Share

Bab 3

Penulis: Noona_im
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-18 09:52:06

"Ayah—"

"Bunda—"

Keduanya berucap bersamaan, dengan ekspresi terkejut yang serupa. Namun, perbedaan di antara mereka begitu nyata. Liana terkejut melihat suaminya bersama wanita lain, sementara Juna terkejut karena keberadaan istrinya di rumah sakit, terlebih saat Liana memergokinya bersama seorang gadis. Dalam sekejap, kegelisahan menyelimuti pria tersebut.

"S-siapa dia, Yah? Kenapa kamu—"

"A-ayah bisa jelasin, Bun." Juna buru-buru memotong, sebelum Liana menyelesaikan kalimatnya. Ia menoleh pada gadis yang duduk di kursi roda. "Luna, kamu ke ruangan lebih dulu, ya?"

Aluna mengangguk, ia tidak mengatakan sepatah katapun, sebab ia takut hanya akan membuat semuanya menjadi semakin rumit. Lantas Juna memanggil seorang suster yang kebetulan lewat untuk mengantarkan Aluna ke ruangannya.

Setelah Aluna pergi, suasana berubah tegang. Liana menatap Juna tajam, matanya memerah, mencerminkan amarah yang membara bercampur luka yang baru saja terbuka.

"Jadi, ini alasan kenapa kamu gak bisa pulang, Yah?" suara Liana menggema di lorong. "Kamu sibuk merawat 'pasien' kamu, bahkan sampai mendorong kursi rodanya? Jalan-jalan pula?!" Ia tertawa sinis, meski matanya penuh dengan kaca-kaca. "Benar-benar sosok dokter idaman. Mulia banget hatimu ternyata, ya!"

Juna belum bersuara, otaknya masih memilah kata yang tepat untuk menjelaskan pada sang istri, sebab jujur saja keadaan ini terlalu cepat. Juna bukan ingin membohongi dan menutupi semuanya dari Liana. Juna hanya memerlukan sedikit waktu untuk menjelaskan dengan perlahan-lahan semuanya pada sang istri.

"Kamu luar biasa, Yah," lanjut Liana, suaranya mulai bergetar. "Saking luar biasanya, kamu lebih memilih orang lain daripada anak kamu sendiri yang lagi sakit! Kamu bahkan gak peduli sama aku yang harus berjuang sendirian di sini!"

Juna menggeleng pelan. Dengan suara yang terdengar rendah, hampir berbisik ia berucap. "Luna... dia bukan orang lain, Bun." lelaki itu lantas menunduk. Sungguh ia tidak berani menatap wajah sang istri.

Kalimat sederhana itu membuat Liana tertegun. Napasnya tercekat, dan tubuhnya terasa lemas. "A-apa maksud kamu? Kalau dia bukan orang lain, terus dia siapa?" tanyanya dengan suara gemetar.

Juna menghela napas panjang, berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengakui semuanya. "Dia... dia istri Ayah juga."

"Apa?!"

Kata-kata itu seperti petir yang menyambar di siang bolong. Liana mundur beberapa langkah, tubuhnya bergetar hebat. Matanya membelalak, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari belah bibir suaminya sendiri.

Tatapan Juna penuh penyesalan seolah membenarkan segalanya. Namun masih ingin bersikap denial, Liana tidak ingin begitu saja mempercayai ucapan sang suami. Bohong! Ya, suaminya pasti tengah berbohong untuk mengerjainya.

"Bercanda kamu gak lucu, Yah." Liana tertawa kering, mencoba menepis rasa gelisah yang mulai menghimpit dadanya. "Kamu gak mungkin ngelakuin ini ke aku. Aku istri kamu—satu-satunya istri kamu!"

Juna tetap diam. Tangannya mengepal di atas lutut, wajahnya tertunduk dalam, seolah tak sanggup menghadapi tatapan istrinya.

"Jawab aku, Mas!" Liana membentak, suara dan emosinya pecah. Air matanya mulai menggenang, tapi ia berusaha keras menahannya. "Kamu serius?! Kamu benar-benar punya istri lain selama ini? Dan kamu diam aja? Seolah gak ada yang salah?!"

Hening sejenak. Hanya terdengar isak pelan Liana yang mulai tak terbendung.

Juna akhirnya mengangkat wajahnya. Matanya basah, penuh rasa bersalah. Ia menarik napas dalam sebelum berkata dengan suara bergetar, "Maaf, Bun. Tapi Ayah gak bercanda. Dia memang istri Ayah juga."

