Rasa penasaran terkadang membuat seseorang melakukan segala cara untuk menemukan jawabannya. Meski berbagai cara harus dilalui, tapi pada akhirnya rasa puas pasti bakal didapat ketika semua rasa itu terjawab.
Seusai jam pelajaran selesai, aku bergegas pulang, tentu saja aku menunggu keadaan lengang terlebih dahulu untuk menghindari ejekan teman-temanku."San, bareng aku yuk!", ajak Adit yang tiba-tiba saja nongol dari belakangku. Ia bergegas mendekatiku tak lupa senyum penuh arti ia berikan untuku. Membuatku menjadi salah tingkah saja."En-enggak usah deh Dit, aku jalan kaki saja" tolakku padanya. Tak enak juga jika tiap hari terus-terusan nebeng motornya."Ayolah, biar cepat sampai rumah. . .mana panas begini coba, biar kamu juga bisa langsung beristirahat nantinya" .ucap Adit, ia terus saja membujukku."Kamu duluan aja Dit, aku masih ada perlu sebentar". sahutku sedikit sungkan."Baiklah, tapi lain kali jangan menolak ajakanku lagi ya!". pinta Adit padaku.Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
Adit langsung bergegas meninggalkanku. Aku sebenarnya ingin ikut nebeng Adit lagi, tapi bagiamana lagi aku harus mamapir kekebun memetik sayuran hijau sebagai laukku nanti. Yah lumayan lah, bisa hemat nantinya.Setiap hari hanya nasi yang aku makan, itupun juga sisa makanan ibu dan adik-adik tiriku. Kuah sayur terkadang disisakan sebagai laukku, itupun benar-benar kuah tanpa ada sayuran sama sekali.Pem. . .Pemm. .Suara tlakson motor menyadarkanku dari lamunan. Seorang cowok berhenti didepanku, dilihat dari baju yang ia pake sepertinya ia adalah cowok yang menemuiku tadi pagi."Ada apa, kamu ini sebenarnya siapa sih?", tanyaku penasaran, aku sedikit takut sebab saat ini jalanan kebetulan juga lagi sepi. Mana panas begini lagi, agak menyesal juga kenapa aku tadi enggak mau dibonceng sama Adhit."Sampai kapan sih kamu bakal hidup menderita seperti ini". ucapnya, ia sama sekali tak menghiraukan pertanyaanku."Jangan tanya aku, karna akupun tak tau!". jawabku sedikit ketus."Aku tuh kasihan sama kamu". tuturnya, sontak membuatku sedikit terkejut."Kalau kamu kasian tolong jangan buatku penasaran, siapa kamu sebenarnya?". tanyaku penuh selidik."Apa aku harus jawab?". tanyanya balik padaku."Harus donk, biar aku tak penasaran". sahutku kemudian.Ternyata cowok ini nyebelin juga. Cuma jawab namanya saja dari tadi susah sekali. Dia nggak tau apa kalau aku telat pulang bisa-bisa gendang telingaku pecah mendegar omelan ibu tiriku.Kulihat ia terus diam dan memperhatika ku. Diperlakukan seperti itu membuat nyaliku sedikit ciut, apalagi selama ini aku sering membaca kejahatan dijalanan yang bermacam-macam."Tolong jawab donk, please!". pintaku padanya."Baiklah jika itu permintaanmu, akan kubuka maskerku". sahutnya kemudian.Kulihat ia segera menurunkan jubah yang menutupi kepalanya, ia juga melepas kasker yang melekat pada wajahnya. Betapa terkejutnya aku melihat siapa cowok yang membuatku penasaran ini."JOHAN!". seruku terkejut."Iya San, ini aku Johan. . . cowok cupu yang bernasip sama sepertimu, pembedanya hanya pada keluarga, aku hidup ditengah keluarga yang serba ada". tuturnya yang membuatku terpukau.Sebenarnya Johan ini enggak cupu-cupu amat, cuma kacamatanya aja yang membuat ia terkesan menjadi anak jaman dulu. Jika tanpa kacamata dia benar-benar menjadi cowok yang ganteng dan berkelas."Kamu kenapa selalu mengikutiku Jho?". tanyaku penasaran."Kita duduk disana yuk, kita