Share

Satu Hari Tiga Lelaki

Author: Dwrite
last update Huling Na-update: 2023-03-30 06:50:49

Cukup lama kami hanyut dalam lamunan. Mencoba menyelami pikiran masing-masing dari tatapan yang saling mengunci.

Kaget. Sudah pasti. Lelaki yang mulanya hanya kumanfaatkan sebagai ATM berjalan sekaligus batu loncatan balas dendam ternyata adalah saksi kunci kejadian sembilan belas tahun silam.

Om Lian lebih dulu mengalihkan pandangan. Kata-kata terakhir yang dilontarkan sepertinya bukan pertanyaan yang membutuhkan jawaban, melainkan sebuah pernyataan atau bahkan tuntutan?

Matanya bahkan berkilat tajam saat mengatakan tentang kebenciannya pada sosok Adrian Mahesa.

Oke, sebenarnya sekarang aku bingung harus merasa senang atau tertekan? Karena selain mempunyai sekutu orang dalam aku juga bisa mendapatkan banyak fakta tentang masa lalu mereka dari sumber terpercaya.

Kalau dipikir-pikir penawaran Om Lian boleh juga.

"Sekarang jujur, selama ini kamu melihat Mas Adrian seperti apa? Jangan salah paham, saya hanya ingin memastikan hubungan kalian benar-benar tak melibatkan per--"

"Bagiku dia tak lebih dari lelaki brengsek yang memanfaatkan wanita hanya demi kepuasan dan kekuasaan!" potongku cepat tanpa pikir panjang.

Om Lian mengerjapkan mata seolah tak percaya dengan apa yang baru saja kuucapkan.

"Astaga, apa kamu memang selalu seterusterang ini, Lea?" Dia memijit pelipisnya.

"Ya, seperti yang Om tahu inilah aku. Setitik pun aku tak akan menyisakan celah perasaan saat memutuskan untuk membalas dendam. Siapa pun dia, dan bagaimana hubungan darah yang terikat di antara kami, tetap akan kuhancurkan."

Jujur, semua itu tak sepenuhnya benar. Karena pada kenyataannya aku tetap tak bisa mengendalikan perasaan saat berhadapan dengan Om Lian. Padahal dia juga salah satu orang yang kumanfaatkan demi balas dendam, bukan?

Om Lian menggeleng pelan, seulas senyum getir tersungging di bibir tipisnya yang kemerahan. Biar, kutebak. Mungkin saja sekarang dia sedang terheran-heran karena berhadapan dengan seorang wanita muda dengan ambisi yang begitu besar.

"Jadi, sedikit pun kamu tak pernah menganggapnya sebagai ayahmu?" Kuhela napas panjang saat Om Lian kembali mengajukan pertanyaan yang begitu menyebalkan.

"Seorang lelaki bisa disebut 'ayah' kalau dia merawat sang istri dan si jabang bayi dari mulai mengandung sampai melahirkan. Kemudian mendampingi buah hatinya hingga tumbuh dewasa." Aku terdiam sesaat, sebelum melanjutkan. "Egois sekali kalau lelaki bajingan yang hanya tahu menanamkan benih, lalu pergi, ingin disebut ayah juga." Naik turun dadaku berusaha meredam luapan emosi yang merebak.

Sejak lahir aku tak pernah mengenal sosok seorang ayah yang para anak-anak lain katakan sebagai pahlawan, atau cinta pertamanya sebelum menghadapi kerasnya dunia. Bagiku semua itu hanya omong kosong belaka.

"Seharusnya Om Lian nggak perlu menanyakan sesuatu yang sudah Om tahu pasti jawabannya. Itu buang-buang waktu," cibirku sarkastis.

"Saya hanya memastikan kalau tidak ada keraguan di hatimu. Perasaan sekecil apa pun bila dibiarkan kelak akan menjadi bumerang. Saya lega kalau kamu menganggapnya demikian. Karena sosok Adrian memanglah seburuk itu. Hanya dengan bermodal kata-kata cinta memuakkan dan harta rampasan sekarang dia menjadi kepercayaan keluarga Fahlevi dibandingkan aku yang keturunan resmi. Bila harus dijabarkan tak terhitung berapa banyak dosa yang sudah dia lakukan khususnya pada kaum wanita!"

