Pandangan Arabella menyisir ke flat kecil yang ditinggalkan selama lebih dari tiga minggu. "Home sweet home, rumahku surgaku," desisnya pelan saat membaringkan Matteo di kursi, lalu bergegas membersihkan sofa bed dan mengganti alas tidur untuk tempat istirahat putranya.
Tidak ada alasan bersedih hati setelah meninggalkan kenyamanan mansion yang bukan rumah bagi mereka berdua. Sepanjang perjalanan dengan taksi, bayinya tertidur pulas tanpa merasakan kegaduhan yang terjadi antara tuan rumah dan tunangannya.
Sosok Leonardo tak terlihat lagi di sana, sibuk mengejar Esperanza memberi penjelasan tentang dua orang asing tinggal bersamanya. Kesempatan Arabella kembali pulang ke flat kecil menjalankan kehidupan seperti semula.
Suara ketukan di pintu sejenak mengalihkan pekerjaan membersihkan flat, ia berharap bukan bajingan dan pengawal mencari mereka sampai ke flat. Senyum Arabella mengembang saat membuka pintu, wanita paruh baya menjenguknya membawakan makanan kecil. "Hai, Nyonya Alda, maafkan aku belum sempat memberi tahu keberadaan kami selama tiga minggu ini."
Disambutnya kehadiran tetangga yang baik hati, memindahkan Matteo ke sofa bed yang sudah dibersihkan agar tamunya duduk di kursi. "Oh, sayang, biar aku saja menggendong bayi tampan ini," puji Nyonya Alda mengelus pipi putra Arabella baru lahir beberapa waktu lalu. "Mengapa tak menghubungi ketika saat bersalin, aku sulit mencari karena tiada kabar berita, lalu selama ini kalian berada dimana, dan dengan siapa?"
Dia mengenal gadis mungil sejak pertama kali datang menyewa flat yang ternyata sedang mengandung bayi tak pernah tahu siapa ayahnya hingga saat ini. "Apa kau bertemu seseorang membantu melalui persalinan putramu?" berondongnya lagi.
Arabella menghindari pertanyaan sulit menuju ke dapur kecil mengambil minum dan menyajikan makanan kecil yang dibawa tamunya. "Sesuatu terjadi saat berada di supermarket, aku jatuh pingsan, seorang pria tak sengaja membantu membawa ke rumah sakit lalu tak lama kemudian kontraksi hebat hingga melahirkan hari itu juga," jelasnya cepat dan sederhana.
Bayi Matteo tertidur tenang dalam buaian kasih sayang Nyonya Alda. Hanya padanya, Arabella bisa bercerita sedikit rahasia hidup mereka selama ini. Hari-hari segera berbeda dari sebelumnya. Petualangan Matteo dan ibunya tak semulus dari yang dikira, seorang pria asing mulai mengejar mencari mereka.
-------------- Betapa gusar Leon menyusul Esperanza ke apartemen mewah yang sering menjadi tempat mereka memadu kasih. Perlakuan gadis model terhadap tamu di Mansion Constanzo sangat mengecewakan. Pecahan kaca melukai Arabella membuatnya marah luar biasa. Masalah terjadi di kamar utama segera diselesaikan setelah menemui kekasih yang baru saja tiba dari perjalanan bisnis di luar negeri.Kehadirannya memang ditunggu dari tadi. "Mau apa kau kemari lagi?" Esperanza membentak kesal melihat pria dicintai seakan tak bersalah atas hal yang terjadi di antara mereka. "Beraninya mengusirku dari rumahmu lebih membela jalang brengsek itu!"
Amarah kekasihnya diabaikan Leon yang memilih duduk menjauh, dan menyalakan sebatang rokok. Seorang gadis model cantik ditemui tiga tahun lalu sering bertingkah kejam menyerang wanita manapun yang berani mendekatinya. Keadaan yang membosankan membuat pergi dari Italia, begitupun dilakukan Esperanza sibuk dengan fashion show di seluruh Eropa.
Berpisah lebih baik daripada baku mulut seperti pagi tadi. Pertunangan mereka tiada guna lagi. Media pers telah mengendus berita panas setelah pulang dari rumah sakit hingga hari ini masih mengusik soal Arabella dan bayinya.