Kata-kata itu meluncur dengan berat, seperti batu besar yang jatuh ke jurang dalam. Setiap huruf terasa seperti duri yang menusuk dirinya sendiri, tetapi Juna tahu, tak ada lagi alasan untuk menunda kenyataan. Ia tak ingin semakin terperangkap dalam kebohongan yang hanya menambah dosa dan menyakiti hati Liana lebih dalam.

Liana tertegun. Tubuhnya seolah membeku, sulit mempercayai apa yang baru saja didengarnya. "Jadi... selama ini kamu bohong? Kamu tega nyakitin aku, Mas?" suaranya hampir tak terdengar, tapi getarannya menggambarkan luka yang begitu dalam.

Juna hanya diam, tak mampu merangkai kata. Tatapannya penuh penyesalan, namun ia tahu, apa pun yang ia ucapkan tak akan mampu menghapus sakit di hati istrinya.

Liana melangkah mundur dengan pandangan yang mulai kabur oleh air mata. Tatapannya tertuju pada Juna, penuh kekecewaan dan luka yang bercampur jadi satu. "Kamu bohong selama ini?" tanyanya lagi, lebih kepada dirinya sendiri, mencoba mencerna kenyataan pahit itu.

"Bun, Ayah bisa jelasin," Juna memberanikan diri melangkah mendekat, ingin menyentuh tangan Liana. Tapi Liana dengan cepat menepisnya.

"Kamu jahat, Mas!" serunya, suaranya pecah oleh tangis. "Tega kamu nyakitin aku... tega kamu sama Senna!" Isakannya semakin menjadi, menggema di ruangan yang kini terasa begitu sunyi. Nama putri mereka terucap penuh kepedihan, menambah berat luka di hati Liana.

Juna hanya bisa terpaku. Nama Sienna menghantamnya seperti pukulan telak. Ia tahu, kesalahannya tidak hanya melukai hati Liana, tapi juga berdampak pada masa depan putri kecil mereka yang tak bersalah.

Air mata Liana akhirnya jatuh tanpa henti, mengalir deras di pipinya. Matanya yang basah menatap Juna dengan penuh luka dan kekecewaan. "Aku... aku percaya sama kamu, Mas. Aku pikir kamu suami yang baik, ayah yang bertanggung jawab. Tapi ternyata aku salah besar. Kamu pengkhianat!"

Juna mencoba mendekati istrinya, suaranya terdengar bergetar penuh penyesalan. "Bun, Ayah bisa jelasin. Ayah gak bermaksud menyakiti kamu atau Senna. Ini semua lebih rumit dari yang kamu pikir."

"Rumit?!" Liana tertawa pahit, suaranya dipenuhi kepedihan yang teramat dalam. "Apa yang rumit dari menikah lagi tanpa izin, tanpa memberitahu istrimu yang sah? Kamu bahkan gak berpikir bagaimana perasaan aku atau anak kita! Tega banget kamu, Mas. Aku dan Senna ini gak ada artinya buat kamu, ya?"

Kata-kata Liana menusuk hati Juna seperti pisau tajam. Ia tahu, apa pun yang ia katakan saat ini tak akan mampu menghapus luka yang sudah ia torehkan di hati wanita yang begitu ia cintai.

"Ayah minta maaf, Bun. Ini semua—"

Kalimat Juna terpotong oleh suara pintu yang terbuka. Seorang dokter keluar dari ruang tindakan, membuat Liana dan Juna seketika mengalihkan perhatian mereka.

Liana buru-buru menghapus air matanya yang masih membasahi pipi. Meski hatinya remuk, ia mencoba menunjukkan ketenangan. "Bagaimana keadaan anak saya, Dok?"

Dokter Sella yang merupakan dokter umum, tersenyum tipis, mencoba menenangkan. "Putri ibu sudah dalam kondisi stabil. Setelah pemeriksaan, kami menemukan bahwa dia terkena gejala demam berdarah. Kami sarankan agar putri ibu dirawat beberapa hari di rumah sakit untuk pemulihan."

Liana mengangguk pelan, berusaha tetap tenang. "Terima kasih, Dok. Apa sekarang saya sudah boleh masuk?"

"Silakan."

Sebelum masuk ke dalam ruang emergency, Liana sempat melirik dingin pada sang suami yang terdiam terpaku di tempatnya, seakan tidak tahu harus berbuat apa.

