ototnya.

Setelah mematikan alarm, gadis itu menggaruk-garuk kepala, saat itu dia masih setengah sadar. Matanya dalam kondisi terpejam.

Lily membuka mata, dia pun dikejutkan oleh dua potong roti dan juga segelas susu di samping alarm itu. Itu adalah sandwich isi sayur selada, tomat, bawang bombai dan irisan daging sapi.

Gadis itu mengambil satu potong roti dan susu itu. Dia tersenyum dengan perasaan heran.

“Siapa yang meletakkannya di sini?”

Lily melahap potongan roti itu hingga habis. Dia merasa seperti putri raja jika dilayani seperti itu. Gadis itu menginginkannya setiap hari.

Setelah puas menghabiskan sandwich itu, dia meneguk susu hangatnya hingga habis. Dia menghela nafas lega. Tanpa sengaja dia juga bersendawa.

“Ah. Aku makan lebih baik di sini daripada rumah sendiri.”

Beranjak dari ranjangnya. Dia mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.

“Andai saja dari dulu seperti ini.”

Menghidupkan shower. Air pun mengalir deras membasahi tubuhnya. Lily sampai lupa tidak menutup pintu, karena dia pikir tempat mandinya sedikit jauh dari pintu, jadi dia tidak akan ada yang masuk.

Dia tak menyadari siapa yang sedang masuk ke dalam kamarnya. Tentu saja itu Kendrick, dia menoleh pada pintu yang tidak ditutup itu. Langkahnya menuju padanya.

Saat akan masuk, dia mendengar suara rintikan air. Langkahnya pun terhenti, namun tangannya bergerak menutup pintu itu.

Mendengar hal itu, Lily seketika menutup kedua organ sensitifnya dengan tangan. Jantung gadis itu seperti akan berhenti, dia sangat kaget. Nafas Lily begitu cepat setelahnya.

Lily cukup trauma, dia berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Untung saja Kendrick tak sampai masuk.

Mengintip sedikit saat akan keluar, Lily saat itu hanya memakai handuk. Dia takut Kendrick masih berada di luar menunggunya.

“Dia sudah pergi atau belum?” gumam Lily bertanya-tanya. Tapi jika dia pikir-pikir, dia tak mungkin berdiam di sini terus-menerus.

“Ya sudahlah.”

Dengan santainya dia melangkah ke luar menuju ranjangnya.

Langkahnya berhenti dengan tatapan panik saat melihat Kendrick duduk di ranjangnya dengan kedua tangan berada di belakang menopang tubuhnya.

Pria itu menatap tubuh Lily dari ujung kaki sampai ujung rambut. Bibirnya terangkat dengan bergairah saat tatapan tajamnya tertuju pada wajah gadis itu.

“Eh ....”

“Aku akan ganti baju,” ucap gadis itu sambil berbalik arah.

“Stop!”

Teriakan Kendrick membuat langkahnya berhenti, hingga Lily menoleh kembali padanya.

“Kau ingin ke mana? Ambil dulu pakaianmu di lemari, sayang.”

Kendrick sedikit tertawa melihat kepanikan di wajah Lily. Bahkan otak gadis itu sampai tak berfungsi karena panik.

Lily menuju pada lemari. Saat membuka lemari itu, dia dikejutkan dengan banyaknya berbagai macam pakaian yang telah terisi. Dia heran kapan mereka mengisi lemari itu, padahal kemarin dia lihat masih kosong.

“Ambil gaun berwarna hitam yang sopan. Kita akan berkunjung ke makam ibuku.”

Lily hanya mengangguk. Dengan cepat dia mengambil salah satu gaun panjang dengan dengan lengan tertutup.

Melihat di cermin. Ternyata gaun itu pas di tubuhnya dan juga sangat indah. Ly tak mengerti bagaimana cara pria itu mengetahui ukuran tubuhnya.

Tak perlu berlama-lama untuk bersiap, karena Kendrick tak punya waktu untuk itu. Mereka berangkat menuju makam keluarga yang cukup mewah. Makam itu sebenarnya telah ada sejak satu abad sebelum Kendrick dilahirkan.

Makam itu didesain dengan banyak bunga mawar putih di setiap sisinya. Di setiap joglo hanya ada satu makam, sehingga membuat pemakaman itu seperti taman jika seseorang tak mengetahuinya.

Menginjakkan kaki pada salah satu joglo, Lily melihat ke sana ke mari karena baru pertama kali makam semewah ini.

Duduk di depan kuburan ibu Kendrick. Lily mengangkat wajahnya. Dia melihat tulisan di batu nisan, Marry Jasmine Bahesmana. Ternyata dia telah meninggal 25 tahun yang lalu.

Umur Kendrick dikirakan telah 35 tahun karena saat itu Kendrick pernah bilang jika ibunya meninggal saat dia masih berumur 10 tahun.

Dia menoleh pada Kendrick. Pria itu sedang memejamkan mata, membaca doa-doa. Gadis itu pun ikut memejamkan mata, membaca doa yang dikhususkan pada ibunya Kendrick.