"Sebaiknya kita putus saja, kau lebih baik mencari pria lebih baik dari aku," tukas Leon mengakhiri hubungan mereka. "Arabella terluka karena ulahmu, padahal dia baru saja melahirkan dan sedang menyusui bayinya.""Aa-apa katamu?" Esperanza langsung membanting gelas dipegangnya sejak tadi. Harapan pupus seketika bertahun-tahun memuja kekasihnya malah membela jalang yang tidur di atas ranjang mereka di mansion. "Seenaknya kau memutuskan pertunangan, sementara semua media dan keluarga telah mengetahui sebulan lagi kita akan menikah. Siapa keparat itu sebenarnya, dan bayi yang dilahirkan, apakah itu putramu?"
Ia tak terima diabaikan Leonardo Dario Constanzo begitu saja usai mulutnya mengumbar betapa bahagia pernikahan mereka nanti ke seluruh jagat raya. Pesta mewah spektakuler diadakan di Mansion Constanzo, kemudian mengundang banyak kalangan pengusaha, artis dan model terkenal.
"Mengapa tak bertanya padaku sebelum melempar patung itu ke Arabella?" Leon tegak menunggu jawaban Esperanza yang datang memburu wanita asing itu hingga ke kamarnya. "Dia bukan istriku, dan Matteo bukan anakku; kau bebas menghancurkan seluruh kaca di mansion, tapi bukan merusak kepercayaanku ke mereka!"
Tunangannya tak mau kalah balik menantang. "Jika dia bukan istrimu, mengapa kalian saling berpelukan di atas ranjang, blouse jalang berantakan seperti habis bercinta denganmu, huh!" tuduh Esperanza memastikan apa yang dilihat memang benar; kekasihnya berselingkuh tanpa malu-malu.
"Dasar gadis bodoh!" Leonardo emosi. "Kami hanya tidur berdekatan, bukan bercinta seperti ada di pikiran kotormu, sudah beberapa malam dia kelelahan karena Matteo terbangun haus dan lapar!"
Sudah dijelaskan Arabella sedang menyusui bayi, bukan dirinya. Blouse terbuka karena tengah malam sangat mengantuk tak sempat dikancing lagi. Soal berpelukan, dia pun tak menduga jika tubuh wanita mungil kian merapat dengannya. Lengan kokohnya menjadi sebuah bantal untuk menopang kepala Arabella hingga pagi menjelang.
Esperanza terhenyak menyadari wanita bernama Arabella tak mungkin melayani Leon usai melahirkan secara normal. Dia belum pulih, dan menyusui setiap malam. "Berikan saja jalang itu ke keluarganya supaya tidak merusak hubungan kita, Leon!" pintanya bersungguh-sungguh menghampiri kekasih hati kembali padanya. "Kau tak perlu bertanggung jawab atas semua yang bukan perbuatanmu terhadap brengsek itu!"
Andai semudah seperti ucapan kekasihnya. Sudah sejak awal Leon berada di rumah sakit ingin menyerahkan ke keluarganya namun ibunya Matteo tak memiliki kerabat siapapun di Italia. Entah cara apa lagi membantu menemukan orang lain yang melindungi mereka.
Begitu misterius kehidupan wanita asing pernah diciumnya saat di ruang operasi. Andai mereka benar-benar telah menikah, bayi Matteo memiliki seorang ayah dan suami untuk Arabella sebagai sandaran sekian tahun hidupnya yang merana dan sengsara.
"Oh, sayang!" Jari jemari Esperanza bermain manja di kemeja putih. "Lupakan soal mereka; hanya aku bisa membahagiakan dan memuaskan segala keinginanmu," desahnya menggoda pria tampan rupawan mengisi hari-hari mereka kembali yang memberinya berbagai macam hadiah mahal. "Aku sungguh rindu padamu!"
Kecupan manis berubah mendalam. Leon membalas terbuai rayuan tenggelam percintaan palsu dikarang sang tunangan. Cinta Esperanza berlabuh demi kekayaan dan kekuasaan pewaris Dario Constanzo. Siapa wanita yang tak ingin disayang dengan uang berlimpah, jika berhasil merebut Tuan Muda dari Arabella atau jalang lainnya. Ya, hanya ia pemenangnya!
