"Om, balikin ponsel aku. Kebiasaan banget deh!" gerutu Kamea.
Ya, bukan hanya kali ini saja Alif mengambil paksa ponselnya setiap ia menerima pesan atau panggilan masuk dari temannya. Lelaki itu akan lebih agresif jika yang menghubunginya adalah Abimanyu.
Entah apa maksudnya? Kamea pun tak mengerti. Yang jelas, ia sangat-sangat geram dengan tingkah lelaki berkulit putih itu.
Egois.
Kamea tidak dibiarkan berdekatan dengan lelaki manapun termasuk Abimanyu. Sementara Kamea sendiri tidak tahu apapun tentang Alif. Apakah lelaki itu selalu dekat dengan wanita lain atau tidak. Atau bahkan mungkin ia telah kembali bersama kekasihnya.
Entahlah. Memikirkan semua itu hanya akan membuat hatinya berdesir ngilu dan ingin menangis saja.
"Katakan pada saya, apa kamu memiliki hubungan spesial dengan leleki itu?" tanya Alif.
Iris mata cokelat
Hai Kak, Terima kasih sudah membaca novel ini hingga tamat. Selanjutnya, baca novel ke dua Rose ya. Judulnya Jerat Cinta Lelaki Pengganti pena Rose Dreamers
"Woah, jadi ini loh Bali yang biceritain teman-temanku?" tutur Kamea sambil mengedarkan pandangannya ke luar melalui kaca mobil.Ya, saat ini mereka sudah tiba di Bali dan sedang dalam perjalanan menuju ke hotel. Mama Anita sudah mempersiapkan semuanya, bahkan membayar seseorang untuk mengantar jemput mereka ke manapun mereka akan pergi berlibur selama di sana.Alif menoleh dan mengernyitkan alisnya. "Kamu belum pernah ke bali?" tanyanya penasaran.Belia itu berbalik menatap Alif. Polos gadis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Entahlah, aku lupa."Belia itu menyeringai polos memperlihatkan sederet gigi putihnya. Sedangkan Alif, lelaki itu terkekeh pelan sambil menggeleng-geleng kepala."Pantas saja hari itu kamu bersemangat ingin pergi," ledek Alif.Kamea mendelikkan matanya. "Kalau mau ke sini, lalu kenapa kemarin minta dibatalkan?" tanya Alif.
"Om, kita pergi ke sana, ya. Di sana pemandangannya lebih bagus," ajak Kamea.Gadis itu menarik paksa tangan Alif untuk mengikuti ke arah yang ditunjuknya. Lelaki berkaus putih dengan kacamata hitam menutupi matanya itu hanya menurut saja tanpa bantahan sedikit pun.Saat ini mereka sedang ada di pantai menikmati pemandangan sore hari. Awalnya Alif akan membawa Kamea pergi ke pantai besok, karena hari ini masih merasa lelah setelah perjalanan.Tapi gadis belia itu tak berhenti membujuknya. Karena tidak tahan lagi melihat Kamea cemberut mendiamkannya, akhirnya Alif mengalah. Seusai makan makan siang, mereka pun pergi ke pantai."Om, tolong ambil gambarku yang banyak, ya. Fotoinnya yang bagus, jangan asal," ucap Kamea. Dia memberikan ponselnya kepada Alif.Gadis itu berpose dengan berbagai macam gaya sementara Alif terus mengambil gambar gadis itu dengan kamera ponsel.
Alif sudah tidak sabar menunggu Kamea selesai besiap. Mereka akan makan malam di restoran hotel. Lelaki berwajah datar itu melenggang menemui Kamea yang masih betah di depan cermin."Kamu sedang apa? Kenapa lama sekali?" gerutu Alif tak sabar.Gadis itu beranjak dari duduknya berbalik menghadap ke arah Alif. Ia memang sudah siap memoles tipis wajahnya agar tidak terlalu kelihatan pucat."Uda siap, kok. Yuk, berangkat," ajak Kamea seraya meraih tas kecil miliknya dan melenggang menghampiri Alif yang terpaku di tempatnya."Mas? Ayo," tegur Kamea karena lelaki itu malah bergeming sambil menatapnya tak berkedip."Kamu mau ke mana?" tanyanya.Gadis itu mengernyitkan kedua alisnya. Ia menggaruk pelipis yang tak gatal karena bingung. Bukankah mereka sudah sepakat akan pergi makan malam? Lalu mengapa Alif bertanya seolah ia tidak tahu Kamea akan pergi ke mana?
