Pintu kamar perlahan dibuka lebar, secara tidak sengaja Leon melihat pemandangan indah antara ibu dan bayi di atas ranjang miliknya.
Arabella baru menyadari kehadirannya terburu-buru menutupi dengan selimut, belum selesai menyusui; namun terganggu saat pria itu malah mendekatinya.. "Bisakah Tuan keluar sebentar dulu, membiarkan aku bersama putraku?" "Maaf, bukan ingin mengganggu kalian berdua, tapi aku senang kau merasa nyaman di kamar ini, sebelum nanti putramu nanti dipindahkan ke kamar bayi," sahutnya sambil melepaskan sepatu, lalu ikut berbaring di sisi Arabella. Pembicaraan tadi dengan Anthony sangat melelahkan. Memori pikirannya dipaksa mengulang kejadian demi kejadian di masa lalu. Wanita muda itu terkejut menatap tuan rumah begitu santai, sementara dia begitu gugup terus menutupi dadanya dengan selimut. "Oya, nama apa diberikan untuk bayimu?" Leonardo memecah keheningan di antara mereka. "Apa mungkin; Matteo, Alessandro, atau Leonardo?" Dia merasa namanya pantas disematkan ke bayi itu, apalagi telah menemani persalinan ibunya hingga harus menerima tamparan keras di pipi, demi ingin menenangkan hatinya. Ciuman mereka di ruang operasi begitu luar biasa, dan menginginkan hal sama terjadi di kamar pribadinya. "Matteo lebih bagus!" sontak Arabella membuyarkan lamunan bajingan sedang berkhayal macam-macam tentangnya. "Besok kami akan pergi, dan anda bebas menjadi dirimu lagi." Tak cuma Leon terhenyak kata-katanya, kini bayinya ikut menangis kuat di pangkuan. "Apa kau sudah gila?" kecam tuan rumah langsung terduduk karenanya. "Tinggallah di sini sampai kau pulih, lihat Matteo sampai meraung begitu tak terima ucapan ibunya ingin lari dari mansion ini!" Disentaknya selimut tebal tanpa peduli wanita brengsek itu gelagapan berusaha menutupi dada terbuka usai menyusui. Meraih bayi laki-laki mungil, menggendong keluar ke balkon agar berhenti menangis. Dari jauh, Arabella begitu tersayat memandangi bayi berada dibuaian lengan kokoh, yang dulu pernah mematahkan hatinya. Pria brengsek itu ternyata memiliki nurani melindungi mereka berdua di bawah satu atap. Sampai kapan menyembunyikan rahasia bila pada akhirnya Arabella juga yang terluka. Sejenak matanya terpejam, suara Leonardo menghibur Matteo samar-samar menghilang, dan tak lama tertidur pulas. Kemudian di waktu tengah malam, suara bayi kembali menangis haus dan lapar terdengar kencang di monitor tersambung ke kamar utama. Dengan mata mengantuk, Arabella terpaksa bangun menyusui putranya di kamar bayi. Posisinya belum nyaman dipisahkan walaupun hanya di seberang. Segera diq mengambil minum mengusir rasa kantuk, dan pergi untuk menyusul ke kamar Matteo. Namun, Leon ikut terbangun, melirik Arabella lelah setiap malam mengurus bayi sendirian. "Hey, duduklah, biar aku yang mengambil dan membawa kemari untukmu." Wanita itu mau menuruti perintahnya, duduk bersandar bantal tinggi di punggung dan kembali memejamkan mata. Setiap pukul tiga pagi membangunkan ibunya, dan saat Matteo mengecap ASI langsung tenang tak rewel lagi. Leonardo menggeser tubuhnya memberi ruang bagi Arabella leluasa memberi perhatian ke putranya, dan memunggungi mereka berbalik tidur kembali. Dua puluh menit berlalu suasana sunyi sepi. Bayi tidur pulas kekenyangan. Arabella tak sanggup menahan kantuk membiarkan putranya ikut berbaring bersama, dan menarik selimut bagi mereka berdua. Dia sudah tidak ingat lagi jika Matteo dikembalikan Leon ke kamar bayi di pagi hari untuk diurus pelayan Anna. Tiga minggu berturut-turut akhirnya tuan rumah