Share

Bab 3 Logo Brand Pakaian Dalam

Penulis: Ratu As
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-14 22:20:11

***

Sandra melihat mobil ayahnya yang terparkir di rumah sang nenek. Dia yang baru saja sampai setelah dari kampus, berjalan ke pintu utama. Tepat sekali di teras dia berpapasan dengan Aziel yang wajahnya ditekuk-tekuk.

"Eh, Kak Aziel... mau ke mana? Aku baru sampe loh, ngobrol dulu, yuk?" Sandra sengaja menegurnya dengan senyum manis yang dibuat-buat.

"Enggak usah--" sahut pemuda itu dengan ketus, dia kembali melangkah tanpa menghiraukan sepupunya yang tertawa mencibir. Sandra pasti tahu jika Aziel baru saja kena omel Paman dan juga Neneknya.

"Nenek!" seru Sandra begitu masuk dan melihat Wina duduk bersama Arhan. Dia langsung memeluk wanita sepuh itu dan mencium pipi kanan-kiri. Dia sangat manja. "Mana nih hadiah ulang tahun buat cucu kesayangan?"

Sandra menagih hadiah dari Wina, kemarin pernah menjanjikan cucunya itu sebuah kalung berlian.

Wina terkekeh, "kamu ini... soal hadiah selalu saja cepet!" Dia pun bangkit, hendak ke kamarnya. "Tunggu di sini, Nenek ambil kan!"

"Oke!" balas Sandra mengacungkan jempolnya, lalu menoleh ke arah sang ayah yang menggeleng geli.

"Ayah masih di sini?"

Arhan mengangguk, dia menyereput teh yang tinggal separuh. "Pesawat delay, Ofi mungkin akan sampai sore nanti."

Sebelum Sandra tanya, Arhan lebih dulu menjawab sesuatu yang pasti ada dalam benak putrinya itu.

Sandra meringis, kemudian berkata 'oh'.

Rumah yang Wina tempati selalu terasa tenang dan sepi, nenek itu hanya tinggal bersama beberapa pembantu. Pernah diminta untuk ikut tinggal dengan anaknya, namun Wina menolak karena menurutnya rumah tua itu menyimpan banyak kenangan yang membuatnya selalu ingat dengan mendiang suami juga masa kecil anak-anak.

"Ayah, restoran yang ada di jalan X, masih punya keluarga kita atau udah diakuisisi?"

Sandra mengalihkan topik, restoran yang dimaksud tempat kerja Ziana. Seingat Sandra, dulu masih menjadi salah satu usaha milik keluarganya dan dikelola oleh Ayah Aziel, tapi selepas ayah Aziel meninggal Sandra tidak tahu lagi. Sekarang baru berminat tanya karena menyangkut soal sahabatnya.

Arhan mengernyitkan keningnya, tumben sekali Sandra bertanya tentang aset keluarga.

"Masih. Yudis yang handle, kenapa?"

"Kak Yudis?" Mendengar namanya bibir Sandra langsung mencebik. Yudis itu kakaknya Aziel, tapi beda ayah. Anak hasil pernikahan kakak perempuan Arhan dengan lelaki keturunan Tionghoa, namun bercerai.

Wina memiliki dua orang anak dan tiga cucu. Kedua anaknya--Raya dan Arhan sekarang berstatus single parents. Di keluarga, Arhan adalah pemegang kekuasaan tertinggi, usaha milik keluarga berada di bawah naungannya sebagai anak lelaki satu-satunya Wina. Selain itu, Arhan punya tanggung jawab untuk kedua keponakannya, jadi wajar jika dia menjadi sosok yang disegani baik oleh Aziel atau pun Yudis.

"Manusia sok ganteng dan play boy itu?" Sandra bergumam, dia tidak menyangka saja manusia yang selama ini tidak terlihat begitu tertarik dengan bisnis tiba-tiba sudah nyemplung.

"Pantas saja, rame lagi! Kulihat memang jauh lebih bagus dari sebelumnya, Kak Yudis punya selera yang bagus soal konsep restoran kekinian. Lain kali aku akan mampir--"

Arhan memerhatikan Sandra yang terus berceloteh, seolah hal itu menjadi pembahasan yang sangat menarik.

