Salah mengenali
"Bibi Rose, hari ini aku tidak bisa bekerja sampai sore, aku akan ke rumah paman Pete untuk menjenguknya," ucap Devanka pada bibi Rose.
"Baiklah Devanka, kau harus mengurusnya, dia sendirian," ucap bibi Rose yang sudah sangat mengenal sekretaris Pete.
Sejarahnya, dulu sekretaris Pete pernah menjalin hubungan dekat dengan keponakan bibi Rose, mereka hampir menikah, namun Tuhan berkata lain, calon istri sekretaris Pete yang bernama Vivi mengalami kecelakaan dan akhirnya meninggal dunia. Sekretaris Pete sangat terpukul dengan kejadian itu dan itu juga yang membuatnya enggan untuk jatuh cinta lagi atau bahkan untuk menikah, padahal usianya tidak muda lagi.
"Bawakan ini untuk sekretaris Pete, dia
SahabatJam menunjukkan pukul 14.30.Devanka berjalan santai menuju ke arah rumahnya. Jaraknya tidak terlalu jauh dari kios bunga bibi Rose dan juga kediaman sekretaris Pete. Di depan rumah Devanka sudah ada pak Lumawi, ayah Devanka. Terlihat berdiri menunggu anak kesayangannya pulang. Dari kejauhan pak Lumawi melambaikan tangan ketika melihat anaknya datang, dia menyambut kedatangan anak gadisnya dengan gembira."Ayah, kenapa di luar? Ayah bisa menunggu Devanka di dalam rumah saja," ucap Devanka seraya meraih tangan ayahnya, menciumnya lembut lalu menjatuhkan pelukan hangat."Tidak apa ap
Gadis istimewaReynold terlihat berdiri di kaca besar yang ada di dalam kantornya, beberapa kali terlihat mengamati wajahnya, membenahi alisnya yang tebal itu, menepuk nepuk pipinya, lalu membenahi rambutnya yang sebenarnya sudah rapi itu. "Tok, tok, tok," terdengar suara pintu diketuk."Masuk!" teriak Reynold tanpa merubah posisi berdirinya. Muncul seorang office boy dari balik pintu, membawa secangkir kopi yang dibawanya menggunakan nampan kayu berbentuk bulat."Tuan muda sedang apa, sampai begitu berkacanya," ucap office boy seraya meletakkan cangkir itu di meja."Paman Ismun, apa aku tampan?" tanya Reynold pada office boy yang sudah bekerja di kantornya sejak kakek
Godaan MonalisaJam menunjukkan pukul 16.30.Reynold masih terlihat sibuk di kantornya, ketidak hadiran sekretaris Pete begitu terasa, Reynold harus mengerjakan semua pekerjaannya sendiri, hanya dibantu oleh Maria, namun tetap terasa berbeda, tidak senyaman jika dia mengerjakannya bersama sekretaris Pete. "Maria, kau tau tempat tinggal sekretaris Pete?" Tanya Reynold kepada Maria yang juga terlihat sibuk, dia membaca beberapa berkas di kursi sofa yang ada di ruangan tuan muda Reynold. "Tau tuan muda, apa mau saya kirim ke handphone tuan muda?" ucap Maria."Iya, kirimkan saja alamat beserta titik lokasinya ke handphone Aldo," pinta Reynold."Baik tuan muda, akan saya kirim," ucap Maria, setelahnya dia te
Tidak hari iniMobil mewah Reynold berhenti di depan toko kue langganan keluarganya, dia terlihat bersiap untuk turun.Pintu mobil dibuka oleh Aldo, belum sempat Reynold menurunkan kaki, gerakannya terhenti, ada beberapa genangan air, sepertinya tadi hujan dan itu membuat halaman toko tersebut sedikit becek dan kotor. "Aldo, kau saja yang masuk ke dalam, beli beberapa cake terenak di toko itu untuk sekretaris Pete, cari cake lembut dengan topping cream," ucap Reynold memberi perintah kepada Aldo."Baik tuan muda," mendengar perintah tersebut, segera Aldo keluar dari mobil dan menuju ke arah toko kue yang cukup terkenal itu. Toko kue langganan kelompok kelas atas.Toko kue Sultan, itu nama tok