ngobrol-ngobrol dulu!". pintanya, tentu saja langsung kutolak."Aku enggak bisa Jho, bisa kena omel habis-habisan nanti jika aku sampai pulang telat". tuturku padanya."Sesekali kan gak apa-apa San, kamu udah besar jangan kau ditindas ibu tirimu terus". balas Johan padaku."Aku enggak bisa Jho, bisa mati kelaparan aku nanti" lirihku terisak."Jangan menjadi cewek yang lemah donk San!, lagian kan sudah cukup lama kamu disiksa begini". ucapnya, sontak membuatku sedikit tersadar."Iya kamu benar Jho, tapi aku bisa apa. . . Aku hanya anak kecil yang masih bergantung pada orang tua". gumamku lirih.Sebenarnya ada keinginan dalam diri ini untuk lari dari kenyataan, tapi bagaimana lagi. Aku diluar bisa apa, aku tak punya apa-apa yang bisa kujadikan pegangan hidup."Serahkan semua pada pemilik hidup San, kamu kan anak yang berprestasi. . .kenpa enggak kamu coba daftar beasiswa saja biar bisa kuliah". tuturnya padaku."Kuliah itu biayanya tidak sedikit Jho, uang darimana coba, masak ia cuma ngandelin beasiswa saja". tukasku pada Johan."Iya, tapi itu satu-satunya cara agar kamu bisa terlepas dari cengkraman ibu tirimu itu". tandas Johan."Kok bisa Jho?". tanyaku masih agak bingung."Kamu ambil kampus yang diluar kota, sejauh mungkin dari sini agar tak selalu diusik ibumu yang jahat itu". tutur Johan membuatku tersadar."Kamu benar Jho, sebenarnya kemarin aku juga mendapat penawaran dari pihak sekolah, tapi aku masih bimbang". jelasku padanya."Udah ambil aja, jangan kau hiraukan soal biaya nanti diam-diam aku pasti membantumu . . . yah meski hanya sedikit heheee". tutur Johan terkekeh."Maksudmu apaan sih Jho, nggak jelas". pungkasku kemudian.Aku bergegas bangkit untuk pulang. Untung saja sepanjang jalan tadi aku sudah memetik beberapa lembar sayur bayam, lumayan juga bisa kujadikan sayur, sebagai teman makan siangku nanti.Hari ini aku dibuat penasaran oleh Johan, sudah tadi ia muncul dengan tudung dan masker diwajahnya.Ditambah lagi ini ia mau memberiku uang diam-dian, emang ia pikir aku cewek apaan. Akan aku cari tau apa maksud Johan barusan, jangan sampai ada maksud tertentu dibalik semua kebaikannya nanti.
Mengapa hidupku ini penuh baget dengan misteri, aku ini memang jalan hidupku. Tak bisakah aku untuk merubahnya menjadi manusia yang lebih dihargai lagi oleh sesamaku.**
Aku malah jadi teringat saat masih ada Nenek dulu. Ia begitu sayang dan selalu memanjakanku dengan segala keterbatasan yang ia miliki. Ia juga selalu mengajarkanku untuk selali bisa bersabar dan mengalah.
"San, wanita itu harus memiliki rasa kesabaran yang tinggi, jangan sampai mau dikalahkan oleh nafsu dan emosi!". Tuturnya kala itu.
"Tapi Mbah, Ibu sudah sangat keterlaluan. . . Sakit banget rasanya". jawabku tak terima.
"Iya Mbah tau, tapi kamu sabar dulu. Suatu saat nanti pasti ia akan menerima balasannya dan Allah akan menjawab do'a-do'a kita". tuturnya lagi.
"Kapan itu Mbah?". tanyaku antusias.
"Embah juga enggak tau San, semua itu rahsia Allah sang pemilik hidup, kita sebagai hambanya cukup berdo'a dan bersabar saja". Ucapnya penuh arti.
"Iya Mbah, aku akan terus bersabar.
. . Semoga Allah cepat menjawab do'a kita ya". jawabku kala itu.
Hingga sampai sekarang pun aku masih terus berdo'a dan sabar menghadapi Ibu tiriku. Berharap suatu saat nanti ia bisa berubah dan mau menerimaku. Aku sungguh penasaran kenapa ia bisa sebenci ini padaku, padahal aku selalu menuruti segala apa yang diperintahnya.
