Share

Bab 2

Author: Ratu As
last update Last Updated: 2025-10-14 22:18:16

Ziana berbalik, dia menghadap Arhan dan menyembunyikan bagian belakang tubuhnya lalu dengan canggung mengakui.

"Ti--tidak, aku tidak terluka, Pak Arhan! Darah ini.... mm, aku sedang datang bulan--" jawabnya setengah menggumam dan menunduk dalam.

Arhan tidak bereaksi, dia kembali memasang wajah tak acuh kemudian melangkah ke arah pintu, "kalau begitu cepat bersihkan dirimu."

Ziana mengangguk, masih berdiri di tempat sampai lelaki itu benar-benar pergi dan tidak lagi terlihat.

"Hah, memalukan!" rutuk Ziana sembari berjalan ke kamar mandi. Dia sangat malu, dia pikir Arhan pasti merasa jijik.

***

Sejak tadi Sandra terus mencari-cari sosok Ziana, dia sangat menantikan kedatangan sahabatnya itu. Ziana berjanji akan datang, namun hingga acara hampir selesai batang hidungnya tidak kunjung terlihat.

Selepas lulus sekolah enam bulan lalu, mereka belum pernah bertemu lagi karena kesibukan masing-masing, Sandra dengan segala aktivitasnya menjadi mahasiswi baru, sedang Ziana pontang-panting di dunia kerja yang jarang mengambil libur.

Ziana hanya gadis sebatang kara, selepas dewasa dia tidak lagi tinggal di panti asuhan, melainkan menyewa kamar kos yang tarifnya murah, demi menghemat pengeluaran. Bukan apa-apa, dia bekerja keras selain untuk menghidupi dirinya, sebagian uangnya selalu dia sumbangkan untuk adik-adik pantinya.

Dia selalu menganggap makhluk-makhluk kecil di tempat itu adalah keluarganya.

"Cari siapa?" tanya seorang pemuda yang sejak tadi mengikuti langkah Sandra.

"Ziana, dia bilang akan datang. Tapi aku tidak melihatnya sejak tadi--" Mata Sandra terus menelisik, mencari-cari namun tak kunjung dia temui hingga seorang pelayan mendekat lalu bilang pada Sandra jika Ziana ada di kamar tamu sedang menunggunya.

"Baiklah, aku akan ke sana!" Sandra berbinar, raut wajah yang semula tidak bergairah kini berubah ceria.

Endra yang yang melihatnya pun ikut senang. Sandra meraih lengan lelaki itu kemudian berkata, "aku akan menemui Sandra, mau ikut?"

"Dia sudah datang?" Endra tampak tidak keberatan, jujur lelaki itu juga penasaran dengan sahabat yang sering kali Sandra ceritakan padanya.

Sandra dan Endra belum resmi berpacaran, namun semenjak mereka bertemu di kampus Sandra sudah naksir lebih dulu. Dan belakangan ini hubungan keduanya makin dekat.

***

Ziana merapikan lagi penampilannya, dia memakai baju yang tadi dibawakan oleh pembantu lengkap dengan pembalut dan juga obat nyeri haid. Sekali lagi Ziana dibuat tidak menyangka dengan sikap Arhan--dingin tapi diam-diam peduli. Ziana tahu, Arhan ayah dari seorang putri, wajar saja jika dia tahu banyak kebutuhan wanita.

"Zi--"

Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Ziana, buru-buru gadis itu membukanya. Dari suaranya, Ziana tahu jelas itu Sandra.

"Selamat ulang tahun, Sandra!" seru Ziana riang begitu pintu terbuka dan terlihat Sandra berdiri dengan senyum merekah.

Ziana langsung memeluk sahabatnya, erat, untuk mengobati rasa rindu mereka. Dulu ketika sekolah hampir setiap waktu mereka bersama.

"Zi, kenalkan ini Endra--" ucap Sandra menyadarkan Ziana, sejak tadi ada pemuda yang membuntuti Sandra, namun gadis itu tidak memerhatikan. Berbeda dengan Endra yang diam dan tatapannya terus terpaku begitu sosok Ziana terlihat.

Endra tidak bisa menarik tatapannya dengan mudah. Matanya terus memerhatikan gadis berambut panjang lurus yang terikat dengan rapi, wajahnya oval dan imut, bulu matanya panjang juga lentik, hidungnya mungil, dan bibirnya yang berwarna merah muda alami.

Ziana terlihat semakin manis saat tersenyum, ditambah dengan lesung pipi kecil di dekat ujung bibir. Ziana punya kecantikan yang berbeda meski tanpa riasan sekali pun.

"Hai, aku Ziana--" ucap Ziana saat Endra mengulurkan tangan dan tersenyum dengan ramah.

