Share

Bab 2

Penulis: Noona_im
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-18 09:51:32

Tiga hari telah berlalu sejak Juna terakhir kali menghubungi Liana. Selama itu pula, pria itu belum sekali pun pulang ke rumah. Meski begitu Juna terus mencoba menghubungi sang istri meski panggilannya tidak pernah dijawab.

Liana memilih untuk menonaktifkan ponselnya. Rasa kecewa dan kesal terhadap Juna yang lebih mementingkan pekerjaan membuatnya enggan mendengar alasan apa pun. Baginya, kata maaf melalui telepon tidak cukup. Ia dan Sienna tidak membutuhkan itu—mereka membutuhkan kehadiran Juna.

Pagi itu, seperti biasa, Liana mencoba membangunkan Sienna. "Sayang, bangun yuk. Hari ini kamu harus sekolah," ucapnya lembut sambil mengetuk pintu kamar anaknya.

Namun, tak ada jawaban dari dalam. Liana akhirnya masuk dan mendekati ranjang Sienna. Ia menggoyangkan tubuh putrinya pelan. Tapi begitu tangannya menyentuh lengan Sienna, ia langsung merasakan kehangatan yang tidak biasa.

"Ya tuhan, badan kamu panas sekali, Nak." Liana dengan cepat menyentuh wajah Sienna, memastikan apa yang dirasakannya.

Sienna menggumam pelan dalam tidurnya, "A-Ayah... Senna mau ketemu Ayah. Senna kangen Ayah..."

Ucapan itu membuat hati Liana mencelos. Anak sekecil itu sudah harus menanggung rasa rindu yang begitu dalam kepada ayahnya, hingga tubuhnya jatuh sakit. "Apa segitu kangennya kamu sama Ayah, Nak, sampai-sampai kamu demam seperti ini," lirih Liana dengan mata berkaca-kaca.

Meski rasa kesal dan kecewa pada Juna masih terasa kuat, Liana tahu ia tidak bisa membiarkan perasaan itu menghalangi dirinya dan lalu berdampak pada Sienna. Tanpa ragu, ia mengaktifkan ponselnya dan langsung menelepon Juna.

Panggilan itu diangkat setelah beberapa detik. "Halo, Bunda? Ada apa, Bun?" suara Juna terdengar panik.

"Sienna sakit. Cepat pulang!" Liana langsung menyampaikan inti masalahnya. wanita itu tidak ingin berbasa-basi

"Sienna sakit? Sakit apa? Apa gejalanya?" tanya Juna cepat.

"Badannya panas tinggi, dan dia terus memanggil-manggil kamu. Dia kangen sama kamu, Yah," jawab Liana, suaranya bergetar antara marah dan khawatir.

Juna menghela napas panjang di ujung telepon. Dari gejala yang disebutkan, ia menyimpulkan bahwa Sienna hanya mengalami demam biasa. Nada suaranya menjadi lebih tenang. "Bun, itu demam. Kompres dengan air hangat dan kasih obat penurun panas. Gak akan lama, panasnya pasti turun. Maaf, Ayah belum bisa pulang. Masih banyak pasien yang—"

"Mas!" suara Liana memotong tajam, sarat dengan emosi. "Anak kamu sakit gara-gara dia kangen sama kamu! Dalam keadaan kaya gini, kamu masih mentingin pasien-pasien kamu itu? Apa kamu bahkan gak peduli dengan keluarga kamu sendiri?"

Juna terdiam. Sebelum ia sempat menjawab, Liana memutus panggilan dengan penuh amarah.

Namun, tiba-tiba tubuh Sienna mulai kejang-kejang di tempat tidurnya. Melihat itu, Liana terserang kepanikan yang luar biasa. Tangannya gemetar saat mencoba menyentuh tubuh anaknya yang tak terkendali. Ini merupakan kali pertama Sienna seperti ini. "Senna! Nak, kamu kenapa?! Ya Tuhan, kenapa anakku."

Liana segera mengangkat tubuh Sienna dan membawanya ke mobil. Tanpa pikir panjang, ia melaju pergi ke rumah sakit dengan air mata bercucuran di pipinya.

"Tolong anak saya! Dia demam tinggi dan tiba-tiba kejang!" seru Liana dengan napas tersengal begitu tiba di instalasi gawat darurat.

Tim medis segera membawa Sienna ke ruang perawatan, meninggalkan Liana yang menunggu di luar dengan hati penuh kecemasan. Ia memejamkan matanya dan meremas tangannya yang dingin. Dalam hati, ia hanya bisa berdoa agar Sienna segera membaik.

