Share

Sugar Daddy Pertamaku

"Mas Adrian bisa pulang sekarang! Tolong jangan usik lagi hidup Lea, sebelum saya laporkan semua kelakuan Mas di belakang Mbak Lidia." Suara Om Lian terdengar dalam dan mengintimidasi saat dia meminta kakak iparnya untuk pergi.

Masih di posisi yang sama, aku memintal ujung kaus yang dikenakan. Antara bingung, kecewa, sedih, dan senang berkecamuk menjadi satu.

Bingung dan kecewa karena semua berjalan tak sesuai rencana. Sedih, karena kesempatanku untuk menghancurkan Om Adrian semakin menipis, dan senang karena Om Lian datang tepat waktu.

Bisa kulihat kedua tangan Om Adrian terkepal erat.

Bugh!

"Dasar jalang penipu. Cuih!"

Dia sempat meninju pohon dan meludah ke arahku, sebelum berlalu.

Beberapa saat kemudian mobil mewah berwarna hitam itu menghilang dari pandangan. Tubuhku roboh ke tanah sebelum sempat Om Lian meraihnya.

Kutenggelamkan wajah dalam juntaian rambut panjang yang menyentuh tanah.

Hancur sudah semuanya.

Sia-sia kukorbankan hidup dan matiku untuk tujuan yang tak pasti.

Bila Om Adrian membenciku sekarang, bagaimana caranya aku membalas semua kebiadaban yang pernah dia lakukan pada Mama dulu?

"Maaf, Lea!" Bisa kurasakan Siska bersimpuh di sisiku. "Maaf karena aku lengah selama ini. Sepertinya saat itu Om Adrian sudah menyadari sesuatu."

Sial, bukan kamu yang lengah di sini, Siska. Tapi, aku. Aku yang terlalu meremehkan Om Adrian sejak awal. Aku yang salah mengira kalau dia hanya bajingan yang mudah dipermainkan.

"Dia tiba-tiba menghampiriku di klub, dan memaksaku untuk mengaku. Kalau aku nggak ngaku. Om Adrian mengancam akan melaporkan kita ke polisi dengan tuduhan pemerasan dan penipuan," tambahnya.

Mataku terpejam rapat mendengar semua perjelasan Siska. Sebenarnya sejak kapan Om Adrian tahu? Jadi, siapa yang dibodohi di sini?

Saat tengah sibuk bergelut dengan pikiran, bisa kurasakan sebuah tangan besar melingkupi jemariku yang terkepal di atas tanah.

Aku menoleh saat merasakan seseorang menyingkirkan rambut yang menghalangi pandanganku.

"Ini bukan akhir dari segalanya, Lea. Melainkan awal dari kebangkitanmu. Sekarang Mas Adrian tahu siapa dirimu, jadi kamu tak perlu lagi berpura-pura. Karena pejuang tangguh selalu melawan musuhnya dari depan, bukan dari belakang."

***

Sepanjang perjalanan menuju kosan aku merenungi semua ucapan Om Lian. Dia benar. Dengan seperti ini aku tak perlu lagi berpura-pura suka padahal benci. Tak perlu lagi pasrah padahal ingin sekali marah.

Rasanya waktu satu tahun sudah lebih dari cukup untuk mengakhiri sandiwara ini. Lagi pula aku sudah muak menatap wajahnya dari dekat, aku muak menerima segala sentuhannya walau masih dalam batas wajar. Sudah saatnya aku menunjukkan pada Om Adrian siapa diriku.

Hanya tinggal satu langkah lagi. Aku bersyukur sejauh ini kehadiran Om Lian sangat membantu.

"Jadi, kamu yang selama ini menggantikan Lea?" Pertanyaan Om Lian pada Siska seketika menarikku dari lamunan.

"I-iya, Om." Siska menjawab kikuk.

Lelaki dengan hoodie hitam dan celana jins robek-robek itu mangut-mangut.

"Sekilas kalian memang terlihat sangat mirip, sih. Wajar kalau Mas Adrian lengah. Maaf kalau saya lancang, sepertinya kamu lebih pengalaman daripada Elea."

"Om!" Aku menyikut tangan Om Lian dan melotot ke arahnya.

"Nggak apa-apa, Lea. Emang gitu kenyataan, kok." Siska tersenyum maklum menatapku dan Om Adrian bergantian. "Tadi kita sempat papasan di klub. Mungkin Om Lian curiga liat aku diseret Om Adrian keluar. Makanya dia ikutin sampai ke sini."

"Oh, jadi ini kebetulan?" cetusku tanpa sadar.

"Iyalah, kamu pikir saya mata-matain kamu atau pasang CCTV, begitu? Jangan Ge-er!" celetuk Om Lian dengan nada ejekan yang begitu menyebalkan. "Emangnya kamu anak Raja yang harus terus dipantau gerak-gerik--"

"Om Lian!" Wajahku terasa sangat panas sekarang. Malu sekali rasanya, karena aku sempat salah paham.

Siska terkekeh.

"Kalau gitu aku pamit masuk duluan, ya Om, Le!"

"Loh, kamu ngekos di sini juga?" tanya Om Lian tiba-tiba.

"Iyalah, Om pikir para penghuni kos di sini itu cuek tanpa alasan? Kebanyakan dari kita itu punya pekerjaan yang sama. Yaitu Sugar Baby!" selorohku.

"Oh, jadi kamu bangga jadi simpanan Om-Om?"

