Share

Bab 11

Penulis: Louisa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-19 16:41:56

“Nggak perlu, Mas. Saya masih punya cukup uang buat pulang-pergi naik bus,” ujar Indira, menolak kartu kredit yang disodorkan oleh Edgar.

 

Edgar tertegun, tak menduga kalau Indira akan menolak kartu kreditnya. Edgar sudah sering berkencan, bertemu dengan berbagai tipe perempuan. Tapi, sejauh ini, belum ada satu pun perempuan yang menolak kartu kreditnya.

 

“Mas Edgar dan Pak Danu udah ngasih tempat tinggal dan ngasih makan. Udah lebih dari cukup, saya nggak butuh apa-apa lagi,” sambung Indira. Berusaha menggunakan kalimat yang sehalus mungkin agar Edgar tak tersinggung.

 

“Barang-barang kamu nyaris nggak layak pakai. Bahkan buku-buku kuliahmu juga lusuh, seperti buku bekas. Jangan keras kepala, terima kartu kredit ini buat beli barang-barang baru yang kamu butuhkan,” sahut Edgar.

 

Indira terdiam selama beberapa saat, hingga akhirnya seulas senyum hadir di bibirnya.

 

“Mas Edgar nggak perlu mengasihani saya,” ucap Indira, terdengar cukup tegas. 

 

“Harga dirimu ternyata setinggi langit,” gumam Edgar sambil menggelengkan kepala. Kartu kreditnya ia tarik kembali. “Kamu memang pantas dikasihani, Indira. Nggak perlu sok kuat dan sok tegar. Nggak ada salahnya menerima bantuan dari orang lain, walaupun atas dasar kasihan.”

 

Sebab Indira tak suka dikasihani. Ya, Indira memang gadis malang yang berstatus yatim piatu, sejak kecil telah merasakan kerasnya hidup di panti asuhan. Tapi, bukan berarti semua orang boleh memandangnya dengan tatapan miris atau kasihan.

 

“Terima kasih niat baiknya, Mas. Tapi, saat ini saya nggak butuh apa-apa, jadi nggak bisa terima kartu kreditnya,” tandas Indira dengan cepat, enggan memperpanjang obrolan dengan Edgar.

 

Indira lantas bangkit dari duduknya, membawa mangkuknya menuju dapur untuk dicuci. Meskipun kondisi badannya belum benar-benar pulih, Indira tetap harus memaksakan diri untuk menggantikan tugas Bi Imah.

 

Edgar menghela napas, memandang Indira yang sedang berdiri di depan wastafel. Jujur, Edgar tak mengerti kenapa Indira begitu keras kepala. Padahal, tadi malam gadis itu terlihat menderita dan kesakitan, bahkan memanggil-manggil ibunya yang telah tiada.

 

Masa bodoh.

 

Edgar beranjak dari duduknya, kemudian pergi menuju kamar. Memutuskan untuk tidak mempedulikan Indira lagi.

 

***

 

[Papa : hari ini Antara Group mengadakan peresmian kantor baru. Papa nggak bisa datang, jadi kamu yang harus mewakilkan]

 

[Papa : ajak Indira, kenalkan pada semua orang bahwa Indira adalah tunanganmu]

 

Edgar baru saja akan pergi ke lapangan tenis saat tiba-tiba menerima pesan dari Papa Danu. Berisi rentetan perintah yang harus segera dilaksanakan. Rasanya konyol sekali karena Edgar harus mengajak Indira ke acara yang diadakan oleh seorang kolega bisnis.

 

Untuk apa memamerkan Indira di depan semua orang? Tak ada yang spesial dari Indira, sehingga percuma memperkenalkannya di depan para kolega bisnis.

 

Edgar membuka lemari, mengambil setelan jas. Dengan amat terpaksa, laki-laki itu membatalkan niatnya untuk bermain tenis.

 

Ketika Edgar baru saja akan memasang dasi, ponselnya kembali bergetar. Papa Danu mengirim pesan lagi.

 

[Papa : kirim fotomu bersama Indira di depan gedung baru Antara Group]

 

[Papa : ini perintah, bukan permintaan]

 

Dalam hati, Edgar mengumpat habis-habisan. Rasa kesalnya semakin naik sampai puncak kepala.