"Dia gebetanku--" bisik Sandra yang sontak membuat Ziana terkekeh.

"Oh ... jadi ini?" Ziana mengerling, dia ingat jika Sandra pernah menceritakan sekilas tentang Endra saat mereka bertukar kabar lewat telepon.

Dengan malu-malu dan pipi yang merona Sandra mengangguk. Ziana paham dengan ekspresi itu, sahabatnya sedang kasmaran! Di mata Ziana, lelaki di depannya itu memang cukup tampan dan gayanya kekinian, namun bukan tipe Ziana, karena dia lebih suka lelaki yang dewasa.

Setelah berbincang sesaat, Ziana mengambil hadiah yang sudah dia persiapkan untuk Sandra. Untung hadiah itu tidak ikut tercebur dan basah, karena saat Ziana mengalami hal apes, hadiah untuk Sandra dia letakan di meja dekat taman.

"Kamu merajutnya sendiri? Ini cantik dan rapi sekali!" puji Sandra antusias saat melihat cardigan berwarna pink nude yang Ziana berikan.

"Khusus buat kamu--" Ziana senang, Sandra sangat menghargai pemberiannya yang sederhana. Percayalah untuk membuat satu cardigan itu Ziana butuh waktu cukup lama karena harus mencuri-curi waktu di sela istirahat kerja atau di malam sebelum ketiduran.

Setelah bertemu dan ngobrol sebentar termasuk tentang insiden tercebur di kolam tadi Sandra pamit, dia ingin kembali ke aula pesta yang belum selesai, masih ada tamu yang sedang asyik begadang di sana.

"Pokoknya nginep, besok aku bakal bangunin kamu buat sarapan bareng!" pesan Sandra sebelum meninggalkan Ziana dan mengajak Endra kembali ke tempat acara.

Ziana mengangguk, dia yang lelah memilih untuk tetap di kamar. Sandra juga tidak mengizinkan dia pergi karena tahu Ziana baru saja tenggelam dan badannya masih terlihat pucat.

***

"Ayah, aku berangkat!" seru Sandra yang sudah bersiap setelah tadi sarapan dengan Ziana. Keduanya berdiri di ruang tengah.

"Kalian pergi bersama?" Arhan baru saja keluar dari kamarnya, dia berjalan menuruni tangga. Lelaki itu sudah rapi dengan stelan jas yang tampak mahal dan membuat tubuh bidangnya semakin gagah.

Ziana diam-diam memerhatikan, tanpa sadar senyumnya terulas. Seperti remaja yang sedang merasakan cinta monyet saja, hanya dengan melihat Arhan sudah bikin pagi Ziana makin cerah.

"Heh, bengong!" tegur Sandra, menyikut lengan Ziana yang sejak tadi bengong. Sandra tidak tahu apa yang sahabatnya itu pikirkan, namun tatapan dan senyumnya membuat Sandra ikut senang.

Dalam pikiran Sandra, Ziana sedang membayang andai dia juga punya seorang ayah. Baiklah, dengan senang hati Sandra akan berbagi ayah.

Ziana menggelengkan kepalanya, kembali meraih kesadaran yang sesaat sempat buyar.

"Kamu mau ke kampus?" tanya Arhan pada putrinya, sementara pada Ziana dia hanya menoleh dan memerhatikan sekilas gadis yang tampak sudah membaik ketimbang semalam.

"Iya, Yah, anter Zi dulu. Oiya, hari ini Tante Ofi pulang dari Singapore kan? Ayah jemput?" Terlihat sekali jika Sandra bertanya dengan penuh harap. Ziana tidak tahu tentang siapa Ofi, tapi melihat binar di mata Sandra seperti wanita itu berperan penting di keluarga ini.

"Ya--" jawab Arhan, perhatiannya fokus pada layar ponsel kemudian menunjukkan sesuatu pada Sandra, "Ayah transfer uang jajan, kamu boleh pakai buat traktir temen kamu--"

Sandra bersorak, seperti biasa di depan ayahnya dia akan menjelma seperti anak kecil. Sandra menghambur memeluk Arhan bahkan memberikan kecupan di pipi tanpa malu, dia sangat aktif, berbeda dengan sang Ayah yang hanya merangkul pinggang dan menahan Sandra agar tidak jatuh.

"Makasih, Ayah! Bye--" pamit Sandra bergegas menarik tangan Ziana dengan semangat keluar dari rumah itu.

Arhan memang sangat dermawan, Ziana tahu uang jajan yang Arhan beri untuk putrinya itu mungkin setara gaji Ziana satu bulan. Memikirkannya membuat Ziana miris, ternyata begini yang namanya kesenjangan ekonomi!

***

"Kamu kerja di resto ini?" Sandra menghentikan mobilnya tepat di depan jalan sebuah restoran.