Kini aku yang terdiam mendengar semua penuturan Om Lian tentang kakak iparnya. Sekarang aku tahu alasan kenapa lelaki ini memilih menjadi pengacara dibanding pebisnis seperti ayahnya.

Keluarga Fahlevi adalah salah satu konglomerat di Indonesia. Mereka memiliki Production House dan stasiun TV sendiri yang sudah melahirkan banyak artis dan model yang sering wara-wiri di TV bahkan layar lebar. Sahamnya juga tersebar di mana-mana. Bahkan mereka memiliki saham cukup besar di PT. AJ milik keluarga Adijaya yang baru-baru ini skandal-skandal kelamnya terkuak di ruang publik. Dengar-dengar salah satu model unggulan naungan PH Fahlevi Family yang merupakan bagian keluarga Adijaya juga terseret kasus tersebut. Ternyata kehidupan orang kaya itu tak seenak kelihatannya. Tapi, kenapa Om Adrian malah ingin terlibat dengan orang-orang kaya bahkan dengan cara-cara licik seperti ini? Entahlah. Terkadang ketika manusia sudah dibutakan dunia, dia bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Ya, termasuk aku.

"Sudahlah, kita akhiri saja percakapan ini. Saya masih harus bertemu dengan klien satu jam lagi."

Om Lian sudah bersiap beranjak, tapi kembali ke posisinya lagi setelah mendengar pertanyaanku.

"Kenapa Om begitu berambisi menikahiku?"

Dia menghela napas, lalu menjentikkan jari di dahiku.

"Aw."

"Saya tak bisa membiarkanmu melakukan hal-hal bodoh sendiri, Lea. Tak ada maksud apa pun."

Entah kenapa saat Om Lian mengatakannya ada semacam perasaan aneh yang sulit dimengerti.

"Oh, oke." Kukedikan bahu tak acuh, padahal hati sedikit nyeri.

"Sebentar!"

Kuikuti arah pandang Om Lian. Dia menatap vape yang tergeletak di bawah rak TV. Benda bernikotin yang biasa kuhisap saat dilanda stres berkepanjangan.

"Sejak kapan kamu mengkonsumsi ini?!" sentaknya, lalu meraih benda itu. "Kamu sedang hamil, Lea. Jangan egois."

Aku memutar bola mata.

"Cih, janin ini bahkan bukan benihmu, Om. Kenapa begitu peduli."

"Siapa pun ayah dari benih yang tumbuh di rahimmu. Kelak aku juga yang akan menjadi walinya." Aku terdiam sesaat. "Kita ke dokter sekarang!" Tiba-tiba dia bangkit, lalu menarik pergelangan tanganku.

"Mau ngapain?" Aku menepis tangannya.

"Ya, periksa kandunganmulah!" Om Lian kembali menarik tanganku.

"Nggak mau! Dua hari lalu aku baru periksa, dan janinnya sehat-sehat aja," protesku.

"Jangan keras kepala, Lea. Aku tak akan tenang sebelum memastikannya sendiri." Tak lama setelah mengatakannya Om Lian lantas mengangkat tubuhku, dan membawanya menuju mobil.

"Turunin! Katanya sejam lagi mau ketemu klien."

"Itu masih bisa ditunda. Kesehatan janinmu lebih utama!"

Aku tertegun. Baru pertama kali rasanya diperlakukan istimewa. Ini tak buruk, tapi ada semacam perasaan tak pantas.

***

"Tak ada masalah berarti. Kondisi ibu dan janin sehat."

"Tuh, kan. Apa kubilang." Kulemparkan tatapan tajam pada Om Lian setelah mendengar keterangan dokter.

Masih dengan ekspresi yang sama datarnya, dia hanya mangut-mangut.

"Omong-omong Mas sama Mbaknya pasangan muda, ya? Pengantin baru?" terka dokter wanita yang bisa kutaksir berusia setengah abad itu.