Begitu nikmatnyaReynold sudah sampai di kediamannya, jam menunjukkan pukul 21.00. Sekotak croissant masih berada di atas meja ruang tengah, jumlahnya masih sama, belum disentuh sedikitpun. Reynold harus menyeleseikan ritualnya terlebih dulu, mandi yang biasanya membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit. Dengan teliti dia membersihkan setiap jengkal tubuhnya, dia tidak menyukai bagian tubuhnya kotor atau bahkan berbau kurang sedap, lalu setelahnya mengoles cream khusus di sekujur tubuhnya. Dia adalah pria yang begitu merawat diri, tidak pernah sedikitpun lalai terhadap penampilannya, dia orang yang sangat berhati hati dalam menjaga setiap bagian tubuhnya. Reynold terlihat berjalan ke
Rasa penasaran"Sekretaris Pete, bisakah aku membeli croissant seperti yang kau berikan kepadaku kemarin?" tanya Reynold ketika sudah berada di dalam mobil yang disupiri oleh Aldo. Seperti biasa ada tiga orang di dalam mobil itu, supir Aldo, sekretaris Pete dan tuan muda Reynold."Maaf tuan muda, croissant itu dibuat oleh adik ipar saya, tidak di jual, apakah tuan muda menyukainya?" tanya sekretaris Pete. Reynold terlihat menghela nafas panjang. "Kau tanya kepadaku? Seharusnya kau menanyakan itu kepada kakek," ucap Reynold yang dibalas dengan tawa kecil namun berusaha untuk ditutupi oleh Aldo dan sekretaris Pete. Mobil melaju dengan lamban, membelah jalanan ibu kota yang penuh sesak. Tidak ada habis habisnya semua mobil dan motor ini sa
Trend Baru Reynold sudah berada di gedung tempat dilaksanakannya meeteng penting, bersama dengan beberapa kolega pentingnya yang merupakan pengusaha sukses di Jakarta. Jam menunjukkan sisa waktu sekitar lima menit sebelum meeting penting itu di mulai. Di depan gedung Reynold terlihat hanya berdiam diri, dia mengamati kemeja biru mudanya yang tidak lagi rapi, ada beberapa lipatan dan bekas keringat. Baunyapun sudah mulai tidak karuan, bercampur baur, atara bau asap kenalpot, debu jalanan dan entah apa lagi yang mulai tercium abstrak. Dia tidak menyangka aksi nekatnya berjalan dengan niat mengejar waktu akan berakhir dengan berubahnya penampilan yang tadinya begitu rapi dan wangi. Reynold menghe nafas panjang, berusaha melonggarkan kerah bajunya, berhara
Reynold masuk ke dalam kantornya, dia melihat ada seorang wanita tengah merebahkan tubuh di sofa, kakinya dia angkat ke atas penyangga punggung, membuat roknya semakin turun ke arah perut. Matanya terpejam namun sepertinya itu hanya kepura puraan.Wanita itu menggunakan rok mini tanpa lengan, rok berwarna putih dengan renda biru muda di beberapa sisi, tipis dan nyaris transparan. Sesuai naluri alami seorang pria yang seharusnya, Reynold tidak berhenti memusatkan pandangan. Beberapa detik setelahnya wanita itu menoleh lalu tersenyum genit dengan sedikit memonyongkan bibirnya, seolah ingin mengecup dengan bibir terpoles pewarna bibir merah cerah."Monalisa," bisik Reynold."Rey, kenapa lama sekali, aku sudah lama menunggumu," ucap Monalisa manja. Dia menjentikkan jari ke arah Reynold, memberi isyarat untuk didatangi. Reynold berjalan ke arah Monalisa, duduk tepat di sebelah kakinya."Kau tidak merindukanku?" tanya Monalisa manja."Kau begitu seksi Re