"Tumben, kenapa tiba-tiba tanya soal restoran itu?" ulang Arhan, pertanyaannya belum dijawab tadi.

Sandra meringis, "enggak, Yah, kebetulan Zia kerja di situ."

"Memang tidak kuliah?" Arhan mengangkat sebelah alisnya, dia merespon obrolan namun tidak menunjukkan ekspresi yang berlebih.

Sandra menggeleng, "Ayah tahu kan? Zia berasal dari panti, dia bilang tidak sanggup mencari biaya kuliah. Dia cuma mau kerja, kalau pun dapat uang selalu dia gunakan untuk kebutuhan anak-anak panti."

Suasana hening, Arhan tidak menyahut lagi. Melihat ayahnya yang diam, Sandra tidak berpikir jika Arhan tertarik membahas soal Ziana. Sandra mengalihkan perhatiannya.

"Ayah, boleh aku ikut menjemput Tante Ofi?" Sandra merubah posisi duduknya, gadis itu tidak segan untuk mendekati Arhan dan melendot. "Aku tidak ada kegiatan apa pun setelah ini--"

"Kamu ingin ikut Ayah ke bandara? Kalau kamu ikut banyak pekerjaan Ayah yang akan tertunda--"

Arhan bicara dengan begitu tenang, namun Sandra mengerti apa yang ayahnya pikirkan, pasti Arhan ragu karena tahu jika Sandra ikut akan mengulur banyak waktu. Dua wanita berbeda usia itu tidak cukup hanya bertemu tapi juga akan mengobrol panjang lebar lalu Sandra akan merengek mampir jalan-jalan sebelum pulang.

"Ayolah, Ayah! Aku dan Tante Ofi hampir setengah tahun ini tidak bertemu, apa salahnya mengajakku?" Sandra mengedip-ngedipkan matanya seperti anak kecil yang penuh harap, kalau sudah begini mana bisa Arhan menolak.

***

Ziana terbilang masih baru bekerja di restoran itu dibanding yang lain, namun keberadaannya cukup menarik perhatian. Saat melayani tamu, Ziana sopan dan ramah, selain itu wajah cantiknya mudah diingat. Diam-diam lelaki yang menjabat sebagai manajer di sana juga sering memerhatikannya. Namun ia belum pernah menyapa Ziana secara langsung.

Gadis itu berjalan meninggalkan restoran setelah jam kerjanya selesai. Dan Yudis masih memandangnya dari kejauhan.

"Namanya Ziana, kalo Pak Yudis kepo--" ledek salah satu barista yang baru saja membuat kopi spesial untuk Yudis, keduanya berteman akrab di luar tempat kerja.

"Dih, tahu aja--" Yudis terkekeh, gayanya yang santai dan kadang selengean membuatnya mudah akrab.

"Hm, bahkan dari biji matamu yang hampir keluar bisa membuatku paham!" sahut Ghani tanpa sungkan, dia bicara pada Yudis seperti teman nongkrong, kebetulan suasana sedang sepi.

Kedua lelaki seumuran itu tertawa lalu melanjutkan kesibukannya masing-masing.

***

Hari mulai petang saat Sandra dan Arhan menjemput Ofi di bandara. Sekarang ketiganya berada di mobil Arhan. Lelaki itu fokus menyetir sedangkan Ofi berada di sebelahnya dan Sandra duduk sendiri belakang.

Sesekali Ofi menoleh, hanya untuk memerhatikan wajah tampan yang terlihat begitu serius padahal jalanan lengang. Suasana jadi sangat canggung dan kaku, untungnya ada Sandra yang mengajak Ofi mengobrol.

"Tante, laper enggak?" tanya Sandra sambil melihat keluar.

"Mmm, lumayan. Mau mampir makan?"

Pertanyaan putrinya pada Ofi terdengar seperti rambu-rambu untuk Arhan, kebetulan sekali jalan yang mereka lewati dekat dengan restoran yang dibicarakan Sandra siang tadi.

Arhan melambatkan laju saat dia melihat sosok gadis yang familiar, dari postur tubuh dan cara jalannya saja bisa diketahui meski dilihat dari arah belakang.