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya seorang pelayan datang membawakan makanan yang dipesannya.Alif melihat ke arah Kamea yang sedari tadi sedang memainkan ponsel sambil rebahan."Makanannya sudah datang, ayo kita makan dulu," ajak Alif.Kamea masih tak memalingkan wajahnya dari layar ponsel. Entah apa yang sedang gadis itu lihat di sana hingga ia sama sekali tidak tertarik untuk melihat Alif walau hanya sekilas."Dia masih marah," gumam Alif pelan.Lelaki itu mendecakan lidah, lalu kemudian menghela napas panjang. Sebenarnya ia ingin bersikap tak peduli. Tetapi hati kecilnya ingin membujuk gadis itu agar tidak lagi marah padanya.Dengan mengenyampingkan ego, Alif melangkah mendekati Kamea. Lelaki yang masih mengenakan kemeja berwarna biru gelap itu duduk di samping tepi tempat tidur."Sanee," panggilnya. Gadis itu hanya merespons den
Alif panik ketika melihat gadis di hadapannya menangis. Apa sikapnya keterlaluan? Tapi, bukankah legal baginya untuk menyentuh gadis itu? Apa mungkin dia mencintai lelaki lain?Otak Alif dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tentang perasaan Kamea saat ini. Kecewa saat ia memikirkan alasan gadis itu menangis karena gadis itu mulai mencintai laki-laki lain selain dirinya. Dia mendesah kasar, kedua tangannya mengepal erat."Enggak. Aku gak memiliki utang apapun sama, Mas. Pokoknya aku gak akan izinin Mas mencium bibirku lagi. Kecuali ... kecuali kalau Mas sudah benar-benar mencintaiku," ucap Kamea dengan menekankan kalimat terakhirnya.Gadis itu beranjak dan pergi menuju ke kamar mandi. Ia menutup mulutnya agar Alif tidak mendengar tangisnya.Bukan tentang mencium bibirnya yang menjadi permasalahan bagi Kamea. Tetapi tentang sikap Alif yang melakukan hal itu tanpa memiliki sedikitpun perasaan untuknya. Gadis
Cahaya sinar matahari pagi menyeruak masuk melalui celah kaca jendela menyilaukan mata lelaki yang masih bergelung dalam selimutnya. Dia mengerjapkan mata, menyesuaikan dengan cahaya itu.Hal pertama yang ia lihat saat membuka mata, adalah gadis belia yang masih terlelap. Wajah polos nan cantik itu meneduhkan hati. Entah mulai sejak kapan wajah itu mulai menjadi candu, yang membuatnya selalu ingin terus memandangi wajah itu.Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas menampakkan sebuah senyum. Iris berwarna cokelatnya berdinar terus memandangi wajah itu. Ia mengusap anak rambut yang menghalangi kecantikannya, menyelipkan ke belakang telinga dengan lembut dan hati-hati agar tidak mengganggu tidur belia itu.Senyum itu pudar ketika melihat Kamea mengerjap, merasa terusik dengan sentuhan tangan Alif. Kesadaran gadis itu belum sepenuhnya terkumpul ketika iris hitamnya mendapati Alif yang tengah memandanginya.
"Kenapa tiba-tiba kita harus pulang sekarang, bukannya lusa? Apa ada masalah?"Jujur saja Kamea merasa bingung dengan sikap Alif yang tiba-tiba saja mengajaknya pulang hari sore itu juga setelah menerima sebuah pesan dari seseorang. Padahal sebelumnya Alif berjanji akan memanfaatkan waktu liburan agar semakin menyenangkan. Gadis itu membereskan semua pakaiannya dan juga Alif ke dalam koper.Alif menghela napas panjang. Sebegitu senangnya mendapat kabar tentang Felysia hingga melupakan saat ini ada gadis yang seharusnya ia prioritaskan. Lelaki itu tak langsung menjawab, ia menatap lamat punggung mungil yang sedang duduk sambil memebereskan barang-barangnya."Sanee," panggilnya.Belia itu memutar kepala untuk melihat ke arah Alif. "Ya?"Alif melangkah mendekati belia itu. Dia mendudukkan tubuhnya di samping Kamea. Iris matanya lamat menatap lekat netra berbinar gadis itu.&n
Kamea kehilangan semangatnya. Sepanjang perjalanan dia bergelut dengan pikirannya sendiri memikirkan kangkah apa yang akan ia ambil sebagai jalan tengah untuk hubungannya dengan Alif.Hingga mereka tiba di rumah malam itu, kamea masih tak berminat untuk berceloteh seperti biasanya. Lelah, benar-benar lelah. Hati dan juga fisiknya.Sedari tadi Alif memerhatikan Kamea dalam diam. Ia menyadari sesuatu yang berbeda dari sikap gadis itu. Ia dapat menebak, semuanya bersangkutan dengan pengakuan yang baru saja ia katakan pada belia itu.Salahkah jika ia ingin jujur pada belia itu bahwa di hatinya sudah ada wanita lain. Meski akhir-akhir ini, ia merasakan perasaan aneh saat bersama Kamea. Rasa nyaman dan juga sesuatu yang sulit untuk dijabarkan. Namun tetap tak mengubah perasaannya untuk Felysia."Sanee, apa kamu baik-baik saja?" tanyanya ketika mereka baru saja memasuki kamar.Belia itu