Leonardo Dario Constanzo telah melupakan nasib Arabella dan Matteo sepanjang berada di ranjang panas tunangan. Menghabiskan waktu hingga tengah malam menjelang terkapar kelelahan memeluk model cantik enggan dilepaskan. Sampai pukul tiga pagi, seolah alarm membangunkan lewat tangis bayi meraung kencang memanggil Leon agar datang bersama ibunya.
"Oh, sial, waktunya Matteo harus menyusui!"
Ia menyingkirkan lengan kekasih, dan menyibak selimut di antara mereka. Terburu-buru mengenakan pakaian, lalu berlari meninggalkannya sendirian di kamar yang dingin, sedingin perasaan Esperanza terbangun melihat Leon kembali ke mansion demi melindungi Arabella dan bayinya bukan dirinya.
Hatinya langsung patah berkeping-keping seperti kaca jendela yang dipecahkan tadi pagi. Kaca dapat diganti, tapi hati kecewa tiada bisa mengobati kecuali kekasih berjanji menikahi dalam satu bulan ini. "Dasar bajingan kau, Leon!" desisnya marah menahan dendam kesumat.
Kini tak hanya ingin melukai Arabella tapi menghancurkan dan membuangnya jauh-jauh agar mereka kembali bersatu seperti dulu lagi. "Kita lihat saja nanti!" Esperanza menarik selimut seolah menutupi rencana busuk. Tubuh mulus sang model kini mulai kedinginan tanpa perhatian sang pewaris..
***Di sebuah villa mewah megah, Rudolf sedang memberi pengarahan ke seluruh karyawan mengenai jamuan makan malam menyambut tamu pemilik villa. "Tugas kalian seperti biasa sebelumnya, jangan sampai ada kekacauan yang terjadi nanti!" Tangan Arabella berpautan gelisah memikirkan bayi Matteo ditemani pengasuh di rumah. Hari pertama yang berat memulai pekerjaan paruh waktu. Selesai jamuan makan, merapikan ruangan dan pulang. "Ayo Bella, jangan diam berdiri di situ saja, sebentar lagi tamu Tuan Duncan tiba!" seru Rudolf mengatur anak buahnya menuju dapur bersiap menyajikan makanan. Tak lama satu persatu tamu undangan tiba memasuki ruangan, senda gurau sebentar dengan tuan rumah sampai akhirnya para pelayan menyajikan makanan pembuka hingga penutup. Pesta jamuan makan berlangsung hanya beberapa jam, selebihnya hanya tinggal beberapa tamu masih menikmati minuman dan percakapan penting. Ia pun bersiap pulang bersama teman kerja, hatinya terasa tak karuan jika harus meninggalkan Matteo sen
Musim dingin yang kejam kini lebih hangat dengan kehadirannya. "Aihhh, betapa tampan dirimu, sayang," puji Celine tiada habis menggendong bayi sahabatnya. "Ayahmu pasti juga sama rupawan seperti dirimu!" Ia menikmati waktu sebelum bekerja lagi di shift malam. "Sudahlah, letakkan Matteo di ranjang, berdandanlah dari sekarang dan segera berangkat," tegur Arabella ke sahabat karib terus memanjakan putranya. "Oh ya, jangan lupa tanyakan ke Rudolf, bila membutuhkan karyawan baru!" Celine menggeleng, "Anakmu baru berusia tiga bulan, kenapa harus ditinggalkan lagi?" protesnya keras. "Dia masih butuh asimu, Bella!" Namun ia malah bersikeras ingin tetap bekerja. "Kami perlu makan dan sewa tempat tinggal, tabungan sudah habis begitu juga uangmu aku pinjam gara-gara harus membantu melarikan diri dari Milan," sahutnya tak mau kalah. "Oh, Bella." Dipeluk gadis sebaya dengannya yang terus mengalami kesusahan belakangan ini. Hamil tanpa suami, diburu oleh ayahnya bayi. "Mengapa tak bilang k