"Ya, aku shift pagi hari ini, maaf ya enggak bisa nemenin kamu--"

"Enggak masalah, aku bisa mentraktirmu dan mengajak jalan-jalan lain kali. Hari ini jadwalku juga lumayan padat, setelah dari kampus aku berniat ingin ke rumah Nenek untuk menagih kado--" Sandra meringis, dia masih bertahan di dalam mobil, sedangkan Ziana bicara lewat jendela dan berdiri di luar.

"Aku juga ingin memastikan Kutukupret yang membuatmu tenggelam semalam akan mendapat hukuman!"

Ziana terkekeh, dia lihat ekspresi Sandra yang menggelikan hanya untuk membelanya dari sang sepupu.

"Lalu setelah itu aku akan menginap di rumah Tante Ofi--" Sandra biasa bicara blak-blakan di depan Ziana, dia tidak sungkan sedikit pun.

"Tante Ofi? Dia siapa? Kamu belum pernah menceritakan tentangnya, apa dia saudara ayahmu?"

Pertanyaan Ziana dijawab langsung oleh Sandra yang tersenyum sumringah.

"Bukan... dia calon Ibuku! Ah ... aku baru ingat belum sempat menceritakannya padamu, lain kali jika ada waktu aku akan mengenalkan Tante Ofi padamu--"

"Calon Ibumu? Maksudnya dia dan ayahmu--"

"Ya, mereka pacaran! Ah, sebenarnya aku belum yakin hubungan mereka sudah sejauh mana, tapi beberapa bulan ini mereka dekat!"

Ziana menelan ludah, dia tidak tahu harus merespon apa namun untuk pertama kalinya dia melihat Sandra begitu antusias pada seorang wanita untuk dijadikan ibu. Pastilah mereka sudah sangat dekat karena Sandra tanpa segan ingin menginap. Memikirkan ini membuat Ziana sedikit kecewa, Pak Arhan yang sudah menduda lama mungkinkah akan menikah lagi?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 6

    "Oh, benarkah?" Arhan menunjukan sikap tenang, "saya tidak sengaja mendengar dari beberapa pelayan lain--"Ziana terkekeh mendengarnya, dia pikir Arhan sungguhan tahu karena punya koneksi orang dalam di restoran itu, rupanya hanya hasil dari menguping!"Aku berharap itu benar, tapi belum ada kepastian," sahut Ziana polos, dia sama sekali tidak berpikir jika Arhan seseorang yang memiliki kuasa di restoran tempatnya bekerja. "Oiya, Pak Arhan habis makan? Sendirian?" Ziana memindai sekeliling, tidak ada orang lain yang terlihat sedang menunggu Arhan. "Ya, tadi ada rapat di sini. Sudah selesai--" Ziana manggut-manggut, dia paham mungkin Arhan baru saja mengadakan rapat bersama orang penting. Restoran ini memang salah satu tempat favorit para pebisnis melakukan reservasi tempat untuk mengadakan rapat, biasanya ada di privat room di lantai tiga. "Zi, ayo!" Suara Reyna mengalihkan perhatian keduanya, mereka menoleh bersamaan ke arah Reyna. "Pak Arhan, sepertinya aku harus pergi." Ziana

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 5

    "Ah? Maksudnya ini--" Ziana meremas amplop yang tadi Adam beri sembari terkekeh malu, dia pikir mungkinkah Arhan penasaran dengan bayaran jasa kebersihan yang dia lakukan? Arhan mengemudi dengan pelan karena terlalu penasaran dan ingin mengajukan beberapa pertanyaan pada Ziana. "Tidak banyak, Pak Arhan." Kalau Arhan tahu, ia pasti akan merasa geli, uang di dalam amplop mungkin hanya sebanding harga satu kain lap di rumahnya. "Apalagi aku hanya melakukannya sebentar untuk tiga kamar. "Kening Arhan mengernyit, dia lihat Ziana yang masih terlihat santai menjawab seakan sudah biasa melakukannya. "Tiga kamar? Maksudnya juga ada tiga pria berbeda?"Hah? Ziana menatap Arhan lebih fokus, sebenarnya ekspresinya tidak jauh berbeda dengan Arhan. Keduanya saling tatap dengan pemikiran masing-masing, obrolan yang mereka ucapkan terdengar nyambung tidak nyambung, namun yang jelas apa yang Arhan maksud dengan pemahaman Ziana jelas berbeda. Ziana berpikir keras, raut wajahnya berubah bingung. Na