"Loh, itu Zia!" Tunjuk Sandra membuka kaca mobil dan melongokkan kepalanya, tanpa ragu dia langsung memanggil Ziana yang jalan di trotoar. "Zi!"

Tepat sekali, Sandra memanggil Ziana dan Arhan menghentikan mobil. Lelaki dewasa itu tidak berkata apa pun pada Sandra, dia melihat ke arah jam tangannya lalu menoleh sekilas pada Ofi.

"Kebetulan ada resto, mau makan dulu?"

Senyum Ofi mengembang, jelas saja dia senang dengan Arhan yang begitu inisiatif. Sebelumnya Ofi hanya berniat mengajak Sandra makan berdua karena tahu Arhan pasti akan menolak dengan dalih ada kesibukan lain, tidak disangka Arhan sedikit berbeda kali ini.

"Ayah serius? Mau mampir di resto?"

Arhan mengangguk, dia melepas sabuk pengaman. Sandra juga sama tidak menyangka jika ayahnya mau berhenti tanpa harus dirayu lebih dulu, pasti karena ayahnya begitu berbaik hati pada Tante Ofi!

"Boleh aku ajak Zia?" tanya Sandra lagi, dengan menatap ayahnya. Dia ragu jika Arhan tidak akan mengizinkan. "Mmm, Ayah bisa makan bareng Tante Ofi di privat room, aku nunggu di bawah sama Zia enggak papa--"

"Ajak saja, kita bisa makan bersama." Arhan terlihat begitu tenang, berbeda dengan Ofi yang melirik ke arah Ziana yang masih berdiri canggung. Jelas saja Ofi membatin bagaimana bisa Sandra berteman dengan gadis miskin seperti itu?

"Makasih, Ayah," Sandra berbinar senang, dia pun menghampiri Ziana dengan antusias.

Arhan berjalan di depan, Ofi mengikutinya lalu tanpa ragu meraih lengan Arhan dan berpegangan.

"Aku memakai high heels, kakiku agak kurang nyaman untuk berjalan--" ujarnya dengan raut memelas. Arhan mengerti, dia tidak mempermasalahkan Ofi yang secara tidak langsung meminta bantuannya sebagai tempat bersandar.

"Hey, ayo!" Sandra membuyarkan lamunan Ziana yang sejak tadi bengong, perhatiannya tertuju pada wanita cantik yang sekarang berjalan dengan begitu sweet bersama Arhan, mereka tampak serasi.

Akhirnya Ziana bisa melihat seperti apa wanita yang sejak pagi membuatnya penasaran. Wajar jika Sandra sangat menyukai dan mendukung wanita itu jadi ibu sambungnya, memang pantas untuk bersanding dengan lelaki tampan dan mapan seperti Arhan. Hm, Ziana tidak bisa berkomentar apa pun selain senyuman yang sedikit memudar karena dia sadar perbedaan wanita yang Arhan suka sangat jauh darinya.

"Mmm, apa aku tidak menganggu? Kurasa--"

"Ish, apanya yang menganggu! Aku yang memintamu, dan Ayah juga tidak keberatan. Jarang loh, Ayahku berbaik hati seperti ini. Pasti karena Tante Ofi, Ayah bahkan mengizinkanku dan kamu ikut makan malam bersama! Kita tidak boleh menyiakannya." Sandra menarik tangan Ziana dan menggandengnya masuk ke tempat kerja gadis itu.

Ziana tidak bisa lagi menolak, meski berat dia terpaksa menuruti keinginan sahabatnya yang terus memeganginya dan tidak membiarkan dia pergi.

"Jam kerjamu sudah selesai! Kamu datang sebagai tamu di sini, jadi enggak perlu minder." Sandra yang melihat jelas ketidaknyamanan Ziana ketika berjalan masuk ke resto dan melewati beberapa teman yang bekerja di sana, bertindak sebagai sahabat yang baik dan selalu berada di sisinya.

"San, kita ikut masuk?" Ziana menghentikan langkahnya tepat di depan pintu privat room, dia ragu karena tahu makan di situ pasti akan membuatnya sangat canggung.