"Pasangan muda?" Aku tersenyum mencibir. "Cuma saya yang muda, Dok. Dia udah Om-Om!"

Om Lian menatap tajam seolah tak setuju dengan asumsiku.

"Lah, itu kenyataannya, kan? Umur kita selisih tujuh belas tahun!" tambahku.

"Umur bukan ukuran kenyamanan, Mbak. Selama saling cocok kenapa enggak? Saya sama suami juga beda lima belas tahun dan kita langgeng sampai punya anak-cucu," timpal Dokter bernama Ningsih itu.

Kuputar bola mata mendengar curhatannya.

Sementara Om Lian yang merasa dapat pembelaan, tersenyum penuh kemenangan.

"Kalau begitu kami permisi!" Sengaja kutekankan kalimat, lalu keluar lebih dulu meninggalkan keduanya.

Mentang-mentang habis cukuran dan pakai baju santai, lantas kita terlihat seumuran?

Dokter Ningsih tak tahu saja bagaimana setelan Om Lian kalau sudah mode busy. Aura Sugar Daddy-nya keluar aur-auran.

Astaga. Apa yang baru saja kupikirkan?

Sepertinya ini pengaruh hormon kehamilan.

"Kenapa pergi tiba-tiba, Lea? Kita, kan belum selesai," protes Om Lian setelah menyusulku ke parkiran.

"Emang mau apa lagi, sih, Om? Konsultasi masalah baiknya berhubungan saat tengah hamil muda?" cibirku yang berhasil membuat telinga Om Lian memerah.

"Ya Tuhan, Lea ... kapan kamu bisa menjaga kata-kata? Itu tak sopan." Kuputar bola mata mendengar ceramahnya.

"Ya, ya ... maaf. Kalau begitu kita pisah di sini saja. Aku yakin Om pasti masih banyak urusan. Biasalah. Pengacara Kondang. Tadi aja nggak terhitung berapa banyak Bu-Buibu hamil yang berebut minta foto. Terkenalnya udah ngalahin artis yang sering wara-wiri di TV."

"Lea!" Sorot mata Om Lian berubah serius. "Setelah satu tahun tak bertemu, saya datang bukan untuk mendengar cibiranmu."

Aku menghela napas.

"Ya, maaf. Aku pulang, bye!"

"Tunggu!" Om Lian menarik pergelangan tanganku.

"Apa lagi, sih?" Aku mengacak rambut frustrasi.

"Jaga kesehatan. Dua hari lagi saya dan Mbak Lidia akan datang menemui tantemu untuk melamar. Pastikan hari itu kamu ada di

sana!"

"Ya, ya ... eh, tunggu! Kenapa harus sama Nenek Lampir itu, sih, Om?" protesku.

"Papa sibuk. Dan ingat Lea! Seburuk apa pun dia di matamu, Mbak Lidia tetap kakak kandung saya."

Ya, itulah fakta mengerikannya. Nenek Lampir itu terikat darah denganmu.

***

Tiba di kosan aku melihat sebuah moge sudah terparkir di depan gerbang. Dilihat dari plat nomber dan stiker yang tertera di bemper depan, tanpa bertanya aku sudah tahu siapa pemiliknya.

Sial, dari mana dia tahu alamat kosanku?

Bagaimana bisa hanya dalam satu hari aku terlibat dengan tiga orang lelaki sekaligus?

Dengan lesu, kuseret langkah masuk ke dalam. Menuju kamar kosan yang terletak di lantai dasar. Terdiri dari dua kamar. Sebenarnya sebelumnya tiga, cuma yang satu dihubungkan dengan kamarku hingga jadilah kamar kosan terluas yang dihuni sekarang.

Pemuda dengan setelan kekinian dan potongan rambut Curtains bak Boyband Korea itu bangkit dari kursi dan langsung menghadang jalanku.

"Sumpah tega kamu, Lea! Dua hari ini aku kesetanan cari-cari kamu setelah nomber di-block tanpa kepastian. Setidaknya kasih alasan yang masuk akal, kek. Jangan main ngilang-ngilang aja kayak orang punya utang!"

"Vin, aku ...."