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 8

    Juna mengetuk pintu kamar Sienna. Waktu kini sudah menunjukkan pukul delapan, namun istri dan anaknya, sedari tadi belum kunjung ke luar juga.Juna khawatir, takut keduanya malah sakit akibat menahan lapar. "Bunda, Senna, makan dulu yuk, kalian 'kan belum makan apa-apa dari tadi," ucapnya sembari terus mengetuk pintu. "Gak apa-apa kalau Bunda mau marah sama Ayah. Tapi Bunda sama Senna harus makan. Ayah gak mau kalian sakit. Please Bun, buka pintunya."Selang beberapa saat pintu kamar tersebut akhirnya terbuka membuat senyuman di bibir Juna mengembang dengan seketika. Ia lantas berucap lembut. "Makan bersama ya, Bun? Ayah udah beli makanan, udah Ayah disiapin juga di meja makan."Liana hanya mengangguk satu kali untuk menanggapi, wanita itu kemudian berjalan lebih dulu sambil menggendong Sienna.Juna menghela napas lelah. Jelas sekali bahwa sang istri masih sangat marah padanya. Liana bahkan tidak ingin mengucapka

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    bab 7

    Juna memasuki kamar sang anak, ia langsung disambut kalimat tanya dan tatapan tajam sang istri. "Ngapain kamu ke sini?!"Juna melangkah menghampiri anak dan istrinya yang berada di atas kasur, namun Liana lebih dulu beranjak dan mendekati suaminya, sehingga kini mereka berdiri ditengah-tengah ruangan."Bun, maafin Luna ya? Dia gak bermaksud bikin Senna mengabaikan panggilan kamu. Dia gak tahu kalau--""Bela aja terus istri muda kamu itu!" Sela Liana cepat."Ayah gak bela Luna, Bun. Ayah cuman--""Cuman apa, hah? Cuman gak terima dan gak suka kalau istri mudanya aku marahin?" ucap Liana dengan tatapan nyalang seraya melipat kedua tangannya di dada."Gak gitu Bunda..." Juna mencoba untuk menyentuh pundak Liana, namun dengan cepat wanita itu menepisnya."Susah payah aku ngedidik Senna dan menjauhkan dia dari handphone. Tapi malah dengan mudahnya istri mud

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    bab 6

    Meski kesal dan dalam keadaan suasana hati yang kacau, tapi Liana tidak bisa mengabaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu segitu saja. Maka dari itu, dipukul empat sore ini, seperti biasa ia berkutat di ruang dapur untuk menyiapkan makan malam untuk keluarga kecilnya."Sayang bantuin Bunda masak yuk!" Teriaknya memanggil sang putri.Dikarenakan Liana tidak memperbolehkan Sienna bermain gadget, untuk mensiasati agar anaknya tidak cepat bosan, Liana kerap kali mengajak Sienna untuk melakukan berbagai hal di rumah, termasuk mengajak Sienna untuk membantunya memasak.Menurut Liana hal itu lebih bermanfaat ketimbang membiarkan anaknya bermain gadget. Lagipula Sienna juga tipikal anak yang penurut dan senang-senang saja melakukan banyak hal bersama sang ibu.Namun ada yang sedikit berbeda kali ini. Biasanya anaknya itu akan langsung menghampiri ketika Liana memanggil, tapi sekarang sudah ditunggu beberapa saat, sang putri tidak kunjung datang juga, bahkan tidak menyahut sama sekal

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 5

    Entahlah, Liana sendiri tidak tahu, apakah keputusannya untuk tetap bertahan bersama Juna adalah langkah yang benar atau justru kesalahan yang akan semakin menyakiti dirinya di kemudian hari.Namun, jujur saja, selain Sienna, ada alasan lain yang membuatnya masih bertahan di tengah badai yang menghantam rumah tangganya. Alasan itu sederhana namun begitu kuat: rasa cintanya pada Juna.Tak mudah menghapus cinta yang telah tumbuh subur selama bertahun-tahun di hatinya. Meski rasa itu kini bercampur dengan luka dan kekecewaan mendalam, ia tak bisa begitu saja menghilangkan kenangan indah yang pernah mereka lalui bersama.Enam tahun pernikahan mereka, ditambah tiga tahun masa pacaran, bukanlah waktu yang singkat. Dalam rentang waktu itu, begitu banyak kenangan manis yang tersimpan di sudut-sudut hidupnya. Senyuman Juna, perhatian kecilnya, bahkan janji-janji yang dulu pernah diucapkannya—semua itu terukir terlalu dalam di hatinya hingga sulit dilupakan begitu saja. Maka, apakah salah jika