"Kamu bersamaku, memang siapa yang mau jadi obat nyamuk sendirian? Kamu harus bantu aku agar Ayah dan Tante Ofi bisa makin dekat!" bisik Sandra dengan kerlingan penuh arti. Namun Ziana justru merespon dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.

**

Ziana terduduk kaku saat melihat meja makan sudah penuh dengan hidangan istimewa, yang pasti harganya mahal. Meski bekerja di sini, Ziana bahkan belum pernah mencicipi semua menu yang sekarang berada di hadapannya. Alih-alih dia antusias, Ziana justru merasa tidak nyaman yang membuat perutnya mulas.

"Maaf, saya permisi ke toilet," pamit Ziana saat gugup dan panik sering kali Ziana merasa perutnya tidak nyaman.

"Perlu kutemani?"

"Enggak perlu, aku sendiri saja," ujar Ziana tidak ingin merepotkan Sandra.

Gadis itu pergi sendiri, dia sudah bekerja beberapa bulan di tempat ini namun jarang sekali melayani tamu di lantai dua dan tiga. Dia lebih sering berada di ruang umum di lantai dasar.

Setelah dari toilet sekalian mencuci muka, Ziana kembali menuju ke ruangan sebelumnya, sengaja berjalan lambat sembari menenangkan diri.

"Ziana--" Suara seorang wanita yang berjalan berpapasan menyapanya. Dia mendekati Ziana dengan senyum semringah.

"Kak Rey?" Ziana tersenyum, dia pun membalas dengan ramah saat wanita berpenampilan seksi dan mahal itu berdiri tepat di depannya.

"Shift malam?" Reyna bertanya basa-basi, dia lihat Ziana yang memakai baju bebas, harusnya sudah pulang kerja kalau masuk pagi.

"Enggak sih, kebetulan lagi ada acara makan bareng temen. Oiya, Kak Rey... apa ada kerjaan seperti kemarin?" tanya Ziana penuh harap.

Ziana mengenal Reyna sebagai salah satu donatur di panti asuhan, tidak tahu pekerjaan Reyna apa saja, yang jelas wanita itu kaya dan punya banyak uang. Kemarin Ziana pernah dijadikan model dadakan oleh Reyna. Tidak terlalu sulit karena Ziana hanya disuruh memakai baju seragam remaja kekinian lalu di foto dengan beberapa pose.

Reyna mendekat lalu berbisik, "kamu mau membantuku lagi? Ada sih, tapi yang ini agak vulgar, foto untuk mempromosikan salah satu brand pakaian dalam remaja. Mau?"

Kedua tangan Reyna memegang langan Ziana dan mengusapnya lembut, "tubuhmu ramping dan bagus, tenang saja... kali ini hanya bagian pundak ke bawah, wajahmu nanti di-cut!"

Tubuh Ziana yang tinggi namun kurus masih cocok sebagai model remaja, gampang diedit di beberapa bagian agar tidak tampak dewasa.

Ziana tampak berpikir, meski dia butuh uang tapi gadis lugu sepertinya tidak ingin mengambil resiko. "Mmm--"

"Bayarannya tiga kali lipat dari yang kemarin--" Reyna bicara sembari mengeluarkan tiga lembar uang merah lalu dengan gerakan cepat dia menyelipkan uang itu ke pakaian Ziana yang cutting dadanya berbentuk V. Uang itu bukan bayaran, hanya uang jajan cuma-cuma yang sering kali Reyna berikan pada siapa saja, Ziana sudah paham itu.

"Kalau mau nanti hubungi aku, ini salah satu contohnya--" Sebelum beranjak, Reyna yang kebetulan membawa paper bag berisi pakaian yang dimaksud, memberikannya pada Ziana.

Arhan keluar dari privat room sejak tadi, dia juga berniat ke toilet saat tak sengaja celananya terkena tumpahan minuman namun tidak menyangka dia melihat Ziana bersama seorang wanita berada tak jauh darinya.

Arhan tidak tahu apa yang mereka bicarakan, namun Arhan tahu jelas jika gadis yang memakai dress merah dengan riasan tebal itu anak salah satu pemilik club malam, gadis dengan pergaulan bebas yang akrab dengan dunia malam.