"Mau taro di mana muka aku kalau orang-orang tahu pacarku ternyata Sugar Baby Papa dan Om-ku yang akhirnya jadi bibiku. Ya Gusti ...," potong Kevin sembari mengacak rambut frustrasi.

Aku hanya bisa tersenyum getir menanggapinya.

Itu belum seberapa, Vin. Mungkin kamu akan lebih terkejut saat tahu pacarmu ternyata saudara tirimu.

.

.

.

Bersambung.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Gadis Peliharaan Sugar Daddy   Truth or Dare

    "Di sebelah, kok berisik banget, ya, Kak. Bahkan tembok kedap suara aja masih kedengeran." Delima bertanya karena mulai resah dengan kegaduhan di kamar sebelahnya. "Biasa, Del. Om sama ponakan lagi adu kekuatan. Mereka kalau lama-lama ditinggal berduaan mungkin bisa bunuh-bunuhan." Lea menanggapinya dengan santai sembari mengganti popok Lyla yang terlihat mulai mengantuk. Sayangnya candaan Lea tersebut tak ditanggapi baik oleh Delima. Alhasil mata gadis cantik itu membelalak sempurna. "Ya ampun. Sampe bunuh-bunuhan, Kak?" Lea tertawa melihat tanggapan serius Delima. "Bercanda, Sayang. Liat aja, sebentar lagi mereka juga bakal ke sini. Saling ngadu siapa yang salah duluan." Benar saja. Selang beberapa lama suara pintu yang dibuka terdengar tanpa ketukan terlebih dulu. "Aku tidur di sini aja, ya? Sumpah nggak tahan banget sama suami kamu." Kevin muncul lebih dulu sembari mendaratkan bokong di atas ranjang samping Delima, tepat berseberangan dengan pembaringan Lea. "Dia yang mulai

  • Gadis Peliharaan Sugar Daddy   Liburan

    "Tahanan nomor 1139 ada surat untuk Anda!"Seorang sipir penjara terlihat menghampiri ruang tahanan Lapas Kelas satu blok A yang menampung para narapidana dengan kasus kelas berat. Lelaki berusia empat puluh lima tahunan itu bangkit dan menghampiri sang sipir setelah mengucapkan terima kasih. Kemudian kembali ke tempatnya. Sorot mata itu berubah teduh saat melihat nama pengirim yang tertera. Dia usap lembut permukaan amplop cokelat tersebut dan begitu hati-hati saat membukanya. Sepucuk surat dengan wangi parfum yang khas tercium di sana membuat hatinya mencelos seketika. Apalagi saat melihat beberapa lempar foto yang dibubuhkan menunjukkan kebahagiaan yang kentara. Untuk Pak AdrianBukan perkara mudah menulis selembar surat ini, setidaknya aku butuh waktu sekitar satu tahun sampai akhirnya kertas ini sampai di tangan Anda. Ada ego yang harus dikesampingkan, ada rasa sakit yang susah payah diredam. Maaf kalau aku tak bisa berbasa-basi dengan menanyakan bagaimana kabar Anda di lapa

  • Gadis Peliharaan Sugar Daddy   Kunjungan

    "Kami pamit pulang duluan, kebetulan masih ada urusan. Makasih buat semua jamuannya. Lain kali mungkin bisa disempatkan untuk menginap." Om Lian mewakiliku pamit pada semuanya. Setelah kejadian memalukan tadi aku benar-benar tak sanggup berada di sini lama-lama. Apalagi melihat tatapan penuh arti dari Bang Jojo, Yoga, dan Ilham. Belum lagi Kevin yang sejak terus saja menggoda kami. Memang benar-benar dia itu. "Gapapa sumpah, gapapa. Demi Alex kagak ngapa-ngapa. Daripada di sini lama-lama meresahkan kaum jomblo yang haus belai--aw, aw, aw." Kevin berhenti saat Mbak Lidia menjewer telinganya. "Nggak apa-apa. Pulang aja duluan, Mbak tahu dari sini kalian masih harus pergi ke yayasan. Nasi kotaknya udah kita siapkan di belakang tadi. Tinggal dimasukin ke bagasi." Wanita seumuran Mama itu tersenyum lembut. Seolah masih lekat dalam ingatan bagaimana dia bersujud di kaki Mama saat itu. Meminta maaf atas semua kesalahan yang pernah dia lakukan sembari menangis terisak-isak. Beruntung ko

