“Om, memangnya kita udah reservasi? Yang duduk di depan biasanya bukan orang sembarangan. Miss Nancy bilang mereka rata-rata pengusaha. Pejabat juga kadang-kadang. Bulan lalu malah ada artis senior yang datang.” Sahara berbicara sambil melihat wajah Roy yang masih menggenggam tangannya.
“Kamu tadi memanggilku ‘Sayang’,” ucap Roy.
“Biar kita keliatan kaya—maksudku agar kita terlihat seperti pasangan suami-istri sungguhan,” tukas Sahara memperbaiki ucapannya.
“Kita memang suami-istri sungguhan. Tapi kamu tadi masih terlihat terintimidasi oleh Inke. Harusnya kamu lebih percaya diri. Jangan lupa … kamu adalah istri Presdir the Smith’s Project.” Roy menggenggam tangan Sahara kembali menyusuri lorong ke arah luar. Menuju bagian depan yang di sisi kanannya terletak pintu utama yang mengarah ke sebuah hall.
“Tapi tadi aku senang Om masuk dan bawain tas itu,” tukas Sahara.
Roy m
Roy menghabiskan sisa cognac di gelas, lalu kembali menuangkan setengah gelas dan memasukkan tiga butir es batu ke dalamnya. Sahara masih berdiri memeluk lengannya yang melingkar di perut gadis itu. Saat meneguk minuman, Roy melihat Inke melontarkan tatapan sinis sebelum bergantian dengan seorang penari lain untuk melakukan pole dance. Tatapan Inke barusan pasti ditujukan untuk Sahara. Sejak tadi, Roy tak henti menciumi bahu dan lengan Sahara.“Minum,” pinta Roy, mengangkat gelasnya ke hadapan Sahara yang masih menonton tarian yang semakin lama semakin panas.“Perutku mual kalau minum alkohol,” sahut Sahara. “Air putih aja,” ucapnya lagi, menoleh meja mereka. Roy meletakkan gelasnya dan mengambil sebotol air mineral dan membukanya untuk Sahara.Gadis itu meneguk setengah botol kecil air putih dan mengerling Roy. “Ternyata benar menikmati,” ucap Sahara saat melihat
Roy menatap sepasang mata lebar yang sesaat lalu menciumnya dengan penuh nafsu. Mata yang secara mengejutkan menunjukkan keberaniannya. “Kamu memang penuh kejutan,” bisik Roy dengan suara parau. Tangan kirinya memeluk pinggang Sahara yang berada di atas pangkuan dan tangan kanannya sudah menurunkan tali gaun gadis itu ke lengannya. Napas Sahara terengah pelan, matanya masih menelusuri wajah Roy. Sadar dan menikmati kalau tangan kanan Roy, sedang menurunkan cup bra tanpa tali yang menutup dadanya dengan pas. Roy meremas sebelah dadanya, lalu memilin putingnya dengan lembut. Mereka menautkan pandangan, dan Sahara tak sadar membuka sedikit mulutnya saat menikmati ibu jari Roy mengusap keras putingnya. Saat Roy mengitari lingkaran kecil itu berulang kali, Sahara mendesah pelan. Kemudian dia bersandar meletakkan bibir di leher Roy yang kembali dipeluknya. “Aku sebenarnya mau mencoba di sini. Tapi kamu baru melakukannya sekali. Aku khawatir ka
Untungnya kamar itu terletak di lantai dua yang terpisah. Sebuah ruangan tunggal tanpa ada ruangan lain yang bisa dilintasi oleh para pegawai Roy di rumah itu. Kalau tidak, mungkin erangan Roy bakal terdengar sampai ke luar ruangan. Matanya memejam dengan dua tangan mengumpulkan rambut Sahara di belakang kepalanya. “Kamu sangat cepat belajar,” bisik Roy, memandang Sahara yang mendongak menatap matanya. Tangan kiri Sahara berada dalam genggaman Roy, dan tangan kanan gadis itu menggenggam benda yang membuat celah di antara kedua pahanya nyeri. Sesuatu yang menurutnya menyakitkan, tapi juga membuatnya lupa akan penderitaan hidupnya selama ini. Roy tak pernah memaksanya. Dia dengan sadar mengikuti permainan Roy dan menikmati sebuah hubungan dewasa. Sahara menyusurkan lidahnya untuk menggoda Roy. Dan Roy yang gemas akan tingkah gadis itu mengangkat tangan Sahara dan menyesap jemari itu satu persatu. Saat erangan ketidak