Bahkan adegan Reyna menyelipkan uang ke dada Ziana pun terekam jelas oleh mata tajam Arhan, dia menduga Ziana mungkin ditawari sesuatu oleh Reyna, apa mungkin diminta tidur dengan lelaki hidung belang? Sampai diberi pakaian dalam begitu? Arhan tahu karena di paper bag ada gambarnya dan logo brand pakaian dalam yang cukup terkenal.

Saat Ziana selesai bicara dan Reyna kembali melangkah, Ziana mengangkat wajahnya, dia baru sadar jika ada Arhan di depannya sekarang.

"P--Pak Arhan--"

Tatapan Arhan mengarah pada tangan Ziana yang mencangking sesuatu. Merasa diperhatikan, Ziana langsung menyembunyikan paper bag bergambar kacamata (BH) dan segitiga wanita itu ke belakang punggungnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 94

    "Ibu, dengar? Kakak sungguh tidak masuk akal kan?" Arhan yang tadi duduk bersandar kini menegapkan tubuhnya, tersenyum miring lalu menghela napas lelah. Wina hanya melirik Raya, dia setuju dengan Arhan. Jika Raya bilang ini tentang perebutan kekuasaan maka ucapan Raya sangat tidak masuk akal. Sebagai ibu, Wina tahu betul bagaimana sifat Arhan. Putranya itu bukan seseorang yang tamak. Arhan menganggap anak kakaknya sama saja seperti bagian dirinya. Hanya saja, Arhan punya batasan dan punya cara bagaimana memperlakukan keponakannya. "Selama ini Yudis menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga ayahnya. Dia tidak dididik dengan baik hingga tumbuh menjadi pemuda yang tidak jujur. Ketimbang terus membelanya, kenapa Kakak tidak coba untuk merenung?"Raya terdiam, namun tatapannya masih tajam pada Arhan. "Sifat Yudis sudah terlanjur buruk. Kalau dia tidak diberi pelajaran sampai kapok, maka tidak akan mau berubah--""Tapi setidaknya bisa beri dia hukuman lain. Di penjara bukan sesua

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 93

    Ziana seolah ditarik untuk harus lebih sadar diri setiap kali terbangun dari khayalannya dan melihat dunia nyata yang sedikit perih, jauh dari angannya."Ada apa?" Dika mendekat, dia melihat ekspresi Ziana yang tidak tampak baik saat melihat ponsel. Dia kira Ziana mendapat kabar buruk. Ziana menggeleng. "Tidak ada apa-apa, hanya masalah kecil.""Ayo berkeliling panti, " ajak Ziana kemudian. "Bangunan ini baru selesai, aku juga belum sempat melihat seluruh ruangan yang sudah selesai dibangun."Dika mengangguk. Keduanya berjalan bersama mengelilingi panti. Ada juga beberapa anak yang mengikuti dengan langkah riang. ***Arhan menghela napas, begitu juga dengan Evan yang tampaknya kesal dan jengkel dengan ibunya. Saat mereka harus mengikuti lomba orang tua dan anak yang mengharuskan kerjasama tim, performa Ofi sangat buruk. Berkali-kali dia yang membuat tim mereka kalah dan tidak kompak. "Maaf, Sayang. Kalo kegiatan panas-panasan gini Ibu susah fokus. Kepala Ibu rasanya pening dan pan

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 91

    "Baiklah, aku akan pergi bersama supir." Arhan mengangguk lagi. Dia langsung mentransfer uang, jumlahnya lumayan diluar perkiraan Ziana. "Pak Arhan, ini terlalu banyak--" Ziana melebarkan matanya saat menatap layar ponsel melihat uang sepuluh juta masuk ke rekeningnya. "Lebihnya bisa kamu tabung. Anggap saja bonus karena kamu sangat penurut," kata Arhan yang sudah selesai makan. Dia berdiri tanpa bicara apa pun lagi. Bergegas pergi ke kantor. Ziana mengiring dari belakang dengan senyum senang. "Pak Arhan, hati-hati!" ucapnya sambil melambaikan tangan ke arah mobil Arhan yang mulai melaju. Dia berdiri di teras, tatapannya terus mengikuti sampai mobil itu benar-benar tidak lagi terlihat. ***"Om Arhaaan!" Evan menyambut kedatangan Arhan dengan senyum ceria. Dia sudah berada di sekolah ketika Arhan datang menyusul. Arhan mendekat, melihat sekitar yang sudah ramai dengan kedatangan wali murid lainnya. Arhan baru tahu kenapa Evan memintanya datang ke sekolah ketika sampai. Ternya