 

Dengan langkah gegasnya, laki-laki itu meninggalkan kamar. Hendak meminta Indira untuk berganti pakaian dan bersiap-siap.

 

“Indira!” panggil Edgar. Suaranya menggema di rumah yang sunyi itu.

 

Beberapa saat kemudian, Indira keluar dari kamar. Gadis itu baru saja akan mengerjakan tugas kuliah, terkejut saat Edar tiba-tiba memanggilnya.

 

“Kenapa, Mas?” tanya Indira.

 

Edgar mengembuskan napas, lalu berkata, “cepat ganti baju, kita harus ke suatu tempat. Ini perintah dari Papa.”

 

“Acara apa—”

 

“Jangan banyak tanya.”

 

Indira mengangguk pelan, lalu kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Menghadapi Edgar memang memerlukan kesabaran ekstra. Sikapnya suka berubah-ubah. Tadi malam begitu peduli sampai mau berjaga untuk mengganti kompres di kening Indira, lalu kini kembali pada mode galak.

 

Indira tak mempunyai dress, blouse, atau rok. Pakaian paling bagus yang ia miliki hanya kemeja flannel dan celana jins. Hadiah dari adik-adiknya di panti asuhan, saat ulang tahun yang ke dua puluh.

 

Akhirnya Indira memakai kemeja flannel dan celana jins itu. Kemudian, ia duduk di depan cermin rias untuk memakai sedikit lip tint. Agar bibirnya tak terlihat pucat dan kering.

 

Beberapa menit kemudian, Indira keluar dari kamar sambil membawa tas sandang. Gadis itu terlihat seperti akan berangkat kuliah atau menghadiri sebuah seminar.

 

Edgar sudah menunggu di lantai dasar. Laki-laki itu memakai setelan jas berwarna abu-abu, rambutnya ditata rapi. Aroma musk yang maskulin menguar dari tubuhnya.

 

Edgar menoleh saat mendengar suara langkah kaki yang kian mendekat, lalu kedua matanya membulat dengan sempurna. Di mata Edgar, penampilan Indira benar-benar menyedihkan. Tak layak untuk diajak menghadiri acara formal.

 

“Kenapa pakai baju itu?” tanya Edgar.

 

“Ini baju terbagus yang saya punya, Mas,” jawab Indira dengan percaya diri.

 

Edgar memijit pelipisnya, kemudian tertawa hambar. Tak habis pikir dengan keputusan Papa Danu. Maksudnya, pasti ada banyak sekali perempuan di luar sana yang bisa dijodohkan dengan Edgar. Perempuan yang lebih pantas, berasal dari keluarga terpandang, dan memiliki segudang kelebihan.

 

Sialnya, tak ada waktu untuk protes atau menggerutu.

 

Edgar meraih kunci mobilnya, berjalan dengan cepat menuju carport. Indira mengekor di belakangnya.

 

Dua manusia itu masuk ke dalam mobil, tanpa saling memandang atau bicara. Dalam hitungan detik, mobil yang dikemudikan oleh Edgar melaju meninggalkan rumah.

 

Ekspresi Edgar terlihat serius, seolah sedang berpikir keras. Tatapannya tertuju ke arah jalanan, tangannya mencengkram setir erat-erat.

 

Sementara itu, Indira memilih untuk tetap diam. Entah ke mana Edgar akan membawanya, gadis itu tak berani bertanya. Sebab satu pertanyaan dari mulutnya bisa saja memantik emosi Edgar.

 

Selang sepuluh menit kemudian, Edgar menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan sepuluh lantai. Ada banyak karangan bunga yang ditata berjejer di dekat lobi, beberapa jurnalis juga menampakkan diri untuk meliput acara.

 

“Shit,” gumam Edgar.

 

Indira tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Ia hanya menatap ke arah orang-orang berjas rapi yang baru saja keluar dari gedung.

 

“Keluar dari mobil,” pinta Edgar.

 

Indira melepas seat belt, kemudian keluar dari mobil. Menuruti perintah Edgar tanpa protes.

 

Edgar mengeluarkan ponsel dari saku celananya, kemudian berkata, “berdiri di situ. Saya harus ngirim foto ke Papa.”