Terkadang sebuah cobaan dan ujian mampu membawa kita bangkit dari keterpurukan. Ibarat kita langsung bisa naik kelas apabila kita mampu melewati setiap prosesnya.Setelah aku meninggalkan Johan ditepi jalan, aku bergegas pulang. Dirumah ternyata sudah berdiri ibu tiriku diambang pintu, dengan senyuman licik dan sinis ia mulai menyambutku. Terlihat jelas kemarahan disudut matanya yang tajam itu.Bisa kutebak segala cacian pasti ia keluarkan untukku. Aku hanya diam dan menunduk melewatinya yang berdiri diambang pintu."Dari mana saja kamu, tau enggak ini jam berapa?". tanyanya sinis."Tau Buk, tapi maaf Sandra tadi ada tugas tambahan jadi tak bisa pulang lebih awal". jawabku tertunduk, aku mencoba berbohong padanya, tak mungkin juga kukatakan apa yang sebenarnya bisa kena pukul aku nanti."Sudah saya bilang kan, kamu berhenti sekolah saja, lebih baik uang ayahmu itu buat adik-adikmu yang lebih berhak". tutu
Sebuah rahasia besar, meski disimpan serapat apapun pasti akan terkuak jika sudah waktunya tiba. Sering kali kita mengabaikan semua itu, tapi Sang pemilik hidup pasti akan selalu memberi peringatan melalui caranya.Aku benar-benar dibuat penasaran oleh Ayah dan ibu. Iya, apalagi kalau bukan soal syarat dan perjanjian ayah pada ibu sebelum keduanya menikah. Kenapa sekarang ibu seolah takut berhadapan dengan ayah. Padahal sebelumnya ia dalam hal apapun tak pernah mau mengalah dengan Ayah"Coba kau ucapkan lagi syarat dan perjanjian yang aku berikan dulu!". pinta ayah pada ibuku."Iya salah satunya aku harus menyayangi dan menerima sandra seperti anak kandungku sendiri". lirih ibu."Jika kamu melanggar bagaimana?". tanya ayah, aku tahu dari suaranya jika ia sepertinya masih marah dengan istrinya."A-aku harus siap berpisah denganmu Mas?". ucapnya terbata.Mendengar ucapan ibu, baru aku tahu dan terjawab
Setiap kejujuran yang berhasil kita ungkapkan, akan membawa kelegaan dan kebahagiaan tersendiri dalam hati kita. Tekanan dan beban akan kita bawa saat tidak bisa jujur mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, memendam sesuatu bukanlah hal yang teramat mudah.Aku harus jujur mengatakan yang sebenarnya pada Ayah. Biar semua terungkap jelas kebohongan dan sandiwara yang dilakukan istrinya selama ini. Aku juga pasti bisa bernafas lega dan terbebas dari tekanan ibu selama ini.Apalagi saat ini aku tahu Ayah sedang marah dan kecewa pada tindakan ibu. Aku harus bisa mengambil hati ayahku sendiri, jangan sampai wanita jahat itu mengambil alih perhatian ayah kembali."Se-sebenarnya tiap hari aku makan nasi aja Yah, terkadang pake kuah sayur tapi itu juga jarang." lirihku pada ayah."Apa?, masak sih Nak . . .kamu benar kan nak tidak sedang berbohong?". tanya ayah seolah tak percaya."Iya Yah". jawabku singkat."Apa ini ibumu
Akan selalu ada hikmah dibalik setiap kejadian. Begitupun dengan kesabaran, suatu saat pasti akan membuahkan sebuah kebahagiaan, kapan itu tunggu saja suatu saat akan tiba waktunya.Waktu sudah mau menjelang sore, saat aku dan Ayah tiba di halaman rumah. Diambang pintu berdiri ibu tiriku yang menyambut kedatangan kami dengan muka masam, serta sorot mata yang nampak tajam."Dari mana saja kalian?." tanya ibu penuh selidik."Itu bukan urusanmu, urus saja pekerjaan rumah yang memang seharusnya menjadi kewajibanmu!." jawab Ayah, ia langsung membimbingku masuk rumah.Merasa diabaikan Ayah, ibu bergegas mengikuti kami masuk kedalam rumah. Ia langsung duduk bergabung bersama kami dikursi tamu sederhana. Yah, hanya itulah yang kami miliki, itu aja juga peninggal