"Yah ... Kamu di mana? Anak kita butuh kamu sekarang..."

***

Tak henti-hentinya bibir Liana terus melafalkan doa pada Sang Pemilik Kuasa, memohon kekuatan bagi putrinya dan agar tidak terjadi sesuatu yang buruk.

Di dalam hatinya, Liana merasa sangat hancur. Ia begitu kalut, terutama karena baru kali ini Sienna mengalami kondisi seperti ini. Yang membuatnya semakin terpukul adalah ia harus menghadapi semuanya sendirian. Tidak ada sosok Juna yang mendampinginya. Padahal, di saat-saat seperti ini, keberadaan lelaki itu sangatlah penting untuk menguatkannya.

Namun kenyataannya, sang suami masih sibuk dengan pasien-pasiennya. Juna seolah lebih mementingkan pekerjaannya sebagai dokter daripada keluarganya sendiri. Dan itu, sungguh, membuat Liana merasa sangat kecewa.

Setelah cukup lama mondar-mandir di depan ruang emergency, Liana akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi tunggu. Tubuhnya terasa lelah, baik secara fisik maupun mental. Ia menyeka air mata yang terus mengalir dari sudut matanya. “Aku harus kuat, demi anakku,” gumamnya lirih pada dirinya sendiri.

Namun belum lama ia duduk, netranya tiba-tiba menangkap sosok yang sangat ia kenali. Liana tersentak kaget.

Itu Juna.

Juna, suaminya, berjalan melewati lorong rumah sakit. Tapi bukan keberadaannya yang mengejutkan Liana. Sebab rumah sakit ini memang tempat lelaki itu bekerja. Melainkan fakta bahwa Juna tampak mendorong kursi roda yang diduduki oleh seorang gadis muda.

Perasaan kesal, kecewa, marah, dan berbagai rasa tidak mengenakkan lantas bercampur aduk dan menyerang Liana secara membabi buta. Mata Liana tak lepas mengamati bagaimana Juna tampak berbicara dengan gadis itu, dan yang membuatnya semakin kesal, suaminya terlihat begitu santai dan … bahagia.

Gadis di kursi roda itu tersenyum lebar, dan Juna membalasnya dengan tawa kecil. Mereka tampak begitu dekat, lebih dari sekadar hubungan dokter dan pasien biasa.

Liana mengepalkan tangan, berusaha menahan gejolak emosi yang mulai menguasai diri. Dalam pikirannya berkecamuk sebuah pertanyaan.

'Apa ada dokter dan pasien yang sedekat itu?'

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 19

    Pukul sebelas malam, Juna akhirnya tiba di rumah setelah menjalani hari yang begitu melelahkan. Biasanya, kehadiran Liana dan Sienna di rumah menjadi penyemangatnya. Suara tawa Sienna, perhatian lembut Liana, dan makanan hangat di meja makan—semua itu cukup untuk membuat lelahnya terobati. Namun sekarang berbeda. Beberapa hari ini rumahnya terasa sunyi, seolah kehilangan jiwa. Juna meletakkan tas kerjanya di sofa ruang tamu sambil menghela napas berat. Saat ia hendak melangkah menuju kamarnya, sebuah suara lembut menyapanya. “Den, baru pulang?” Juna sedikit terkejut. Ia hampir lupa bahwa ada orang lain di rumah ini. Lastri, pembantu yang ditugaskan oleh orang tua Aluna, muncul dari kamar istri mudanya sambil membawa cangkir kosong. “Oh, Bik,” ucap Juna singkat, sedikit kaku. Dalam kepenatan dan kekacauan pikirannya, ia hampir lupa bahwa Aluna dan pembantunya masih ada di sini. Ia memaksakan senyum ke

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 18

    Setelah menimbang berulang kali, Juna akhirnya memutuskan untuk menemui Aluna di kamarnya. Rasa bersalah terus menghantui pikirannya, terutama setelah menyaksikan bagaimana ibunya dengan dingin melemparkan kata-kata tajam kepada gadis itu. Meski pernikahan mereka terjadi karena ancaman, Aluna kini adalah istrinya. Dan Juna tahu, suka atau tidak, gadis itu adalah tanggung jawabnya. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar Aluna. Ia menghela napas panjang, mencoba meredakan rasa canggung yang menyeruak di dadanya. Pernikahan itu baginya lebih seperti beban daripada kebahagiaan. Tapi ia juga tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa Aluna tidak sepenuhnya bersalah. Ketukan pelan terdengar di pintu. Tak ada jawaban. Juna mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras. "Aluna, ini saya." Sunyi. Menyadari tidak ada respons, Juna membuka pintu perlahan. Kamar itu gelap, hanya diterangi c