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 90

    Ziana memeluk dengan erat, kepalanya menyender di dada Arhan. Dia sempat kesal karena Arhan memarahinya, namun sekarang rasa takut membuatnya sadar dalam situasi seperti itu tetap hanya Arhan yang dia harapkan sebagai penolong. "Kamu takut? Tidak ada yang perlu ditakutkan. Vila ini aman--" Arhan coba menenangkan. Bagaimana pun dia tidak bisa membiarkan Ziana cemas dan merasa stres karena trauma kemarin. "Tidurlah lagi, saya akan di sini--" "Terus nanti pindah?" Pertanyaan polos itu membuat Arhan tersenyum miring, lalu mengacak rambut Ziana dengan gemas. "Anak kucing saja berani tidur sendirian. Kamu penakut sekali--"Ziana cemberut, dia menunduk dengan enggan disuruh tidur. "Tenanglah, setelah kamu tidur saya akan pindah ke sofa." Arhan menunjuk sofa kecil di pojok ruangan. "Tidak, itu tidak bisa digunakan untuk tidur--" Ziana menggeleng cepat. Tidak seperti kamar yang Arhan tempati ada sofa panjang yang nyaman untuk Ziana gunakan tidur. Di sini hanya ada sofa kecil, jika pun

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 89

    Ziana melihat punggung Arhan yang semakin menjauh dengan rasa kecewanya. Dia bukan tidak sadar, kalau dirinya sekarang mungkin merasakan patah hati atau hanya tahap kecewa saja?Yang jelas, ada rasa tidak rela dan tidak terima melihat Arhan bertelepon dengan wanitanya. Membayangkan sapaan mesra itu membuat Ziana kembali tertampar. Harapannya sangat konyol. "Kamu sudah tahu sejak awal, Pak Arhan punya tunangan--" Ziana bergumam. Dia meyakinkan diri lagi, jika perasannya sebenarnya tidak perlu dibalas. Dia yang mulai menyukai, jadi Arhan memang tidak punya kewajiban untuk membalas perasaannya. * "Ada apa?" Suara Arhan terdengar dingin, namun Ofi tetap tersenyum saat mendengarnya. "Bagaimana keadaanmu? Kudengar kamu terluka?""Bukan masalah besar. Hanya tersayat, tidak perlu khawatir," jalas Arhan. Tanpa perlu bertanya, dia yakin putrinya sudah bercerita panjang lebar tentangnya pada Ofi. "Syukurlah. Aku sangat cemas saat mendengar kabar itu. Andai bisa, sekarang aku pasti sudah m

  • Gadis Lugu Tertindas, Dipungut Paman Tampan   Bab 88

    Sandra yang selalu ceria, suaranya terdengar sangat riang. "Boleh--" Beberapa saat mereka bertelepon, Ofi pamit setelah mendapat cukup banyak informasi. "Dah, Ibuku!" ucap Sandra sebagai kalimat penutup sebelum sambungan terputus. Gadis itu sangat senang, bayangan beberapa bulan lagi akan resmi mempunyai seorang ibu membuatnya sangat antusias. ***Ziana mengoles ikan bakar dengan margarin, dia begitu telaten membolak-balikan ikan panggangnya untuk makan malam kali ini. Itu ikan segar yang didapatkan langsung saat siang tadi memancing di danau. Sementara Arhan sedang bertelepon. Sesekali Ziana memerhatikan dari jauh. Tampaknya Arhan sangat serius. Aroma ikan bakar mulai tercium, sangat menggoda. Ziana pintar mengolahnya. Dia juga meracik bumbu sambal yang cocok untuk dimakan bersama ikan bakar. Tepat ketika masakannya matang, Arhan berjalan ke ruang makan. Dia duduk di posisinya, berhadapan dengan Ziana. Sebelum memulai, Arhan lebih dulu bicara. "Ke depannya kamu harus lebih h

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status