  • Gadis Peliharaan Sugar Daddy   Awal Hidup Baru

    Satu tahun kemudian ....Tak ada luka yang benar-benar abadi. Waktu selalu punya cara untuk menyembuhkan nyeri yang ditanggung diri, hingga tiada keresahan merajai hati. Obat paling ampuh untuk menyembuhkan luka masa lalu adalah menciptakan kebahagiaan baru, bersama orang-orang baru, dan dalam circle lingkungan yang baru. Namun, sejauh apa pun kita berkelana mengarungi setiap kehidupan untuk mencari arti sebuah kebahagiaan. Keluarga tetaplah tempat terbaik untuk kembali. Mereka ada, mereka tinggal, dan mereka mengerti, konflik apa pun yang mewarnai lingkaran persaudaraan selalu ada celah untuk memaafkan. Tanpa sadar sembilan belas tahun sudah aku menghabiskan waktu mengejar sesuatu hanya berdasarkan emosi. Mengorbankan harga diri untuk tujuan yang tak pasti. Beruntung, dalam perjalanan yang menyesatkan aku menemukan orang-orang yang tepat untuk mencari jalan keluar dari lingkaran setan. Menerima uluran tangan para pahlawan tanpa tanda jasa yang bukan hanya mengorbankan waktu dan

  • Gadis Peliharaan Sugar Daddy   Selamat Datang

    Kurang dari sepuluh menit kami sudah sampai, karena kebetulan rumah sakit ini berada di pusat Kota tak jauh dari apartemen tempat tinggal kami. Om Lian kembali menggendongku keluar dari mobil dan langsung disambut perawat yang mengiringku untuk duduk di kursi roda.Kami masuk ke ruang persalinan. Para perawat membantuku berbaring di brankar lalu mulai menyiapkan alat-alat. Bisa kudengar beberapa kali bibir Om Lian bergumam, melafalkan do'a-do'a memohon pada Tuhan untuk mempermudah proses persalinan. Sesekali dia mengecup puncak kepalaku dan berbisik lirih agar aku tak lupa untuk berdo'a juga.Tak lama ... dokter Zayn masuk diikuti satu asisten yang sering kulihat di ruangannya. Dia adalah dokter yang sudah berpengalaman dalam bidangnya. Beberapa kali aku sempat check up dan USG dengannya, berdasarkan saran dari salah sati teman."Baru pembukaan sembilan, kita tunggu sebentar lagi, ya!" Dokter Zayn memulai sesi, dengan hati-hati dan lembut. Dia beralih menatap Om Lian. "Jadi, ini suam

  • Gadis Peliharaan Sugar Daddy   Kontraksi

    Tak terasa waktu sudah sampai di penghujung bulan Oktober. Hari ini usia kandunganku sudah memasuki 39 minggu. Rasa mulas, kram perut, lalu sakit pinggang dan kontraksi palsu sudah kurasakan akhir-akhir ini. Tak bisa tidur nyenyak karena perut yang membesar juga sudah kulewati beberapa bulan terakhir. Di kala aku terjaga di tengah malam, sudah di pastikan Om Lian juga terkena imbasnya. Tanpa diminta dia sering kali bangun dan memijat pinggangku untuk meringankan rasa pegal hingga tubuhku menjadi rileks dan terlelap kembali. Alhasil, dia terbangun dengan wajah kusut dan mata panda di keesokan harinya.Di dalam kamar apartemen yang sudah dua bulan terakhir ini aku dan Om Lian tempati, kulipat beberapa pakaian bayi ke dalam tas berukuran sedang untuk persiapan persalinan nanti.Di kamar ini, kami juga sudah mempersiapkan tempat tidur bayi. Benda itu Om Lian letakkan di pojok ruangan, samping ranjang kami. Supaya mempermudah bila di kecil rewel nanti.Beberapa hari yang lalu kamar ini

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status