Seketika senyum di wajahku sirna. Ternyata sikap menyebalkan Om Lian masih belum berubah juga.

Siska hanya bisa menggeleng pelan melihat perdebatan kami. Tak lama dia kembali pamit untuk masuk ke kamarnya yang ada di lantai dua.

"Enggak! Udahlah, aku mau masuk juga. Sana pulang!" Kuusir halus Om Lian yang masih menatapku dengan saksama.

"Sebentar, Lea!" Langkahku terhenti sebelum sempat mencapai gerbang.

"Apa?" Aku merenggut.

"Besok saya dan Mbak Lidia nggak jadi datang ke rumah Tantemu!"

Deg!

Jangan bilang lamarannya dibatalkan. Lalu bagaimana nasibku dan janin ini?

"Lamarannya tetap berlangsung. Hanya pindah tempat saja." Seolah bisa menebak isi pikiranku Om Lian lebih dulu menjelaskan.

"Jadi?"

"Papa tiba-tiba ngotot ingin bertemu. Dia sengaja mengosongkan semua jadwal hanya untuk mengetahui seperti apa calon menantunya. Jadi, acara lamarannya diadakan di kediaman utama."

Aku menghela napas sejenak, lalu mengangguk.

"Oke."

"Sebentar! Masih ada lagi." Aku berdecak dan memutar bola mata.

Om Lian berlari menuju mobilnya yang terparkir di sisi kiri benteng kosan. Dia kembali dengan sebuah bingkisan di tangan.

"Pakai ini! Dan padukan dengan tas-tas yang ada di etalase. Saya membelikan semua itu untuk dipakai, bukan dipajang, Lea!" cibirnya.

"Ya, ya." Kuambil alih bingkisan dari tangan Om Lian.

Dia sempat menatapku cukup lama. Lalu mengulurkan tangan mengusap kepalaku.

"Besok sopir akan datang menjemput pukul 10 pagi. Tolong jangan ambil hati apa pun yang dikatakan Papa dan Mbak Lidia nanti."

Aku mengangguk mantap, lalu tersenyum kecil.

"Tenang aja, Om. Sudah lama aku mempersiapkan semua itu."

***

Matahari belum sepenuhnya meninggi. Cahayanya yang masuk dari celah ventilasi kamar terasa hangat menempa kulit.

Kutatap pantulan diri dalam cermin. Dress tanpa lengan dengan perpaduan broken white dan lilac itu terjatuh begitu pas di tubuhku dengan tinggi 168 sentimeter dan berat 47 kilogram. Pakaian ini seolah diperuntukkan untuk tas mungil merk ternama yang setahun lalu diberikan Om Lian sebagai hadiah ulang tahunku.

"Cantik." Aku menoleh saat suara lembut itu terdengar dari ambang pintu.

Terlihat di sana Tante Sarah yang begitu anggun menatapku dengan tatapan sayu.

"Kalau seperti ini tante seperti melihat Mamamu dua puluh tahun lalu." Tante Sarah mendekat, dia memelukku dari belakang. "Percayalah cuma kamu harapan kita sekarang, Lea!"

Kuperhatikan wajahnya dari balik cermin. Meskipun sudah melakukan lebih dari 5 kali prosedur operasi plastik, tapi wajah Tante Sarah tak bisa kembali seperti dulu.

Luka bakar di setengah bagian wajahnya, samar-sama masih terlihat di balik make up tebalnya.

Sekitar dua puluh lima tahun lalu, sebuah kebakaran hebat membumihanguskan seluruh keluargaku. Kakek, Nenek, Om, sepupu-sepupu mereka menjadi korban saat pesta yang diadakan di kediaman utama kami saat itu. Yang tersisa hanya Mama karena terjebak macet di jalan, dan Tante Sarah yang harus kehilangan paras cantiknya.

Sampai sekarang pihak berwajib belum menemukan penyebab pasti kebakaran tersebut. Namun, Tante Sarah meyakini bahwa Keluarga Fahlevi ada di balik semua ini. Kebetulan saat itu keluarga kami tengah berseteru, masalah bisnis yang baru dirintis.

Sebenarnya aku tak bisa ikut menghakimi, karena hal itu masih belum pasti kebenarannya. Namun, dengan masuk dalam keluarga Fahlevi, selain menghancurkan Om Adrian, aku juga bisa mencari tahu tentang mereka semua.

Terutama tentang Prawira Fahlevi. Papa kandung Om Lian dan Tante Lidia ... yang juga Sugar Daddy pertamaku!

Karena terlanjur basah. Sekalian saja kuwujudkan definisi sekali dayung dua tiga pulau terlampau.

Mungkin sekarang aku hanya calon menantu dalam keluarga itu. Namun, siapa yang tahu beberapa tahun ke depan anakku bisa menjadi salah satu pewaris di keluarga Fahlevi.

.

.

.

Bersambung.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
oh jadi ALea yg pertama x mahkota kmu jual dgn pk Wira .dn kmu deketin juga mantu nya Adryan juga kmu dkt anak nya pk Wira s Liam dn juga cucu nya s kevin kmu pacarin .lengkap semua 1 klga besar kmu rusak kmu jadi kn Sugar Deddy mu .jadi yg kmu kandung malah anak s kake2 itu pk Wira .wah masi subur
goodnovel comment avatar
Pricilia Latupeirissa
penasaran tpi koinya da habis
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status