 

Dengan amat terpaksa, Indira berdiri di pelataran parkir yang panas, lalu tersenyum ke arah kamera. Edgar langsung mengambil foto, mengirimkannya kepada Papa Danu.

 

“Okay. Sekarang kamu bisa pulang naik taksi,” ujar Edgar sambil mengeluarkan dompet, lalu melemparkannya pada Indira.

 

Untungnya, Indira bisa menangkap dompet hitam itu dengan cepat.

 

“Mas Edgar ngajak saya ke sini cuma buat foto di depan gedung?” tanya Indira.

 

“Right. Karena saya nggak mungkin ngajak kamu ke acara peresmian,” jawab Edgar, lalu berjalan meninggalkan pelataran parkir.

 

Indira kehilangan kata-kata, menatap punggung Edgar yang kian menjauh setiap detiknya. Tampaknya Indira benar-benar tertimpa sial karena dijodohkan dengan Edgar.

 

“Tuhan…” gumam Indira sambil meremas dompet yang ada di dalam genggamannya. “Bisa-bisanya aku dijodohin sama laki-laki nggak jelas kayak Mas Edgar.”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Novita Sari
sabar indira semoga jodohmu bukan edgar
goodnovel comment avatar
lilyedy.
Sabar y Indira orang sabar disayang readers Terima kasih upnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 111

    Setelah duabelas hari lamanya dirawat di NICU, akhirnya hari ini Kavi diperbolehkan untuk pulang. Duabelas hari belakangan Indira selalu overthinking, tak bisa tidur dengan nyenyak saat malam hari karena mengingat putranya yang masih di rumah sakit. Yang bisa Indira lakukan setiap harinya hanyalah berdoa, seraya memulihkan kondisi fisiknya. Rasanya masih seperti mimpi saat akhirnya Indira bisa memeluk Kavi. Bayi laki-laki itu masih sangat kecil dan rapuh, membuat Indira berselimut rasa takut ketika menggendongnya. Tapi, Indira cukup lega karena bisa menjaga dan merawat Kavi dalam jarak dekat. Kebahagiaan yang hadir di dalam hati Indira tak dapat diterjemahkan ke dalam kata-kata, terlebih saat mendengar suara tangisan Kavi. Meskipun lahir lebih cepat dari perkiraan, tapi Kavi cukup kuat dan mampu bertahan.“Mau pulang sekarang?” tanya Edgar. Indira menganggukkan kepala, “ayo pulang, Mas.” Mereka sama-sama tersenyum, kemudian berjalan meninggalkan NICU. Saling bersisian, sesekali b

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 110

    Saat pertama kali melihat Kavi di NICU, Indira meneteskan air mata. Sebab bayinya begitu kecil, lemah, bahkan suara tangisannya juga tak terlalu keras. Lahir sebelum waktunya membuat berat badan Kavi hanya satu koma enam kilogram, perlu dirawat di inkubator dan mendapat pemantauan khusus dari dokter. Indira merasa bersalah, apalagi produksi ASI-nya tidak lancar. Hanya bisa memompa sebanyak sepuluh mililiter setiap harinya. Entah karena efek stress atau karena faktor lainnya. Setelah empat hari lamanya dirawat di rumah sakit, akhirnya Indira diperbolehkan untuk pulang. Agar fokus menjalani pemulihan di rumah. Sayangnya, Kavi belum bisa pulang karena masih memerlukan perawatan di NICU. Indira sedih bukan main, seperti ada bagian dari hatinya yang dicabik-cabik. Ia telah melahirkan dan resmi menjadi seorang ibu, tapi belum bisa memeluk dan menjaga putranya selama duapuluh empat jam. Hal-hal negatif mulai bermunculan di dalam kepala Indira, seketika menghadirkan rasa cemas yang sulit d

