Share

Gadis Manis Simpanan Ceo
Gadis Manis Simpanan Ceo
Author: Khanza Adreena

1.

Jalan hidup seseoarang tak ada seoarangpun yang tau. Takdir Tuhan terkadang memang harus begitu jalannya dan tak bisa diubah lagi. Kita sebagai mahkluknya hanya bisa bersyukur dan menerima apa yang telah diberi-Nya.

Aku Sandra permata putri, seorang gadis yang tumbuh dan besar disebuah desa terpencil. Tuntutan hidup dan tekanan membuatku selalu bekerja keras disela-sela kesibukanku sekolah. Entah, apa ini memang takdir Tuhan yang sudah digariskan untukku.

Disekolah aku termasuk salah satu murid yang berprestasi, bahkan aku sering ditujuk guru untuk memberikan les tambahan bagi siswa yang nilainya masih kurang.

Ibuku meninggal saat aku masih kecil. Kemudian ayahku menikah lagi dengan seorang janda tetangga desaku. Sayangnya, ibu tiriku begitu kejam dan tidak menyukaiku, ia akan bersikap baik padaku saat ada ayah saja.

"San, buruan bersihin rumah. Keburu siang!" ucap Ibu tiriku.

"Iya, sebentar Buk. . .aku kan juga harus siap-siap berangkat sekolah, " jawabku. Tanganku langsung bergerak mencari sapu andalanku.

"Makanya enggak usah sekolah kamu itu. Lebih baik uangnya buat makan adik-adikmu" tuturnya. Membuatku sedikit nyeri didada.

"Tapi Buk, aku kan juga ingin pintar sama seperti teman-temanku. Lagian aku sekolah juga nggak perlu bayar malah dibayar, " tukasku kemudian.

"Kamu itu ya! Kalau ada orang tua ngomong bisa aja jawabnya!." sungut ibu tak terima.

"Ada apa sih Bu. Pagi-pagi udah pada ribut aja?" tanya Ayah yang baru saja selesai mandi.

"Ini nih anakmu. Kalau dinasihati jawab terus, lebih baik ia nggak usah disekolahkan saja." jawab ibu, ia tampak sekali menahan kesal.

"Biarkan saja Bu. Dia kan murid yang berprestasi. Sekolah juga dapat beasiswa tak perlu kita membayar iuran, " sahut Ayah membelaku.

Aku sedikit lega mendapat pembelaan dari Bapak. Biasanya ia selalu kalah bicara kalau berhadapan dengan ibu. Aku sebenarnya heran. Kenapa dulu Ayah mau menikahi ibu yang jelas-jelas tidak menyukaiku.

Setiap hari semua pekerjaan rumah harus aku yang mengerjakan, Tentu saja tanpa sepengetahuan Ayah. Sedang ibu lebih memilih duduk santai bareng Indah, adik tiriku.

 

Beruntungnya pernikahan Ayah yang kedua ini tak menghasilkan anak.

"Yah, pekerjaanku udah selesai aku berangkat sekolah dulu ya, " ucapku pada Ayah.

"Iya hati-hati Nak. Sekolah yang rajin. . . Jangan kau pikirkan lagi ucapan ibumu!" pinta Ayah padaku.

"Iya, Yah do'akan aku bisa sukses ya," balasku kemudian.

"Tentu saja Nak, tanpa perlu kamu minta. . .Ayah mohon maafkan ibumu ya dari dulu ia tak bisa menerimamu" tutur Ayah tak terasa pelupuk mata ini mulai berembun.

"Iya, Yah tapi apakah selamanya ibu tak mau menganggapku anaknya," lirihku kemudian.

"Kamu yang sabar sayang. Ayah selalu berusaha mengambil hati ibumu agar ia mau menganggapmu sebagai anaknya juga," ujar ayah menenangkanku.

Sabar. Selalu itu yang dikatakan oleh Ayah saat aku mengeluh dengan perilaku ibu. Sudah lebih dari 15 tahun, tapi ia sama sekali tak berubah tetap saja membenciku.

Dulu memang waktu Nenek masih ada ia selalu melindungi dan membelaku saat ibu berbuat kasar padaku. Akan tetapi sekarang aku seperti kehilangan pelindung. Ayah saja kadang tak bisa melawan ibu yang selalu bersikap egois dan mau menang sendiri.

Tanpa menjawab ucapan Ayah, aku langsung mencium punggung tangannya dan bergegas berangkat ke sekolah. Aku terbiasa berangakat dengan jalan kaki dan tanpa uang sepeserpun. Untung saja masih ada teman-teman yang selalu mau berbagi denganku.

Pemm. .

Pemmm . .

"San, ayo bareng aku aja daripada harus jalan," ajak Adit, teman satu kelasku.

"Nggak usahlah Dit, takut nanti jadi gosip yang enggak-enggak. Lagian bentar lagi juga udah sampai sekolah," ujarku menolaknya.

"Udahlah. Nggak usah didengerin omongan orang, yang terpenting kan kita nggak berbuat yang tidak-tidak," tutur Adit padaku.

Tanpa menunggu persetujuanku. Adit langsung menyerahkan helmnya padaku. Mau tak mau aku bergegas naik pada jok belakang motornya. Deg-degan juga kalau ada orang yang tak menyukaiku lewat. Pasti akan menjadikanku gosip baru.

Tin. . .tinnn

Tak butuh waktu lama sampai juga kami ke seolah. Aku segera turun, dan menyerahkan helm itu pada Adit. Tak lupa kutenggok dulu area sekitar. Siapa tau muncul biang gosip sekolah.

"Makasih banyak ya, Dhit. Kamu selalu memberiku tumpangan" ucapaku padanya.

"Sama-sama San, lagian kita juga searah kok rumahnya," sahutnya kemudian.

Saat Adit sedang memarkirkan motornya diarea parkiran, aku bergegas masuk kelas duluan. Takut juga jalan bareng dia saat tiba dikelas nanti. Pasti sorak sorai menggema seisi kelas.

Tap. .

Tap. . .

Segera kulangkahkan kaki ini menuju kelasku yang terletak di bangunan paling unjung sekolah ini. Ternyata suasananya masih terdengar agak sepi, berarti belum banyak juga teman-temanku yang hadir dijam segini.

"Haii Sandra." ucap salah seorang cowok, ia terlihat memakai masker, sehingga aku tak bisa melihat seperti apa wajahnya.

"Haii juga, siapa ya?" tanyaku penasaran.

"Aku pengagum rahasiamu, San," jawabnya. Membuatku sangat terkejut.

"Pengagum rahasia, kamu siapa sih sebenarnya?" tanyaku lagi penuh selidik. Kulihat ia hanya melirik kearahku tanpa mau menjawab pertanyaanku.

Sejak kapan aku memiliki pengagum rahasia di sekolah ini. Bisa belajar tenang aja udah menjadi hal yang membuatku bahagia.

Aku jadi benar-benar penasaran. Siapa sebenarnya cowok itu. Dari mana ia tau siapa aku. Akan kuselidiki siapa dia. Cepat atau lambat pasti aku bisa mengetahui siapa dia.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening cant wait to read the next chapter.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status