Pandangan Roy hanya dipenuhi oleh wajah Sahara yang terus menautkan pandangan sambil mengigit bibirnya.“Om—” Tubuh Sahara menjepitnya, seketika Roy mengerang nikmat.“Kamu nggak apa-apa? Aku harus bergerak, jangan tahan aku di sana,” ucap Roy, menyunggingkan senyum tipis.Roy menggeser tubuhnya keluar sedikit, sebelum kembali mendorong masuk, bahkan lebih dalam dari sebelumnya. Sahara begitu hangat dan lembut, juga luar biasa ketat mencengkeramnya. Dengan menyeimbangkan berat di kedua sisi tubuhnya, Roy bergerak maju mundur perlahan. Selembut yang dia bisa. Rasanya lama sekali, namun dia menahan diri untuk tetap bergerak santai, lembut dan tak menuntut.Sementara itu, alkohol yang diteguknya tadi mulai mengisi pikirannya dengan pelepasan yang cepat, liar, dan mendesak. Roy berusaha menyadarkan dirinya dengan segenap tekad. Bahwa gadis yang sedang berada di bawah tubuhny
Roy merasa lebih dekat dengan Sahara dibandingkan sebelumnya. Namun dia masih menginginkan lebih malam itu. Segenap sel di tubuhnya mendambakan penyatuan tubuh yang sempurna seperti yang mereka raih sesaat yang lalu di atas ranjang. Roy mengabaikan tuntutan gila-gilaan di pangkal pahanya, dan menyisihkan waktu mendengarkan Sahara. Memeluk Sahara seperti saat itu terasa menyenangkan dan damai. Apa mungkin … dia mulai mencintai Sahara? Sialan. Cinta. Sejak kapan Roy memasukkan cinta ke dalam salah satu kemungkinan saat mencari gadis itu? Gagasan tentang cinta saja sudah terasa berbahaya dan tidak aman bagi Roy. Selama ini dia menanganinya seperti menghadapi benda berbahaya yang mudah meledak. Tak ada cinta. Roy tak perlu cinta untuk meredam rasa denyut di antara kedua pahanya. Air mulai mengisi bath tub menggenangi sebatas paha mereka. Di bawah permukaan air, tangan Sahara menggenggam tangan Roy. “Om,” pangg
Roy merasakan tubuhnya sangat enteng. Ini adalah kali pertama dia tidur memeluk seorang wanita di ranjangnya. Dalam ikatan jelas, sebagai suami istri. Walau tujuannya jauh melenceng dari konsep sebenarnya. Tangannya masih merasakan kulit punggung Sahara yang kehalusannya bagai beludru. Tubuh mereka menyatu di bawah selimut. Tatapannya masih menelusuri wajah Sahara.Sangat cantik, sangat polos, dan begitu memabukkan ….Roy memejamkan mata, meninggalkan suasana kamar sejuk karena hembusan pendingin udara yang disetel sedang. Pikirannya melayang, perlahan masuk ke dalam mimpi yang berusaha dia lupakan.“Pokoknya kamu harus ikut. Ini investor besar, Shel. Perusahaanku semakin berkembang dan investor asing mulai berdatangan. Ini kesempatan kita. Setelah ini semua berhasil, kita akan segera menikah. Aku janji.” Dia duduk di balik meja kerjanya sambil memasukkan segala berkas yang diperlukan untu
Langit belum sepenuhnya terang dan Roy telah memakai setelan lengkapnya untuk pergi ke kantor. Dia melangkah ke kebun belakang dan masuk ke paviliun tempat di mana ibunya berada. Wanita tua itu didapatinya masih tertidur pulas dan seketika terjaga saat dia membelai kepalanya. “Kamu terlalu sibuk sampai jarang ke sini menjenguk ibu,” ucap ibunya. Gustika Wijayanti. Wanita sederhana yang menikahi seorang pria berkebangsaan asing 41 tahun yang lalu. Berat badannya hanya tersisa separuh dibanding masa sehatnya dulu. Bagian tubuhnya sebelah kiri tak bisa bergerak karena serangan stroke 13 tahun lalu. “Sorry, Mam …,” sahut Roy tersenyum. “Kamu pasti bermimpi buruk lagi. Apa Shelly masih menghantuimu?” Wanita itu meraba punggung tangan Roy. “Bu … andai dulu aku lebih dulu mencari Shelly, apa gadis itu tetap akan hidup dan menemaniku? Apa aku terlalu sibuk dengan kehilangan rum
“Sahara ….” Roy menekan handle pintu dan ternyata tak terkunci. “Mau ke mana?” tanya Roy saat melihat Sahara sedang menyampirkan tasnya ke bahu.“Aku mau pergi menjenguk Bu Mis. Udah lama nggak ke rumah sakit.” Sahara lalu kembali ke depan kaca untuk mengecek dandanannya.“Biar Rini yang antar. Jangan terlalu lama—”“Aku mau belanja. Aku belum pernah diberi nafkah lahir selama menjadi istri. Apa gunanya nafkah batin sehebat apa pun,” gerutu Sahara.“Sorry?” Roy berdiri persis di belakang Sahara, memandang pantulan wajah gadis itu melalui cermin.“Intinya aku mau belanja. Aku mau menghabiskan seluruh isi mall. Itu juga kalau Om benar-benar kaya. Kalau nggak, aku cari laki-laki lain yang bisa membelikan semua yang kubutuhkan,” ujar Sahara lagi, memandang Roy yang memas