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 109

    Indira menatap punggung tangannya yang ditancapi jarum infus. Ia sudah dipindahkan ke kamar rawat, efek anastesi telah hilang sehingga nyeri di luka jahitan mulai terasa. Tubuhnya lemas, tak ada energi yang tersisa untuk sekadar bergerak. Indira tak menyangka kalau melahirkan ternyata sesakit itu. Yang lebih parah, hati Indira masih berselimut cemas lantaran bayinya harus dirawat di NICU. Saat ini waktu menunjukkan pukul setengah enam pagi. Matahari belum sepenuhnya naik, kamar rawat terasa cukup dingin karena AC yang dinyalakan. Kamar berselimut keheningan, hanya terdengar suara jarum jam yang cukup lantang. Indira mengerjapkan mata, menatap ke arah Edgar yang sedang tidur di atas sofa. Laki-laki itu tampaknya kelelahan karena tadi malam begadang, menemani Indira yang overthinking dan kesakitan. Operasi memang sudah selesai, tak ada pendarahan atau komplikasi. Tapi, tetap saja Indira belum bisa bernapas lega karena belum melihat seperti apa kondisi putranya. Indira menghela napa

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 108

    Indira mulai merasakan celana dalamnya basah ketika berada di dalam mobil, hingga akhirnya ada cairan yang mengalir di pahanya. Jantung Indira berdegup kencang, rasa gugup dan panik memenuhi rongga dadanya. Kandungannya baru memasuki usia tigapuluh dua minggu, HPL-nya masih dua bulan lagi. Edgar juga sama paniknya dengan Indira, terus menambah kecepatan mobilnya agar segera tiba di rumah sakit. Edgar mencoba untuk tetap tenang, menepis semua hal-hal negatif yang mulai bermunculan di dalam kepala. “Tahan, ya. Sebentar lagi kita sampai rumah sakit,” ucap Edgar. Indira meringis sambil menyentuh perutnya sendiri. Saking kalutnya, perempuan itu sampai tak dapat mengucapkan sepatah kata. Setibanya di rumah sakit, Edgar langsung menggendong Indira menuju IGD. Perawat lekas memanggil residen obgyn untuk melakukan pemeriksaan awal, agar selanjutnya bisa diskusi dengan konsulen mengenai tindakan yang harus diambil. Dan, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 107

    Indira menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. Momen yang ditunggu-tunggu akhirnya datang, tapi entah bagaimana Indira malah gugup luar biasa. “Jangan nervous, Ndi. Pasti lancar, kok,” ucap Kiran sambil menyerahkan sebotol air mineral. Indira duduk di atas kursi, menerima sebotol air yang disodorkan oleh Kiran. Saat ini mereka berada di depan ruang sidang, menunggu dosen pembimbing dan penguji datang. Jadwal sidangnya pukul setengah sembilan, tapi Indira sengaja berangkat ke kampus sejak pukul tujuh untuk membaca ulang catatan-catatan penting yang telah dibuat. Perempuan itu mengenakan baju hitam-putih, seperti kandidat karyawan yang akan melakukan tahapan interview. Perutnya tak bisa lagi ditutupi dengan blazer, sehingga siapa pun yang melihat pasti langsung tahu kalau Indira Kalani sedang berbadan dua. Kandungannya sudah berusia tujuh bulan, gerakan si bayi semakin aktif. Bahkan ketika Indira sedang gugup, si bayi menendang-nendang dengan cukup kuat. Se

  • Gadis Rahasia Sang Pewaris   Bab 106

    Saat kandungannya semakin membesar, Indira makin sulit menutupi baby bumpnya. Hari ini ia harus berangkat ke kampus untuk bimbingan, tapi agak ragu kalau harus muncul di kampus dengan perut besarnya. Bagaimana kalau ia kembali menjadi pusat perhatian? Bagaimana kalau ada rumor aneh yang berkembang di antara teman-teman satu angkatan? Indira sudah mencoba untuk menutupi perutnya dengan sweater dan jaket. Tapi, usahanya terbuang sia-sia karena baby bumpnya tetap terlihat dengan jelas. Awalnya Indira berniat untuk membatalkan jadwal bimbingan. Tapi, sedetik kemudian perempuan itu mengingat bahwa menyelesaikan skripsi sebelum melahirkan adalah prioritas yang harus diutamakan. Maka, akhirnya Indira berangkat ke kampus bersama Pak Rahmat. Tiba di pelataran parkir pada pukul sembilan pagi, masih ada sisa waktu satu jam sampai bimbingan dimulai. Yeah, Indira datang lebih awal karena khawatir terjebak macet, tapi ternyata jalanan cukup senggang pagi ini. Indira turun dari mobil dengan tote

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status