jatuh letih menemani keduanya. Mereka kini berdua tidur nyenyak di ranjang besar tak kesempitan lagi. Akhir pekan dilalui dengan kesibukan merawat bayi, dan tak sadar posisi mereka kini saling berpelukan. --------- "Dasar brengsek, dimana kau, Leon?" Lengkingan nyaring memecah keheningan pagi di mansion Constanzo. Kepala pelayan Lorenzo berusaha menahan seseorang yang tidak diundang di bawah tangga. "Nona, anda sebaiknya pulang saja masih terlalu pagi bagi Tuan Leonardo menerima tamu!" Hatinya cemas, sesaat Nona Esperanza Dolores emosi memasuki mansion ingin melabrak ibu dan bayi sedang berada di kamar pribadi Tuan Muda. Gadis itu tak terima perlakuan Lorenzo, "Aku bukan tamu, tapi tunangan Leon, minggirlah tak butuh ijinmu untuk menemuinya di kamar!" Sudah beberapa bulan mereka belum berjumpa dan disibukkan perjalanan bisnis masing-masing, namun ketika tunangannya kembali ke Italia, malah membawa anak istri bersamanya. Darah Esperanza mendidih mendengar kabar tentang pernikahan mereka di saat sedang berada jauh darinya. Dasar bajingan-! Umpatnya marah. Kepala pelayan tidak mampu berbuat apa-apa, dan beruntung Master Anthony langsung mengajaknya berbicara. "Nona, silakan tunggu di ruang tamu, biar aku yang memanggil Tuan Leon," sarannya bijaksana. Gadis angkuh itu menolak langsung melesat ke tangga berlari kesetanan menuju kamar tuan rumah. Brak-k! Pintu kamar didorong kencang sampai membentur ke dinding. Teriakan melengking memandang kekasihnya tidur nyenyak memeluk wanita asing begitu mesra. "Leonardo, teganya kau menipuku selama ini!" raung Esperanza keras bagai iblis betina membangunkan mereka, "Dasar kau juga bajingan, dan jalang itu mau merebut milikku!" Tuan rumah terkesiap memandang gadis cantik yang menangis sekaligus marah membabi buta, dan tidak sengaja mengangkat lengan kokohnya membangunkan Arabella. Oh, sial-! Ibunya Matteo ikut terkejut menatap sebentar, lalu melepas tangan lancang memeluk dirinya sejak tengah malam. Kancing blouse terbuka usai menyusui bayi lupa ditutup Arabella kembali. Bertambah sudah masalah Leonardo pagi ini. Tunangannya, Esperanza, mengira mereka memang pasangan suami dan istri. "Tunggu, sayang, ini hanya salah paham!" serunya untuk mengakhiri polemik di antara mereka berdua, dan bangkit menengahi kekasih yang tak sabar menghajar Arabella. "Pergilah ke bawah, biar aku ganti pakaian dulu." Esperanza tak mengindahkan perintahnya. Tatapan bengis mau menghabisi wanita yang berada di ranjang makin membuatnya muak, "Dasar kau wanita jalang, beraninya mengaku memiliki anak dari calon suamiku!" Buru-buru Arabella menutupi blouse belum sempat lagi dikancing. Kesalahpahaman terjadi memang karena tak mampu menjaga diri dari perhatian bajingan yang memanipulasi keadaan sejak melahirkan dan mengajak tinggal di mansion. "Aku bukan wanita jalang seperti kau duga, kami akan pergi pagi ini, dan kalian bebas dari semua kebohongan media lagi!" Sayangnya, gadis cantik model ternama tidak percaya kata-katanya, begitupun ke Leon, berusaha mencegah kepergian mereka dari mansion. Esperanza mengambil langkah salah memburunya tanpa logika. Sebuah patung hiasan di atas meja tiba-tiba melayang, beruntung ibunya Matteo menghindar ke arah berbeda tidak sempat menyentuhnya. Prank-! Kaca jendela pecah berkeping-keping. Serpihan mengenai Arabella yang berdiri tak jauh darinya. Dia luput dari lemparan sebuah patung, tapi terluka karena pecahan kaca menggores lengan dan kakinya. Sontak Leonardo memaki Esperanza, "Wanita gila! Apa kau ingin membunuhnya