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 17

    "Kamu ini mikir dulu tidak sih sebelum bertindak?" Ratih kembali melanjutkan omelannya ketika ia mendudukkan diri di sofa ruang tamu. Sungguh ia merasa kesal dan gemas sekali pada Juna. Kalau saja tidak ingat jika Juna merupakan anak semata wayangnya, sudah dipastikan wajah tampan Juna akan habis dicakar atau bahkan dikuliti olehnya. Lagipula Ratih heran, tidak ada angin tidak ada hujan, bisa-bisanya putranya itu menikah lagi. Apa kurangnya Liana coba? Dasar membuat malu saja! "Heh Juna! Apa kamu tidak ingat siapa yang sudah berjasa sampai bisa membuatmu seperti sekarang ini?" Emosinya masih menggebu-gebu, ia menatap nyalang pada sang putra yang masih diam membisu. "Dan kamu apa tidak ingat betapa susahnya kamu dulu berjuang untuk mendapatkan Liana?" Juna menunduk, ingatannya melayang pada saat dulu ia mendekati Liana. Liana merupakan wanita yang sangat can

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    16

    Juna kembali berjalan mondar-mandir memikirkan caranya. Tapi konsentrasinya terganggu oleh suara gedoran pintu yang sangat keras. "Siapa sih gak sopan banget!" Ia bersungut kesal, kemudian melangkah menuju pintu utama. "Bisa gak sih kalau bertamu ke rumah orang itu yang so--ah aw aw aw." Juna mengaduh kesakitan ketika sebuah tangan menarik daun telinganya tanpa perasaan--tepat saat ia membuka pintu. "Dasar anak kurang ajar! Gak sopan! bikin malu keluarga!" ujar si pelaku dengan geram, yang ternyata adalah Ratih, Ibu kandung Juna. Dengan gemas wanita itu masih menjewer telinga putra semata wayangnya. "Aw sakit Bu, lepasin." Pinta Juna memelas. Telinganya sungguh terasa panas. "Sudah Bu, lepasin. Juna sudah dewasa, jangan kaya gini. Malu sama orang yang lihat." Aryo--ayah Juna--turut meminta agar istrinya itu melepaskan tangannya dari sang anak. Aryo merasa kasihan pada putranya.

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 15

    Nyaris satu minggu Juna tidak bertemu dengan Liana dan Sienna. Laki-laki itu benar-benar menuruti saran dari Seno untuk memberikan waktu agar Liana bisa merenung dan menenangkan diri. Meski begitu berat menahan rindu karena tidak bertemu dengan istri dan anak tercintanya, tapi Juna mencoba untuk bersabar. Semua itu ia lakukan agar rumah tangganya kembali utuh dan harmonis. Biarlah ia sedikit mengalah--menekan egonya, yang terpenting keluarga kecilnya bisa kembali seperti sedia kala. Namun begitu, setiap hari Juna tetap mengirimi Liana pesan-pesan singkat seperti; [Bunda, gimana kabar kamu sama Senna di sana? Kalau kabar Ayah di sini kurang baik Bun ☹️ Ayah kangen banget sama Bunda dan Senna. Kalian cepat pulang ya] Atau seperti; [Bunda maafin Ayah ya.. Ayah cinta Bunda sama Senna 😘] Semua pesan-pesan yang Juna

  • Gadis Penyakitan Perebut Suamiku    Bab 14

    "Saya punya penawaran yang menarik untukmu," ujar Tama dengan suara berat dan penuh tekanan. Juna, yang sedari tadi hanya terdiam dengan tatapan kosong, sontak teralihkan perhatiannya. Matanya menatap laki-laki paruh baya di depannya dengan kebingungan. "P-penawaran apa maksud Anda, Tuan?" Tama menyeringai tipis, senyumnya terkesan meremehkan. "Saya tidak akan memperpanjang kasus kecelakaan ini, dengan satu syarat. Kau harus bertanggung jawab sepenuhnya." Juna mengangguk cepat, mengira ia hanya perlu menanggung biaya medis. "Tentu. Saya akan menanggung semua biaya rumah sakit. Saya benar-benar menyesal atas kejadian ini." Namun respon Tama membuat detak jantung Juna berdebar kencang. Senyum meremehkan itu semakin lebar. "Apa kau pikir saya tidak mampu membayar biaya rumah sakit ini? Kau tahu siapa saya, bukan?" Juna terdiam. Tentu ia tahu. Tama Atmaja, pengusaha kaya raya dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status