Kendrick telah selesai, dia menoleh pada Lily yang masih terpejam. Dia bisa melihat dari dekat kulit wajahnya, begitu putih dan halus. Tanpa disadari, dia sedikit tersenyum.

Lily pun telah selesai. Dengan wajah polos dia menatapnya balik. Matanya yang besar dan indah membuat Kendrick semakin betah menatap.

“Ternyata kau bisa berdoa juga?” ucap Kendrick mengejeknya. Dia menertawakannya.

Alis gadis itu seketika mengerut padanya.

“Tuan pikir aku bodoh?” ucapnya kesal. Bibirnya mulai mengerucut.

“Dasar tukang marah. Padahal kan aku hanya bercanda,” balas Kendrick dengan senyum tipisnya.

“Aku sudah menunjukkan makam ibuku. Apa kau sudah percaya sekarang?”

Lily menundukkan wajah dengan pikiran yang bertanya-tanya. Dia masih heran mengapa ibu Rosby bisa setega itu.

“Aku mengenalnya sangat takut dengan darah. Jadi bagaimana dia bisa melakukannya?”

Tatapan Kendrick berubah datar seketika. Dia menepuk jidatnya sendiri. Menoleh kembali pada Lily, menghela nafas berat.

“Jangan tertipu dengan aktingnya. Dia itu penghianat.”

“Memangnya dia memperlakukanmu dengan baik?”

Wajah Lily muram. Dia menggelengkan kepala.

“Dulu aku pikir dia baik. Tapi sekarang aku pikir lagi tidak juga.”

Memejamkan mata dengan bernafas berat.

“Aku gak pernah menyangka dia setega itu.”

Lily menoleh padanya. “Ngomong-ngomong sekarang kau menguburkan jasad ibu Rosbyga di mana?”

“Di sebuah gubuk di tengah hutan. Orang tak punya hati itu pantas mendapatkannya.”

Mereka saling merenung dengan menatap kuburan Marry. Sejujurnya mereka lelah dengan kisah hidupnya masing-masing. Wajahnya sama-sama muram.

“Ayo pulang.”

Mereka beranjak, melangkah meninggalkan joglo itu. Namun tiba-tiba langkah Kendrick berhenti, dia menoleh pada makam ibunya itu. Matanya berkaca-kaca, dia sangat merindukan ibu Marry. Wanita tercantik dan terbaik yang pernah dia temui.

Berada di perjalanan, Lily dan Kendrick sibuk dengan pikirannya masing-masing. Lily menatap ke luar jendela, sedangkan Kendrick fokus menatap ke depan.

Semakin lama Kendrick menjadi bosan berdiam diri seperti itu.

“Kau ingin makan apa?”

Lily menoleh padanya. Dia tak langsung menjawab, namun berpikir terlebih dahulu.

“Hm, aku tidak tahu makanan-makanan yang enak di kota. Tapi entah kenapa aku ingin sekali memakan mie sambil membaca buku.”

“Aku selalu melakukannya di rumahnya dulu setelah selesai bekerja.”

Kendrick sedikit menoleh padanya, wajah gadis itu tampak ceria. Keceriaan wajahnya membuat Kendrick tersenyum.

“Ide yang bagus. Kebetulan aku juga suka membaca buku. Hanya saja sekarang agak jarang.”

Kendrick sebenarnya tak menyangka jika gadis itu menyukai hal yang sama dengannya. Namun, Kendrick sudah lama meninggalkan hobinya itu. Semua itu karena dia sibuk mengurus gangster dan juga bisnisnya.

Alasan utama dia mendirikan gangster itu adalah untuk balas dendam atas kematian ibunya. Namun ternyata itu juga sangat membantu kelancaran bisnisnya, sehingga terkadang dia lebih sibuk mengurus permasalahannya dengan para mafia daripada mengurus perusahaan.

Perpustakaan itu berkolaborasi dengan sebuah kafe yang menyediakan kopi dan juga banyak makanan lainnya. Saat memasuki perpustakaan itu, Lily seketika mengingat pada masa kecilnya yang sangat senang membaca buku di perpustakaan kakek Bretton. Sayangnya ternyata kakek Bretton tak sebaik yang dia pikirkan.

Gadis itu melihat buku astronom yang sangat mirip dengan buku yang pernah dia baca dahulu. Ada sedikit perbedaan, namun juga tak mencolok. Lily membukanya.

Luar biasa, ternyata itu buku yang sama seperti buku yang ingin Lily baca sampai tamat dahulu. Namun, entah kenapa dia tak menemukannya lagi setelah itu.

“Akhirnya ketemu lagi.”

Gadis itu membacanya. Duduk di samping Kendrick yang juga sedang sibuk membaca buku. Lily melirik pada buku yang dibaca Kendrick. Ternyata dia juga membaca buku sains, namun tentang anatomi.

“Kau juga menyukai sains?” tanya Lily.

“Sangat,” jawab Kendrick menoleh padanya.

Tanpa mereka sadari ada seorang wanita bergaun merah panjang yang mendatangi mereka.

Sandal hak tinggi berwarna merahnya terdengar ketika dia berjalan. Wanita itu tampak anggun dan elegan. Dia tersenyum lembut.

“Hai.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status