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 4

    Ziana memaksakan senyumnya karena Arhan tidak merespon, lelaki itu hanya menatap Ziana dengan tatapan yang rumit. "Kamu mengenalnya?" Jelas yang Arhan maksud adalah gadis tadi. "Mmm, dia temanku--" jawab Ziana cepat, dia pikir dengan mengakui Reyna sebagai teman agar Arhan tidak banyak tanya lagi. Sayangnya yang dipikirkan lelaki itu justru lain, Arhan punya pandangan liar soal Ziana yang lugu, tapi dibalik itu mungkin dia gadis yang cukup 'berani'. "Kamu punya banyak teman? Akan lebih baik kamu mengenal baik teman-temanmu, termasuk latar belakangnya," kata Arhan sebelum melangkah dan kembali melanjutkan niatnya ke toilet tanpa menunggu respon Ziana. Ziana tidak tahu maksud Arhan dengan jelas, namun dari sikap lelaki itu yang terasa dingin membuat Ziana tidak enak hati. ***Saat makan malam berlanjut, Arhan dengan gerakan yang tertata meraih piring Ofi lalu membantu wanita itu memotong steak menjadi lebih kecil dan mudah dimakan. Sontak saja tindakannya membuat Sandra dan Ofi te

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 3

    ***Sandra melihat mobil ayahnya yang terparkir di rumah sang nenek. Dia yang baru saja sampai setelah dari kampus, berjalan ke pintu utama. Tepat sekali di teras dia berpapasan dengan Aziel yang wajahnya ditekuk-tekuk. "Eh, Kak Aziel... mau ke mana? Aku baru sampe loh, ngobrol dulu, yuk?" Sandra sengaja menegurnya dengan senyum manis yang dibuat-buat. "Enggak usah--" sahut pemuda itu dengan ketus, dia kembali melangkah tanpa menghiraukan sepupunya yang tertawa mencibir. Sandra pasti tahu jika Aziel baru saja kena omel Paman dan juga Neneknya. "Nenek!" seru Sandra begitu masuk dan melihat Wina duduk bersama Arhan. Dia langsung memeluk wanita sepuh itu dan mencium pipi kanan-kiri. Dia sangat manja. "Mana nih hadiah ulang tahun buat cucu kesayangan?" Sandra menagih hadiah dari Wina, kemarin pernah menjanjikan cucunya itu sebuah kalung berlian. Wina terkekeh, "kamu ini... soal hadiah selalu saja cepet!" Dia pun bangkit, hendak ke kamarnya. "Tunggu di sini, Nenek ambil kan!""Oke!"

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 2

    Ziana berbalik, dia menghadap Arhan dan menyembunyikan bagian belakang tubuhnya lalu dengan canggung mengakui. "Ti--tidak, aku tidak terluka, Pak Arhan! Darah ini.... mm, aku sedang datang bulan--" jawabnya setengah menggumam dan menunduk dalam. Arhan tidak bereaksi, dia kembali memasang wajah tak acuh kemudian melangkah ke arah pintu, "kalau begitu cepat bersihkan dirimu." Ziana mengangguk, masih berdiri di tempat sampai lelaki itu benar-benar pergi dan tidak lagi terlihat. "Hah, memalukan!" rutuk Ziana sembari berjalan ke kamar mandi. Dia sangat malu, dia pikir Arhan pasti merasa jijik. ***Sejak tadi Sandra terus mencari-cari sosok Ziana, dia sangat menantikan kedatangan sahabatnya itu. Ziana berjanji akan datang, namun hingga acara hampir selesai batang hidungnya tidak kunjung terlihat. Selepas lulus sekolah enam bulan lalu, mereka belum pernah bertemu lagi karena kesibukan masing-masing, Sandra dengan segala aktivitasnya menjadi mahasiswi baru, sedang Ziana pontang-panting

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 1

    "Lap, sepatuku!" titah seorang pemuda yang baru saja keluar dari aula pesta dan dia menghampiri seorang gadis yang tadi berjalan di pinggiran kolam bernama Ziana. Ziana tertegun, dia diam sesaat dan menoleh ke kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang selain dia yang berdiri di sana. Tempat itu sepi, berbeda dengan aula pesta ulang tahun yang berada di rumah besar itu. Ziana menyingkir dari keramaian karena sadar pesta ulang tahun sahabatnya sangat mewah, dihadiri oleh banyak muda-mudi dengan pakaian yang mahal, berbanding terbalik dengan penampilan Ziana yang hanya memakai gaun sederhana, itu pun dia dapat dari meminjam teman.Ziana tidak mau membuat sahabatnya--Sandra--merasa malu. Dia berniat ingin menemui dan memberikan Sandra hadiah saat acaranya nanti selesai. Jadi Ziana menunggu di samping rumah, di mana ada sebuah kolam dan taman di sana. "Tuli? Cepat lakukan!" Aziel kembali memerintah, kali ini dengan menunjuk sepatunya dan memajukan kaki kanan di hadapan Ziana. Raut

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status