"Dokter yakin hasil tes DNA ini benar-benar menunjukkan aku-lah ayah dari Matteo?" seru Leonardo tak percaya berharap dugaannya salah. "Perlukah untuk mengambil sampel ulang agar bisa dianalisa kembali?" Ia merasa bimbang data laporan diberikan tertera 99 persen akurat dan tepat, bayi itu darah dagingnya keturunan Dario Constanzo. Sang dokter memaklumi sikap penolakan klien. "Tidak menjadi masalah bagi rumah sakit menguji ulang lagi, asalkan Tuan dan bayinya hadir dalam pengambilan sampel," ujarnya bijaksana demi kebenaran diinginkan kedua pihak. "Hasilnya keluar dua minggu lebih cepat dengan proses yang hati-hati di laboratorium kami." "Terima kasih!" Leonardo langsung keluar ruang periksa setelah konsultasi selesai. Di selasar, Anthony bergegas menemuinya menanyakan hasilnya. "Kau sakit apa, dan bagaimana hasilnya setelah bertemu dokter?" cecarnya khawatir. Tuan Muda malah menyerahkan secarik kertas analisa dari laboratorium. "Hei, ini tentang apa?" tunjuknya bingung tak me
Dua minggu berlalu. Leon tidak pernah menghubungi atau menanyakan keadaan Arabella. Perjalanan bisnis berlanjut dari Napoli ke kota lain. Situasi yang tegang di antara mereka kian membuat jarak semakin jauh. Hanya sedikit waktu Tuan Muda menyempatkan bicara lewat panggilan video-nya untuk Matteo. Pelayan Anna senang menunjukkan bayi lucu sering tertawa ketika mengobrol dengan tuannya begitu akrab seperti ayah dan anak. Dari jauh Arabella menatapnya pedih. Kebahagiaan Matteo jika memiliki ayah yang peduli, tapi rasa takut bila tidak menerima ibunya telah menyembunyikan kehamilan selama ini. Dia tak mau menjebak Leonardo, bahkan ingin merawat bayinya sendirian. Hatinya kini menuntut sebuah pelarian lagi. "Aku harus secepatnya keluar dari sini selagi dia belum kembali ke mansion, jangan sampai terlambat lagi!" pikirnya berulangkali. Pengawal dan pelayan bersikap baik menghormati seakan dia nyonya rumah dengan memenuhi segala keperluan sesuai perintah tuannya. Seharusnya tiada al
Pukul dua dini hari. Botol minuman dituang kembali ke gelas. Meneguknya tandas mengisi berulangkali menghilangkan rasa kesal. Ulah wanita sialan yang menampar begitu membekas lalu berlari di saat bayinya menangis kelaparan. Alasan terbaik menyingkir sebelum bisa membalas lebih kejam atas perbuatannya. Leon menarik laci mencari botol minuman berharga mahal yang sering menemani kesendirian. Tangannya tak sengaja meraih sesuatu yang unik; sebuah kalung dengan liontin oval. Sudah lama ia menyimpan tanpa tahu siapa pemiliknya. "Bukan ini yang kucari!" Dilempar di atas meja begitu saja, lalu mengambil botol, dan meneguk tanpa gelasnya lagi. Sebatang rokok di tangan membimbing lamunannya ke dunia khayalan; membayangkan Arabella lembut mengajak bercinta semalaman. "Oh, kau memang wanita begitu istimewa," gumannya tak berdaya. Baru kali ini merasakan seorang wanita mampu menjerat hatinya dengan cara berbeda. Bukan tampilan cantik berwajah palsu seperti bekas tunangan. Ya, Esperanza b
Di selasar rumah sakit, Arabella terkejut kedatangan pria itu tepat waktu ketika mereka baru saja dipanggil dokter Eric ke ruang periksa. Beberapa menit kemudian Matteo dicek demamnya mulai menurun, dan thermometer menunjukkan sebuah angka normal. Dosis obat yang diberikan sesuai dengan umur bayi itu sejak dilahirkan. "Tuan dan Nyonya Leonardo Dario Constanzo, kondisi putra kalian baik-baik saja, mohon perhatikan asupan asi termasuk pola makan ibunya juga mempengaruhi," ucap dokter setelah pemeriksaan menyeluruh. Panggilan nyonya diabaikan Arabella sejenak. Ia lebih antusias keadaan Matteo menanyakan banyak hal soal kebutuhan makan dan minumnya, "Mengapa bayiku terus menyusui dalam sehari 7-8 kali di minggu-minggu awal kelahirannya?"Ia kelelahan bangun setiap malam, namun tugasnya menjadi seorang Ibu memaksanya terus bertanggung jawab demi bayinya. "Itu hal yang normal, Nyonya," jawab Dokter Eric tenang. "Bagi ibu menyusui bayi laki-laki memang butuh asi lebih banyak di bulan per