di depan mataku?" Dihempas kekasihnya keluar, dan menyuruh pengawal mengusir dari mansion. Lawrence menyeret sang model yang mengganggu ketenangan tuan rumah. Sementara Anthony menemani Leon menyelamatkan Arabella dari amukan betina buas Esperanza. "Kita bawa dia ke kamar lain, dan biarkan pelayan yang membersihkan semua kotoran ini!" Leonardo bergerak berhati-hati mendekati wanita mungil yang ketakutan, dan membopong ke kamar tamu, menunggu kamar utama diperbaiki kembali. "Maafkan aku, Bella!" bisik Leon, mengakui perbuatan kekasihnya telah merusak kenyamanan mereka sejak beberapa hari ini. "Aku lupa menjelaskan keadaan kita padanya, seharusnya dia bertanya padaku dulu, bukan menyerang dirimu seperti ini." Arabella tidak peduli; memejamkan mata menahan perih serpihan kaca melukai kulit, dan menutup telinga dari pengakuan bajingan mengadu domba antara dia dan tunangannya. Waktu perpisahan mereka telah tiba. Dia harus kembali menjadi wanita yang mandiri dan kuat, tanpa suami palsu dan ayah bayinya. Butiran air mata pun jatuh, pelarian yang kedua mulai dilakukan sendirian lagi. ***Wow-! Celine memuji kecantikan sahabatnya, Arabella. Gaun pesta ulang tahun merah membara membuat semua mata terpana. Pesona gadis pelayan berubah menjadi ratu semalam. "Sepertinya gaun ini terlalu ketat bagiku, sebaiknya aku lepas saja tak pantas seorang pengasuh bayi memakai ini!" protesnya, mengaca ketat lekuk tubuhnya di gaun. "No way-!" Celine melarangnya. "Susah payah merias dirimu seperti ini, tetiba kau berubah pikiran. Ayo, Bella, kita sudah ditunggu di bawah!" Ditarik lengannya keluar kamar sebelum Maximo datang mengomel karena terlalu lama berdandan. Semua pria paling sebal menanti wanita saat sedang berbelanja dan merias diri. Pesta ulang tahun Arabella ke 25 diadakan di halaman mansion Dario Constanzo, dihadiri keluarga dan kerabat dekat, termasuk seluruh penghuni ikut merayakan hari istimewa tunangan Tuan Muda Leonardo. Master Anthony dan Lawrence mengenakan jas pesta, tetapi pandangan mengawasi waspada sekeliling area. Kejadian penculikan Arabella jangan sam
Ranjang panas mereka berantakan, semalaman terus bergumul sampai kelelahan. "Oh, sayang, kau sungguh hebat memuaskan diriku!" Dante memeluk Esperanza erat tak mau lagi kehilangan gadis cantik pujaan. Esperanza membalasnya dengan ciuman yang dalam membuat Dante kepayahan. Sudah dua kali bercinta masih belum mau berhenti. Pria tampan yang jatuh hati sejak dulu, namun dia baru menyadari kehadirannya saat benar-benar membutuhkan seseorang. "Aku tidak pernah mau berhenti mencintaimu, hanya kau-lah obat penawar sakit hatiku ke orang-orang yang melukai diriku selama ini, membalaskan dendam pada saat tak memiliki kekuatan lagi." Dante membelai rambutnya perlahan, lalu mengusap punggung polos begitu halus di kulitnya. Gadis jalang yang sedang tersakiti berubah lembut dan sendu di hari mereka bertemu. "Tenanglah sayang, masih banyak waktu menghadapi musuh-musuhmu," ujarnya menenangkan pikirannya. "Beristirahatlah sekarang nanti kita lanjutkan lagi." "Terima kasih, cintaku!" Esperanza