Hukum sebab akibat akan selalu ada. Entah perbuatan baik atau buruk suatu saat nanti kita pasti menerima balasannya.Sepekan setelah Ayah pulang tanpa Ibu, hari-hariku lebih merasa tenang dan damai. Begitupun dengan Ayah, ia terlihat lebih santai dalam menikmati hidup. Semoga saja hati Ayah benar-benar diliputi kebahagian."Yah, lagi apa?." tanyaku, aku langsung duduk disamping Ayah."Ehh. . .kamu San, nggak ngapa-ngapain sih Ayah." jawab Ayah tampak terkejut."Ayah sedang mikirin Ibu ya?." tanyaku hati-hati."Bukan sayang, Ayah malah lagi mencoba untuk melupakan beliau, meski bagaimana pun ia pernah menemani Ayah bertahun-tahun." tutur Ayah padaku.Benar juga apa yang
Rasa keingintahuan terkadang akan muncul tanpa kita bisa mencegahnya, terkadang pula kita melakukan berbagai cara agar bisa mencari jawaban atas rasa keingintahuan kita itu sendiri.Setelah belajar cukup lama, selama 3 tahun. Akhirnya tibalah saat ini ujian kelulusan, hari ini bakal dilaksanakan. Aku begitu semangat dan antusias, mengingat hari aku berada dititik puncak perjuanganku."Ndun, rumahmu bukannya didesa sebelah ya?," tanyaku pada Hindun salah satu teman disekolahku."Iya bener San, aku disini ikut Nenekku biar tidak terlalu jauh berangkat kesekolahnya," tuturnya padaku."Ndun, kamu tau enggak kabar ibu tiriku gimana?," tanyaku penasaran."Bukannya ia selalu jahat sama kamu ya San, ngapain lagi kamu pengen tau kabarnya. Setauku ia saat ini lagi jadi bahan gosip dilingkungan rumahku, dia tuh ya baru saja berpisah dari Ayahmu tapi sudah gandengan dengan duda bar
9. Rahasia AyahTak terasa ujian kelulusanku selesai juga. Aku merasa begitu senang dan juga lega, titik perjuanganku bisa kuhadapi dengan cukup lancar. Dirumah pun Ayah juga tampak tersenyum lega melihatku."Yah, bolehkah Sandra tanya sesuatu?,' tanyaku meminta persetujuan."Tanyalah Nak, jika Ayah mampu jawab ya bakal kujawab," balas Ayah, ia tampak membuang nafas kasar."Kemarin Ayah kan bilang aku suruh tenang aja, emang Ayah masih punya tabungan kah?," tanyaku hati-hati, meski sedikit ragu tetap kuberanikan diri ini untuk berbicara."Oh. . .soal itu, iya meski enggak banyak dan tak berwujud uang, Ayahmu ini masih punya tabungan kok bekal masa depanmu kelak." Jawabnya meyakinkanku."Iyahkah Yah, tapi kalau enggak berwujud uang terus apa donk Yah," tanyaku penasaran."Coba kamu tebak!, anak Ayah ini kan pintar, berprestasi lagi," pinta A
10. Mengharap Pak Bayu🌷🌷🌷🌷🌷🌷Aku pasrah mengikuti Pak Bayu kerumahnya. Entahlah, semua ini diluar perkiraanku. Semoga saja Pak Bayu benar-benar orang baik yang mau menolongku dalam kesulitan ini.Mobil yang dikendarai supir Pak Bayu melaju membelah kemacetan ibu kota. Pada akhirnya mobil itu berhenti disalah satu rumah mewah dan megah."Sudah sampai, ayo silahkan turun!," pinta Pak Bayu padaku."I-ini beneran rumah Bapak," ucapku tergagap."Iya, udah yuk santai aja kali. Disana ada anak dan istriku," jawabnya, ia mengiringiku masuk kedalam rumah.Tapp. . .tappp. ."PAPA," teriak gadis seusiaku, ia keluar dari dalam kamar."Haii sayang," sapa Pak Bayu."Ini siapa Pa?, kok ikut pulang bareng Papa sih," tanya seorang ibu, mun