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 4

    Di dalam ruangan, Liana mendekati ranjang Sienna. Wajah putrinya terlihat pucat, dengan tubuh lemah terbaring di atas ranjang. "Bunda..." suara kecil Sienna menyambutnya. "Iya, Sayang? Apa yang sakit?" Liana berdiri di sisi ranjang, membelai lembut kepala putrinya. "Kepala Senna sakit, Bunda... badan Senna juga lemas..." keluh Senna dengan suara kecil, matanya sedikit terpejam karena lemah. "Sabar ya, Nak. Sebentar lagi kamu pasti sembuh," bisik Liana lembut, sambil membelai rambut putrinya. "Tapi Senna harus makan dan minum obat dulu, ya?" Senna menggeleng pelan. "Gak mau, Bunda..." "Kalau gak makan, sembuhnya lama, loh," bujuk Liana, mencoba tersenyum untuk menguatkan putrinya. "Gini deh, Senna mau apa? Bunda janji turutin." Mata Senna yang tadi redup kini berbinar kecil. "Senna mau Ayah, Bunda. Senna mau Ayah di sini..." Liana tertegun. Kata-kata sederhana dari putrinya itu menusuk hatinya yang sedang hancur berkeping. Ia berusaha menahan tangis, menyembunyikan rasa

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 3

    "Ayah—""Bunda—" Keduanya berucap bersamaan, dengan ekspresi terkejut yang serupa. Namun, perbedaan di antara mereka begitu nyata. Liana terkejut melihat suaminya bersama wanita lain, sementara Juna terkejut karena keberadaan istrinya di rumah sakit, terlebih saat Liana memergokinya bersama seorang gadis. Dalam sekejap, kegelisahan menyelimuti pria tersebut. "S-siapa dia, Yah? Kenapa kamu—" "A-ayah bisa jelasin, Bun." Juna buru-buru memotong, sebelum Liana menyelesaikan kalimatnya. Ia menoleh pada gadis yang duduk di kursi roda. "Luna, kamu ke ruangan lebih dulu, ya?" Aluna mengangguk, ia tidak mengatakan sepatah katapun, sebab ia takut hanya akan membuat semuanya menjadi semakin rumit. Lantas Juna memanggil seorang suster yang kebetulan lewat untuk mengantarkan Aluna ke ruangannya.Setelah Aluna pergi, suasana berubah tegang. Liana menatap Juna tajam, matanya memerah, mencerminkan amarah yang membara bercampur luka yang baru saja terbuka. "Jadi, ini alasan kenapa kamu gak bisa

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 2

    Tiga hari telah berlalu sejak Juna terakhir kali menghubungi Liana. Selama itu pula, pria itu belum sekali pun pulang ke rumah. Meski begitu Juna terus mencoba menghubungi sang istri meski panggilannya tidak pernah dijawab.Liana memilih untuk menonaktifkan ponselnya. Rasa kecewa dan kesal terhadap Juna yang lebih mementingkan pekerjaan membuatnya enggan mendengar alasan apa pun. Baginya, kata maaf melalui telepon tidak cukup. Ia dan Sienna tidak membutuhkan itu—mereka membutuhkan kehadiran Juna. Pagi itu, seperti biasa, Liana mencoba membangunkan Sienna. "Sayang, bangun yuk. Hari ini kamu harus sekolah," ucapnya lembut sambil mengetuk pintu kamar anaknya.Namun, tak ada jawaban dari dalam. Liana akhirnya masuk dan mendekati ranjang Sienna. Ia menggoyangkan tubuh putrinya pelan. Tapi begitu tangannya menyentuh lengan Sienna, ia langsung merasakan kehangatan yang tidak biasa. "Ya tuhan, badan kamu panas sekali, Nak." Liana dengan cepat menyentuh wajah Sienna, memastikan apa yang di

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    bab 1

    Sienna duduk di kursi kecil berwarna merah di sudut kafe, menggoyang-goyangkan kakinya yang mungil sambil memandangi pintu masuk. Balon warna-warni tergantung di dinding, dan kue ulang tahun besar berbentuk unicorn berada di atas meja. Anak-anak lain sudah mulai menikmati permainan dan kudapan, tetapi mata Sienna tetap terpaku pada pintu.Gadis kecil itu turun dari kursi, melangkah menghampiri bundanya yang tengah berdiri di luar area kafe. "Ayah mana Bunda, kok belum datang?"Liana menunduk, berjongkok agar sejajar dengan putrinya. Ia memasang senyum kecil meski hatinya diliputi resah karena sang suami belum juga tiba. "Sebentar ya, Bunda coba telepon Ayah lagi," ucapnya sambil mengelus lembut rambut Sienna. Sienna mengangguk, memandang ibunya dengan harapan besar. Sementara itu, Liana mengangkat ponselnya lagi, mencoba menghubungi sang suami--Juna, untuk kesekian kalinya. Namun, seperti sebelumnya, panggilan itu tidak juga dijawab. "Kenapa sih, Yah? Kok gak diangkat-angkat?" gum

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status