Suasana club malam di Paris yang biasanya hingar bingar dentuman music dan cahaya lampu kerlap kerlip menyinari tamu yang berdansa, sekarang berubah mencekam ketika ditemukan seorang pelacur kelas atas yang tewas di kamar VVIP. Petugas keamanan club malam yang melaporkan hal tersebut ke pihak kepolisian setelah mendengar pelayan menjerit kencang melihat Nona Stella Amigos sudah tak bernyawa. Detektif Bellamy dan Raphael langsung menuju tempat kejadian perkara, menyusuri bukti satu persatu di kamar VVIP. Tubuh gadis muda dan cantik diperiksa dari luar tidak nampak jejak kekerasan fisik dan seksual. Namun, semalam pelacur itu sedang menerima tamu pria hidung belang. Dari kamera cctv di selasar terekam keduanya bermesraan di luar sebelum masuk ke kamar. Bukti yang tak bisa dipungkiri lagi. "Wow-! Tuan Duncan McCarthy?" Raphael berteriak kaget mengenali pengusaha kaya raya di Paris. Pria yang beberapa kali masuk media, hidupnya penuh masalah. Detektif Bellamy mencatat seluruh
Di sebuah di club malam, Stella Amigos, gadis bayaran bertarif mahal yang sering menjadi teman kencan pria kaya raya sedang duduk sendirian di bar. "Hai, sayang." Seseorang berbisik di belakang. "Apakah boleh aku membelikanmu segelas minuman?" Dia mengecup daun telinga mungil membuat gairah gadis cantik itu meninggi. "Oh, Duncan..." desah Stella Amigos, mengenali rayuan manis pria yang dicintai. "Pasti kau sedang kesepian hingga harus datang ke sini. Bukankah ada Esperanza dan calon bayimu yang nanti menemani hidupmu?" Dan, terasa pinggang kecilnya dicengkram keras olehnya. "Jangan pernah kau sebut nama itu lagi di depanku!" Duncan marah. "Dia keguguran beberapa hari lalu, dan tidak ada bukti lagi bahwa aku ayahnya janin bayi itu. Sekarang kau satu-satunya penghibur hatiku yang sepi!" Senyum gadis pelacur mengembang sangat bahagia mendengar mantan model yang menjadi kekasih pria itu harus mengalami hal menyakitkan kehilangan bayi mereka. "Oh, sayang, maafkan kata-kata kasa
Di kaca sebuah meja rias, terpampang wajah lusuh, dan sinar matanya tak bercahaya lagi. Esperanza menatap dirinya dengan sedih setelah banyak kehilangan dalam hidupnya. Akhirnya, kembali ke apartemen mewahnya di Milan dan menyembunyikan rasa malu, atas hidupnya yang sudah tak berguna sejak perceraian memalukan saat pesta dansa di mansion mantan suaminya, Leonardo. Ditambah lagi dia harus mengalami keguguran akibat benturan keras setelah tamparan hebat dari Duncan McCarthy di penthouse Paris beberapa hari lalu. Kedua pria bersaudara ternyata belum mampu ditaklukkan hatinya. "Dasar keparat kalian!" Esperanza meluapkan amarah dengan melempar peralatan rias ke lantai. "Tunggu saja balasanku berikutnya! Kalian menghancurkan impianku, dan sekarang giliranku menghabisi orang-orang yang kalian cintai!" Ia menaruh dendam kesumat akibat ulah mereka yang tidak memberikan kesempatan berkarir sebagai model lagi. Dan, kantor fashion Maximo Brando telah mencoret namanya sejak pagelaran la
Suara kencang tangisan bayi membuat Arabella terbangun, lalu beranjak keluar mencari tahu. Saat membuka sebuah kamar, barulah ia sadar asal suara bayi itu nyata bukan halusinasi di kepalanya. Melongok ke keranjang bayi, dan menatap manik biru kecil yang menghipnotis dirinya untuk menggendong bayi tampan. "Hai, sayang, di mana ibumu?" tanyanya dengan nada lembut. Matteo berhenti menangis, mengenali suara ibunya dan harum tubuhnya. "Ma-ma! Ma-ma!" celotehnya terbata-bata. Tubuhnya kian berat di usianya enam bulan membuat Arabella limbung karena belum puĺih dari kecelakaan. Diletakkan bayi itu di karpet tebal untuk mengajaknya bermain, dan ikut duduk bersama menemani setelah kesepian ditinggalkan ibunya. "Hai, sayang, siapa namamu?" Arabella benar-benar ingin tahu, tapi bayi itu berkicau kata-kata lain yang tak dimengerti. Begitu menggemaskan pipi gembul terus diciumnya sampai dia mengekek tertawa. "Aku harap ibumu segera datang untuk menyuapimu makan, lihat perutmu sudah k